iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Apa urusan-Mu dengan Hidupku

Apa urusan-Mu dengan Hidupku

Pada dasarnya, semua orang tak mau diusik kenyamanan hidupnya. Di media sosial kita sering membaca curhat beginian: "Ngapain sih kamu urusin hidup ku? Toh hidup, hidupku sendiri ini. Jadi urus saja dirimu sendiri."

Padahal postingan orang bersangkutan di atas justru telah meresahkan teman-teman medosnya. Bagaimana tidak, kolom komentarnya akan berisi kutukan, penghiburan, bahkan hasutan untuk melawan orang yang dimaksud.

Apakah postingan model begini harus dibiarkan?

Di musim pilkada, urusan kenyamanan juga selalu ramai di media sosial. Misalnya, ketika seseorang timses salah satu cagub posting begini,

"Ngapain juga kalian pusing saat cagub jagoan kami minta doa dan berkat dari pendeta atau pastor? Terus, apa uruan kalian saat cagub kami yang sedang didoakan tadi dipublikasi di koran? Toh, koran juga, koran punya cagub kami.

Si anggota timses di atas lupa bahwa lewat "parade minta doa" yang dipublikasikan di koran atau media online mereka, bahkan dengan judul mentereng, "Gereja A, Gereja B, Gereja C, Gereja D, dst secara resmi mendukung Cagub X" telah meresahkan umatnya si pendeta atau si pastor bersangkutan.

Dia lupa bahwa model beli berkat begituan (jangan bohong dan bilang tidak menyerahkan 'sumbangan' atas berkat itu) bisa meresahkan bahkan memecah belah umat si pendeta / pastor tersebut?

Toh tak bisa dipungkiri bahwa ada sebagian dari umat si pendeta/pastor tadi adalah pendukung cagub lain.

Apakah postingan model begini harus dibiarkan?

Di zaman ini orang emang sangat getol memperjuangkan kenyamanan hidupnya masing-masing. Tapi sangat jarang orang memperjuangkan kenyamanan bersama. Tak terkecuali di grup media sosial sekalipun.

Kita sering lupa satu hal: di saat sebuah "komunitas" begitu mudah dibangun di WA, Telegram, LINE, dst maka komunitas itu juga mudah hancur dan berantakan.

Sebut saja begini, Si X anggota grup Oon, tapi postingan salah satu anggotanya bernama si Brokokok selalu nyerempet dan menyindir anggota lain yang suka hipokrit alias munafik.

Sebagian besar anggota grup lain pun merasa terusik kenyamanannya. Akun si Borokok pun dibanned alias langsung dikeluarkan dari grup. Anda tahu, kekecewaan Borokokok tentang Grup Oon yang memecatnya akan diwartakan di group baru yang dimasukinya. Begitu biasanya terjadi.

Sungguh tak ada hidup yang sungguh nyaman di dunia. Benar, bahwa ada orang yang merasa nyaman dengan dirinya, tetapi belum tentu orang lain nyaman dengan keberadaannya.

Di titik inilah kita mengerti mengapa "persahabatan" di internet begitu cetek. Tentu saja, karena persahabatan maya di dunia maya bisa kita dapatkan dengan mudah. Modalnya cuma jemari tangan, ponsel terkoneksi internet, punya kuota yang cukup.

Di sisi lain, orang yang hidup di era millenial tapi tak punya smarphone, apalagi tak punya kuota internet akan digolongkan sebagai orang yang tak gaul dan tak punya komunitas.

Di komunitas-komunitas berbasis internet bentukan warganet itu bisa saja menjadi gerbang pencarian kenyamanan diri, minimal kesenangan pribadi. Tetapi serentak tak ada jaminan bahwa Anda akan selalu nyaman di sana.

Injil Matius 1:21-28 sekan menegaskan bahwa kita yang hidup di jaman serba digital ini sangat takut dan mudah ciut saat dikritik, dimarahi, disindir, bahkan dihajar dengan kalimat-kalimat yang isinya justru membangun kematangan pribadi kita.

Gugatan roh jahat kepada Yesus yang ingin mengusirnya dari seorang yang ia rasuki adalah gugatan kita kepada orang yang dengan tegas dan lugas mengkritik kejelekan kita:

"Apa urusan-Mu dengan kami, hai Yesus orang Nazaret Engkau datang hendak membinasakan kami? Aku tahu siapa Engkau: Yang Kudus dari Allah." Atau dalam bahasa media sosial, "Emang kamu siapa? Kenapa kamu tiba-tiba sok hebat?"

Nah, kepada orang-orang model ini, kita boleh mencontek gaya Yesus yang menghardik roh jahat tadi, "Diam, keluarlah dari padanya!" Siapa tahu, ketidaksediaan orang untuk diluruskan itu memang maunya setan. Ha ha ha ha...

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.