iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Media Itu Menegaskan atau Menegasi Prestasi Jokowi ?

Media: Menegaskan atau Menegasi Prestasi Jokowi?

Beberapa catatan penting sebelum membaca 'sharing' dari beberapa teman yang sama-sama berharap INDONESIS HEBAT bersama Jokowi sebagai Presiden RI 2014-2019 ini:

  • Sembari menyaring saya bermaksud menyajikan ulang beberapa fakta seputar Jokowi dalam konteks pilpres yang segera akan berlangsung pada bulan Juli mendatang.

  • Tulisan ini tentu saja tidak bermaksud membela Jokowi, apalagi Jokowi sendiri tak pernah minta dibela karena dicurangi oleh saingan-saingan politiknya. Saya selalu berusaha melihat dan menilai Jokowi (dan Ahok) sebagai secara holistik.
  • Daripada menuntut para Jokowi HATErs untuk berhenti memfitnah, maka akan jauh lebih baik bila kita yang waras dan cerdas untuk membeberkan bukti kinerja Jokowi selama ia menjadi pejabat publik.

Situasi panas menjelang pilpres pada tanggal 9 Juli 2014 mendatang tentu sah-sah saja secara politis. Apalagi hal tersebut terjadi antara capres-capres yang sedang berjuang menjadi menjadi orang nomor satu di negeri ini. Metode kampanye, mulai dari kampanya positif (white campaign) hingga kampanye negatif (black campaign) pun mulai dilancarkan.

Tak dapat dipungkiri bahwa media komunikasi sosial, terutama televisi, internet, social media (FB, WA, WeChat, BBM, KakaoTalk, LINE, dsb.) masih dianggap sebagai primadona untuk memuja dan menghina si calon presiden yang telah mengajukan diri menjadi calon resmi dari partainya.

Dari hasil pemilu tanggal 9 April 2014 ada 3 partai yang bisa dikatakan punya kans mencalonkan diri, yakni PDIP, Golkar dan Gerindra; dan masing-masing dari partai tersebut telah menetapkan capresnya, yakni Jokowi (PDIP), ARB (Golkar) dan Prabowo (Gerindra).

Bila kita persempit lagi, sebenarnya hanya dua dari capres itu yang paling menonjol, yakni Jokowi dan Prabowo. Kira-kira itulah yang menggelinding di pasar politik saat ini. Kini, persaingan antar-kedua calon ini semakin memanas, tepatnya memanas dari pihak Prabowo tetapi 'biasa saja' dari pihak Jokowi.

Sejauh kita baca-baca di media massa, tim pilpres paling getol bukanlah tim suksesornya Jokowi, tapi justru timnya Prabowo. Masih melekat di ingatan kita bagaimana Prabowo kalap dengan pencapresan Jokowi oleh PDIP (baca: ibu Megawati). Prabowo, entah kenapa tiba-tiba mengusik perjanjian batu tulis yang notabene masyarakat tidak tahu menahu asal-usulnya.

Galaunya Prabowo dan Gerindra tak berhenti di situ. Ketika pileg usai dan bukan Gerindar yang menempati urutan prima melainkan PDIP (yang sudah dia serang), maka tim pemenangan Prabowo menjadi RI 1 pun bukannya mereda, malah semakin memanas.

Terutama dari "pihak" para pendukung fanatik Prabowo (definitif atau asumtif), ada usaha untuk mengungkapkan ketidakmampuan menerima pencalonan Jokowi dengan cara memojokkan, tepatnya menegasi prestasi Jokowi (dan Ahok) selama menjadi Gubernur DKI, bahkan melompat mundur ke masa silam selama Jokowi (dan Rudi) masih menjabat walikota Solo.

Peran serta para PKS, PD, dan partai-partai lain yang berseberangan dengan PDIP jelas-jelas turut memperkeruh pencalonan Jokowi yang memang sangat didukung oleh kebanyakan masyarakat Indonesia.


