iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Oikumene Tak Melulu Selebrasi

oikumene_tak melulu_selebrasi
Ilustrasi: Internet
Di Indonesia ada dua agama Kristen yang diakui negara, yang satu Katolik dan yang satu lagi Protestan. Puluhan tahun kedua agama yang kebetulan dulu satu itu, kini sedang berupaya kembali bersatu. Adalah sang kakak sulung, Gereja Katolik yang mengambil inisiatif membujuk sang adik untuk bersatu.

Si sulung merasa bersalah, minta maaf, lalu mengajak adiknya pulang. Ibarat perumpamaan Yesus dalam Injil, yakni kisah si anak hilang, di mana si bungsu pergi jauh dan tak ingat pulang sesaat setelah ia meminta warisan dari ayahnya.

Sebagai bapa dalam gereja, tak kurang dari Paus Yohanes XXIII, Paus Yohanes Paulus I, Paus Yohanes Paulus II, Paus Benediktus XVI hingga Paus Fransiskus yang kini menjadi pemimpin 1,2 milyar umat Katolik juga telah berupaya membujuk sang adik.

Tapi apa daya. Permintaan maaf tak mudah diterima. Ajakan dianggap basa-basi. Bahkan yang lebih menyakitkan adalah ketika Gereja Katolik, yang merupakan warisan langsung dari Simon Petrus itu malah dituduh sebagai lembaga pemerintahan setan, dan berjalan dalam lingkar triple six alias 666.

Sembari menuduh sang kakak sebagai barisan setan, si bungsu sendiri justru tak mampu membangun kesatuan antar mereka sendiri. Sejak didirikan oleh Martin Luther di Jerman pada abad ke-16, gereja protestan pun beranak pinak diluar Roma dan diluar Yerusalem.

Mungkin Yesus Kristus yang diimani sebagai Putera Allah sekalipun tak tahu persis berapa jumlah sekte Protestan. Berbagai aliran pun muncul, mulai dari aliran reformis/Lutheran, Calvinis, hingga yang aneh-anhe, seperti gerakan adventis, dan pentatonis. Tak hanya itu, banyak pula aliran yang menamakan diri sebagai kelompok karismatik, dan mereka bertebaran di seantero dunia bersama saingannya Saksi Yahova.

Gerakan reformasi yang sangat bagus oleh Marthin Luther, Yohanes Calvin, dan para dedengkot reformasi Gereja di abad pertengahan justru dihianati oleh para pengikutnya sendiri. Kritik membangun dari Luther dan Calvin untuk Gereja Katolik yang memang tak sempurna itu, kini justru dibengkokkan oleh banyak sekte Protestan hingga saat ini.

Bahkan, ketika Gereja Katolik yang secara terus menerus berupaya memperbaiki diri, mengakui kelemahan dan keberdosaan manusia yang menganutnya, Gereja Protestan malah larut dalam perpecahan demi perpecahan, dari agama formal menjadi gerekan informal.

Sayangnya, orang diluar Kristen sering tak bisa membedakan mana Protestan dan mana Katolik. Belum lagi banyak Gereja Protestan yang menuduh Katolik bukan Kristen, dan sebaliknya, hanya mereka yang beragama Kristen. 

Ya, sebetulnya anggapan ini bikin si sulung tersinggung. Tapi, sekali lagi, sebagai kakak dia harus manganju alias memaklumi.

Belum lagi, dalam hidup bernegara, terutama ketika kedua agama yang satu aliran ini diakui, bisa saja timbul masalah. Ketika orang-orang kharismatik yang liar tak terkendali menjadikan ruko, hotel, rumah, hall, bahkan lahan parkir sebagai tempat beribadah, maka masyarakat sekitar akan resah.

Terutama karena sebagian besar umat Islam yang mayoritas di negeri ini tak bisa membedakan mana Katolik dan mana Protestan itu sering menuduh bahwa semua Kristen sama saja liarnya. Mereka membangun tempat ibadah tanpa ijin, sembahyang grasak-grusuk, bernyanyi teriak-teriak dengan full sound system, bahkan lupa dengan tetangganya yang terganggu.

Lahirlah demo-demo anti Kristen di negeri yang mayoritas warganya ini adalah pengikut Muhammad ini. Selain karena persoalan ekonomi dan salah tempat untuk beribadah tadi, demo dan kericuhan pun sering terjadi karena penginjilan oleh evangelis-evangelis ke rumah umat Islam sembari menjual surga yang bisa ditebus dengan perpuluhan (10% dari penghasilan).

