iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Modalitas Bisnis

Modalitas Bisnis

DALAM realitas sosial yang juga berlaku dalam perspektif bisnis, kita mengenal rancangan modal masa depan. Ternyata, modal itu tak saja uang atau sumber daya sebagaimana kita bayangkan selama ini. (Topik ini saya presentasikan kepada teman-teman Probatorium 1993 Seminari Menengah Siantar, angkatan 1993 yang berencana akan mendirikan ProbaST Cafe n' Resto di di Bandung).

Banyak tokoh sejak jaman perang hingga kini menelurkan istilah ekonomi kerakyatan yang berbasi pada sektor komunal atau kekeluargaan. Sebut saja bapak koperasi kita, Mohamamd Hatta. Gaung itu muncul kembali di jaman Megawati dengan pendekarnya Kwik Gian Gie (mantan menko ekonomi dan industri di era Gus Dur).

Kapitalisme Barat memang terkesan tak kenal ampun dalam membabat habis sisi kreativitas pinggiran yang tak terekspos ke luar dan miskin kemasan. Namun, dalam perkembangan baru-baru ini, ekonomi kerakyatan dengan khasanah yang lebih kaya dan kemasan yang sangat kreatif muncul kembali. Bisa jadi ini semacam counter atau malah sebagai partner dari sistem kapitalisme post-modern.

Robert T. Kyosaki. penulis The Cashflow Quadrant (1998), salah satu tokoh yang menghentak dunia perekonomian global dengan model “menuju kebebasan finansial” tidak saja menyorot pentingnya investasi, tetapi juga bagaimana menjadi orang kaya yang tidak memfokuskan dirinya pada mencari dan mencari uang terus-menerus, tetapi serentak bertanggungjawab mengajak orang lain untuk maju bersama-sama.

Pertanyaannya adalah, apakah kia sanggup menjadi bagian dari aktor ekonomi yang turut membangun masyarkat ? Kalau ya, memangnya kita punya modal apa untuk itu?

Menurut senior saya, Niko Simanjuntak, kita memiliki bermacam-macam modal, baik dalam diri kita masing-masing (sebagai individu) maupun dalam komunitas kita (sebagai kelompok) berupa:
  1. modal ekonomi (economic capital),
  2. modal budaya (cultural capital),
  3. modal simbolis (symbolic capital),
  4. modal sosial (social capital),
  5. modal manusia (human capital),
  6. modal keuangan (financial capital),
  7. modal alam (natural capital)
  8. dan man-made capital.

Peranan modal sosial dalam mempengaruhi ketahanan ekonomi dan peningkatan kualitas keluarga mengasumsikan. Disamping adanya integritas individu sebagai hasil sosialisasi dan afeksi di dalam keluarga, tetapi juga adanya kepercayaan masyarakat yang kuat, terutama kepada institusi hukum, dan norma-norma yang hidup di dalam masyarakat, termasuk sikap gotong royong di dalam jaringan kerja sama yang memfasilitasi kordinasi dan konsolidasi ke dalam masyarakat yang bermutu dan menguntungkan.

KETAHANAN EKONOMI sebuah komunitas oleh karenanya ditentukan oleh KEBERSAMAAN dan RASA SALING PERCAYA ANTAR ANGGOTA KOMUNITAS dalam komunitas itu sendiri, yang tampak terimplementasi melalui pertukaran nilai saat saling berinteraksi.

Kekuatan sosial yang dimiliki komunitas merupakan aspek yang tidak dapat ditemukan oleh lembaga lain, yaitu kekuatan mengendalikan individu secara terus menerus.

Lagi, satu hal penting yang mesti kita ingat, bahwa hanya melalui keluargalah masyarakat dapat memperoleh dukungan yang diperlukan oleh pribadi-pribadi; dan sebaliknya keluarga hanya dapat bertahan jika didukung oleh masyarakat yang lebih luas. Komunitas tempat kita hidup adalah diri kita sendiri, pribadi lepas pribadi. It’s a great point!

Aku teringat doa Yesus bagi para muridNya di penghujung perutusannya di dunia: “Ut omnes unum sint !” Nah, sebagai bagian yang tak terpisahkan satu sama lain, dan di atas segala perbedaan latarbelakang dan kondisi terkini, marilah kita saling berjuang demi kesatuan dalam komunitas kita.

Kita harus rela dan berjiwa besar untuk memupuk perilaku adaftif. Sebab, perilaku ADAPTASI adalah perilaku yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang dihadapi atau untuk memperoleh sesuatu yang DIINGINKAN.

Selanjutnya, mari kita mencari STRATEGI terbaik melalui berbagai usaha yang kita rencanakan demi terpenuhinya syarat minimal yang kita butuhkan, khususnya untuk memecahkan masalah-masalah yang kita dihadapi (kini dan nanti!).

Kita semua adalah pelaku (AKTOR) terpenting untuk kebersamaan kita. Maka, kiranya, melalui bisnis kecil yang akan kita bangun, masing-masing dari kita berupaya memahami bagaimana membuat sebuah keputusan tertentu berkaitan dengan aturan-aturan, sumber daya, dan hubungan-hubungan sosial yang berlaku.

Kita semua bersama-sama berharap agar KEPUTUSAN untuk membangun sebuah wadah kecil berupa bisnis kedai kopi ini menjadi “percobaan awal", tepatnya sebagai wahana di mana kita sebagai aktor pemersatu yang bersama-sama menghadapi sejumlah arah tindakan dari dan oleh kita.

Akhirnya yang terpenting adalah bagaimana kita semua berusaha menjadi “para pelaku” (dan bukan penonton atau pengamat) yang berusaha mencari INFORMASI yang relevan, memprosesnya, menilai hasilnya, dan kemudian mengambil suatu keputusan yang dipandang paling menguntungkan kita semua.

Untuk itu mari kita satu kata dan satu hati untuk mencapai tujuan kita bersama ini. Silahkan tetap kritis tapi jangan sampai mengalami krisis untuk memperjuangkan kekuatan komunitas kita masing-masing; termasuk dalam membangun bisnis dalam rangka meningkatkan kesejahteraan bersama.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.