Menegaskan vs Me-negasi !

Banyak kasus yang di-publish di media sosial bertemakan negasi tentang prestasi Jokowi. Secara tidak logis salah satu para capres yang terobsesi untuk memenangkan kursi RI 1 - lewat tim suksesor atau pendukung yang telah dibeli, berusaha menegasi lewat argumen mentah dan asumtif hanya untuk mengiyakan bahwa "calon P yang layak" dan "capres J yang tidak layak".

Secara politis, apalagi di alam demokrasi, cara seperti ini sah-sah saja. Asal tetap diingat kode etik (etika politik) yang berlaku: "tidak memfitnah sang kompetitor!" Karena bila hal seperti itu dibiarkan maka penjara adalah tempat yang layak untuknya.

Itu yang berlaku secara umum di negara-negara yang beradab. Sayangnya, lain lubuk lain ikannya, lain negara lain tingkat penghargaan masyarakatnya kepada sesama manusia yang ada di negaranya.

Entah karena sebagian besar para penguasa yang (akan) duduk di kursi legislatif (juga yudikatif) dan eksekutif adalah kumpulan para pemabok dan perampok kuasa dan uang sembari melupakan rakyatnya, maka sah-sah saja "merampok" capres tertentu dengan memujinya selangit sembari memfitnah saingannya sedalam lembah tercuram.

Ada banyak isu yang diedarkan para kompetitor dan para pendukungnya. Misalnya:
  • Jokowi didukung oleh investor China / boneka mafia chienesse yang bergerak bebas di Indonesia (oleh orang yang mengaku sebagai mantan walikota Jaksel di Kompasiana dan berita ini juga dibesar-besarkan di situs VOI dan grup Anti-Jokowi di fesbuk)...;

  • Jokowi adalah ayam yang pantatnya dipukul oleh Megawati (oleh PKS)...;

  • Jokowi adalah antek Amerika dan akan menjual negara kepada pihak asing...; (beberapa ustadz yang kebelet ingin populer dengan mengusung Syariat Islam dengan cara yang sesat)...;

  • Cina sudah menjajah dan menggenggam Jakarta, selangkah lagi menjajah dan menindas Indonesia. Kekuatan mereka adalah media dan uang suap.... bila Cina berkuasa di RI, politik dan ekonomi lewat Jokowi, maka sebagian dari kita, terutama kami (anti-Jokowi), akan menyatakan perang kepada mereka. MERDEKA BUNG! (grup anti-Jokowi dengan dukungan para ulama berpikiran sempit ala FPI)...;

  • Jokowi (-Ahok) adalah penipu, pembohong dan koruptor, tukang memelintir ucapan serta memfitnah orang lain dengan dukungan media massa (oleh situs VOI dan grup Anti-Jokowi di fesbuk)...; dan banyak tuduhan lain sama sekali tidak menarik untuk di-list di sini.

Cara-cara di atas, di titik tertentu tidak menjadi soal, apalagi bila para pembaca situs atau media elektronik tertentu bisa berpikir logis dan masih mengamini suara hatinya sebagai manusia yang normal dan memiliki kehendak baik.

Tapi bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi bila akhrinya isu-isu negatif tentang Jokowi di atas malah menggiring rakyat pinter yang bisa dibeli, atau rakyat memang tak memiliki kemampuan berpikir kritis menjadi justru mengimani dan mengamininya?

Bagi kebanyakan rakyat yang waras, entah Jokowi atau Prabowo, entah ARB atau Rhoma Irama, entah siapa pun yang jadi presiden tidak akan jadi soal.

Tetapi penting mereka ingat, terutama si capres bersangkutan dan para pengikut setianya yang sudah terpengaruh, bahwa bila menang dengan cara yang curang maka kita harus siap dipimpin oleh presiden yang curang. Apakah Jokowi sedang melakukan pencintraan?


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.