iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Turun Gunung

Turun Gunung
Sebuah pengalaman yang tak terungkapkan dengan kata-kata. Itulah yang dialami oleh Petrus, Yakobus dan Yohanes saat menyaksikan perubahan rupa Yesus: wajah-Nya bercahaya seperti matahari dan pakaian-Nya menjadi putih bersinar seperti terang (mat 17:2).

Tak hanhya itu, di atas Gunung (Tabor) itu mereka disuguhi drama singkat tentang kebahagiaan yang akan dialami yesus setelah ketematiannya, tentu setelah mengalami pendertiaanNya di salib. Tiba-tiba saja muncul Musa dan Elia, berdiri mengapit Yesus.

Yesus, Musa dan Elis tampak oleh para murid sedang berbincang akrab diselimuti cahaya terang nan benderang.

Panggung kemilau cahaya silau itu memang cuma terjadi sekejap. Tidak lama. Namun bagi ketiga murid yang selalu setia mendampingi Yesus, tampilan drama satu babak itu sungguh berkesan itu pemandangan tadi sungguh agung, hingga mereka hanya bisa tertegun penuh kagum. 

Sedemikian terpesonanya hingga Petrus langsung menawarkan untuk mendirikan 3 pondok di situ, masing-masing satu untuk Musan dan Elia dan satu lagi untuk Yesus. Petrus jelas tak mau melewatkan peristiwa penampakan itu.

Ia ingin berlama-alam di sana. Ia sungguh terbius dalam pengalaman spiritual yang sangat mendalam.  Sepintas Petrus malah norak dan lebay ! hehehe...

Begitulah manusia. Sungguh tak mudah mengeluarkan orang dari kebahagiaanya. Ibarat seorang istri yang sungguh mengalami kebahagiaan bersama suaminya, pasti tak mudah mengajaknya keluar dari situasi itu. Demikian sebaliknya, bila suami sungguh bahagia hidup bersama istrinya. Perselingkuhan pasti tidak akan menyentuh hidup rumah tangga mereka. 

Begitulah peziarahan iman kita. Terkadang ada masa sulit tapi juga ada masa di mana kita sungguh menikmati pengalaman rohani semacam itu. Pemikiran Petrus di satu sisi sama dengan pemikiran modern yang selalu berorientasi pada hasil, dan bukan proses. Keterpanaan itu lantas menggiring Petrus untuk berlama-alam di tempat itu. 

Ya, begitula logika menjadi sirna tertutup rasa. Yang ada di benak Petrus hanyalah rasa. Sebuah rasa yang sangat subyektif., yang pada akhirnya tidak bisa diperdebatkan (gestibus non disputantur).

Pengalaman dan output dari pengalaman Petrus di atas sungguh merupakan miniatur dari ke-diri-an kita sebagai manusia. Kalau kita ditanya, “Apa yang kaucari? Hampir pasti semua orang akan mengatakan “ingin mengalami kebahagiaan”. Seluruh usaha dan karya, dengan demikian, dimaksud demi mencapai kebahagiaan itu.

Inspirasi: Kej 12:1-4; 2 Tim 1:8-10; Mat 17:1-9


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.