iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Habiburokhman yang Eman-eman

Habiburokhman yang Eman-eman

Selagi ada Ahok, Habiburokhman Selalunmerasa tak nyaman. Rupanya bukan hanya Haji Lulung yang begitu. KBanyak orang justru terkenal (kendati secara negatif) di media hanya karena "berantam" dengan gubernur petahana, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.

Tak hanya politisi kacangan seperti Fadli Zon, politisi kawakan sejenis Amien Rais (yang berhasil mengangkat dan melengserkan Gus Dur di awal Era Reformasi) pun turut terkenal karena "menghina" ahok, bahkan disampaikan dari mimbar suci di salah satu Mesjid.

Tentu masih banyak politisi lain yang memproklamirkan diri dan kelompoknya sebagai geng "Anti-Ahok" atau "Asal Bukan Ahok" yang turut menikmati ketenaran hanya gara-gara melawan Ahok.

Ada juga sih yang akhirnya berakhir di penjara gara-gara ketahuan berseberangan dengan Ahok demi membentengi kebiasaan korupsinya. M.Sanusi, adik kandung M. Taufik hanyalah salah satu contoh jadi "selebritas" kasus tangkap tangan ala KPK.

Saya tak bermaksud mendata siapa saja mereka. Hanya saja, saya tertarik membicarakan "lawan Ahok" yang paling oon, yakni Habiburokhman. Kita tahu bahwa orang ini yang mengatakan akan terbang dari ujung monas bila Ahok melenggang maju sebagai calon independen berkat 1jt KTP.

Tentu, karena mereka semua punya alasan pribadi mengapa memposisikan diri mereka sebagai lawan Ahok. Maka jangan heran, kalau orang-orang "anti-ahok" ini akan selalu mengupayakan berbagai cara agar Ahok yang selalu berani menyuarakan kebenaran dan memperjuangkan keadilan di DKI Jakarta.

Bagi Habiburcokhman, yang selalu diamini oleh para budak partai Gerindra, Ahok itu 'tidak waras' dalam memimpin Jakarta. Habiburokhman tidak sadar, bahwa mayoritas masyarakat Jakarta mendukung Ahok juga akan tersinggung dengan ucapannya ini:

"Kita sangsi apakah Ahok punya standar menjadi pemimpin. Itu yang kita ingin tahu. Selama ini tidak dipersoalkan. Makanya, kita ingin tahu betul. Ini terkait dengan jutaan rakyat Jakarta yang memilih."

Habiburokhman menyatakan isi hatinya sesaat sebelum test psikologi 3 pasang calon gubernur/wakil gubernur di mana hasilnya Ahok-Djarot, Agus-Silvi, dan Anies-Sandiaga sehat-sehat saja. Konsekuensi dari ocehan Habiburokhman di atas justru menunjukkan betapa dirinya tak mampu memaksimalkan logika pemikirannya

Sebab, ketika RS yang memeriksa kesahatan para cagub/ cawagub mengatakan "Ahok sehat secara fisik, psikologis dan rohani" maka Habiburokhman akan menuduh RS yang memeriksa para calon tidak profesional, bahkan menuduh pihak RS sebagai 'relawan bayaran' Ahok.

Begitulah logika zig-zag ala Habiburokhman yang menggiring opini agar warga DKI Jakarta ukutan oonnya seperti dirinya. Inilah ajakan bocah si loba bacot itu....
"Kita sangsi apakah Ahok punya standar menjadi pemimpin. Itu yang kita ingin tahu. Selama ini tidak dipersoalkan. Makanya, kita ingin tahu betul. Ini terkait dengan jutaan rakyat Jakarta yang memilih."

Tentu saja standarnya Habiburokhman beda dengan standar warga Jakarta. Itu pasti. Namun begitulah Habiburokhman selalu gerah disaat cuaca dingin, kedinginan disaat mentari begitu menyengat, dan merasa kudisan di saat tak ada setitik luka pun ditubuhnya....dan semua itu terjadi hanya karena dia tahu Ahok masih saja "hidup dan berkeliaran" di DKI Jakarta, tempat ia cari makan.

Maka, selagi Ada Ahok, Habiburokhman tak akan pernah merasakan hidup nyaman. Ia selalu merasa dirinya sebagai pengawas Ahok, tetapi sesungguhnya jauh di lubuk hati terdalamnya ia malah selalu merasa diawasi oleh Ahok.

Entah karena kepatuhan kepada sang raja di Hambalang atau karena sedang menutupi kebodohannya, nyatanya Habiburokhman tak pernah terlihat menikmati hidupnya sebagai politisi.Bisa jadi ia tak seberani Ketua DPP Partai Demokrat Ruhut Sitompul dan Anggota Dewan Pembina Demokrat Hayono Isman yang rela dipecat partainya demi mendukung calon terbaik untuk ibukota, Ahok.

Habiburokhman... Habiburokhman...tampangmu preman tapi wajahmu eman-eman


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.