Kita semua tahu akibatnya. Bukan hanya tempat ibadah Karismatik dengan nama-nama sekte menakutkan itu yang didemo. Gereja Katolik dan gereja reformasi seperti HKBP, GKI, GBKP, GMI, GKPS, BNKP, GBKP, dll, juga kena imbas.

Inikah kenyataan yang terjadi di sekitar kita. Sekte-sekte liar bermunculan. Semua orang bahkan seakan-akan boleh menjadi pendeta, evangelis, Biblepro, dan "hambah allah" lainnya. Sangat jelas bahwa mereka itu tak pernah belajar Teologi dan Kitab Suci, namun mereka begitu meyakinkan menafsir isi demi isi kitab suci seturut keinginannya, dan keinginan pendengarnya.

Singkat kata, kesesatan ajaran pun semakin merajalela. Pelecehan ajaran juga tak terhindarkan. Tak hanya itu, semakin hari semakin banyak orang yang cari makan di gereja. Percaya atau tidak, seorang pendeta dari kelompok karismatik, semacam Bethany, Kemah Daud, Tiberias, Kerajaan Allah, dan semacamnya nyatanya bisa mendirikan gereja sendiri, pun mengelola keuangan yang bersumber dari persembahan dan perpuluhan para pengikutnya.

Negara kita memang terlalu baik. Mungkin saja karena di Islam sendiri juga lahir banyak aliran sebagaimana terjadi di Protestan, maka negara maklum saja.

Memang sih, apakah sekte-sekte itu sesat atau tidak, pada akhirnya bukanlah urusan kita, manusia. Bahkan ketika kita tahu sekalipun lewat literatur yang ada bahwa ajaran mereka melenceng, kita justru tak mungkin menghakimi mereka.

Hanya saja, mereka harus berhenti beranak pinak dan melahirkan sekte-sekte baru yang ekstrim bahkan radikal. Sebab, sejarah telah membuktikan agama sudah terlalu sering merancang kejahatan atas nama Tuhan versi penganutnya. Di negeri ini bahkan fakta seperti itu sudah sering terjadi. 

Biar bagaimanapun, semakin banyaknya sekte yang lahir, entah atas dasar kebutuhan ekonomis dan politis, maka dua orang bersaudara bisa saling membunuh karena beda aliran, beda majab, beda ajaran, dan perbedaan mendasar lainnya. Belum lagi ketika sekte tertentu dengan mudah menjual nabinya dengan mengatakan "Si X itu titisan Nabi Muhammad" dan "Si Y itu titisan Yesus" hanya demi uang, kekuasaan, dan legalisir kelompoknya.

Tawaran Paus Fransiskus agar semua Agama Kristen bersatu mungkin sangat berat, bahkan terlihat utopis. Namun hal itu bisa terwujud bila gereja-gereja Protestan dengan segala bentuk sektenya terlebih dahulu menyamakan ajaran mereka. Ya, mereka harus mengupayakan kesatuan antara mereka sendiri terlebih dahulu.

Artinya, kita harus melihat bahwa upaya Paus Fransiskus (Gereja Katolik) lebih pada pentingnya figur pemersatu, minimal untuk menyamakan otoritas ajaran Kristen. Itu juga sebabnya mengapa kita butuh presiden, gubernur, bupafi, walikota, dst untuk memimpin kita.

Jadi, tolong jangan jadi gereja-gereja liar, yang berpecah terus merenerus demi memperebutkan jatah APBN/APBD, bagian dari perpuluhan, atau hanya karena rebutan posisi tuan di gereja masing-masing. Toh, agama bukanlah NGO yang ruang geraknya bisa dikontrol funding/donaturnya. Sebaliknya agama bergerak leluasa dalam pengawasan Tuhan yang sama, yang kita sembah karena kebutuhan kita.

Tuhan yang memberi akal budi dan hati nurani kepada kita. Maka, mari kita memaksimalkan otak, hati dan seluruh sumber daya yang kita miliki demi mengupayakan keharmonisan dunia dan semesta. 

Benar, bahwa gereja bisa salah, sebagaimana juga agama bisa sesat. Tentu saja, karena kita manusia yang memeluknya justru tak mampu mendengarkan nurani dan memaksimalkan kemampuan akal budai yang diberikan Tuhan kepada kita masing-masing. Andai saja tahu, maka kita akan tahu sekte atau cara beragama kita itu sesat atau tidak; dan kalau udah tau sesat, ya janganlah diteruskan dong.


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.