iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Bertutur Kasar vs Omong Besar

Bertutur Kasar vs Omong Besar
Masih kuingat dengan jelas peristiwa memalukan saat kau masih umur 5 tahun. Waktu itu aku mengumpat dengan kata kasar ke arah abangku yang baru saja memukulku.

Ayah saya mendengar dengan jelas kata umpatanku. Punggungku dipukul menggunakan sapu lidi. Untuk ukuran anak 5 tahun dilibas dengan sapu lidi itu pasti sangat menyakitkan. Tak lama tangisku pun reda. Lalu ayahku menjelaskan mengapa ia begitu marah dan memukulku. Kesalahanku pertama adalah melawan abangku dan kedua mengumpat dengan kata kasar.

"Darimana kamu tahu kata kasar itu? Siapa yang mengajari?" tanya ayah. Aku menjawab polos.

"Aku sering mendengarnya dari ayah temanku yang suka marah-marah ke anaknya. Terus si temanku tadi juga selalu mengatakan kata umpatan itu ke ayahnya, ibunya, bahkan kepada siapa pun saat ia marah," jawabku polos.

Lalu ayah menggunakan bahasa seorang anak saat ia menjelaskan mengapa saya tak boleh mengumpat dengan kata kasar.

"Pertama, ayah-ibumu tak pernah mengajari kamu menjadi orang yang kurang ajar. Kedua, guru di sekolah dan guru sekolah minggu-mu juga pasti tak pernah mengajarimu mengucapkan kata-kata kasar ke orang lain. Ketiga, mengumpat dan menghina orang lain, apalagi yang lebih dewasa dari kamu adalah tindakan orang yang tak pernah diajarin oleh orangtuanya."

Sejak saat itu, hingga saat itu saya selalu teringat nasihat itu. Tak mudah melakukan nasihat ayah saya. Tetapi saya selalu berusaha untuk tidak tergoda mengumpat orang lain, apalagi dalam tulisan saya. 

Benar bahwa godaan terbesar untuk mengungkapkan kekesalan dengan nada marah dan kasar adalah saat berhadapan dengan segala omong kosong dan tidak berdasar dari kelompok bumi datar, terutama yang ngotot dengan kebodohan mereka saat memojokkan Presiden Jokowi, Ahok dan pejabat-pejabat lain yang secara nyata bekerja dengan tulus untuk Indonesia.

Itu sebabnya, sebelum mempublikasikan sebuah postingan saya selalu berupaya membaca ulang sejenak dan menyunting kata-kata yang tergolong kasar tadi.

Maka ketika melihat anak-anak yang bertutur kasar kepada orang dewasa, saya selalu mengelus dada dan mengingat nasihat ayah saya.

Begitu juga saat membaca atau mendengarkan omongan-omogan yang tak pantas dari beberapa pejabat publik dan tokoh agama yang anti-pemerintah, saya tak lupa mengingat nasihat ayah saya tadi: bisa jadi mereka memang tak punya orang tua yang mengingatkan mereka di masa kecilnya".