iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Penjual-Pembeli vs Hamba-Raja

Penjual-Pembeli vs Hamba-Raja
Ilustrasi: Koleksi Foto Lusius Sinurat
Beberapa waktu lalu saya ke sebuah Plaza di kota Medan. Saya mendatangi barisan toko-toko yang secara khusus menjual barang-barang elektronik. Saya ingin membeli modem internet. Maklumlah modem lamaku satu hilang dan satu lagi dipinjam teman hingga rusak.

Pembeli adalah raja bagi si penjual, tapi juga sekaligus hamba bagi dirinya sendiri. Bagaimana tidak, setiap pedagang memanggil kita, “Bang, beli di sini aja. Boleh lihat-lihat aja kok.”

Di sisi lain saya tak ingin tertipu dalam membeli barang. Itu yang saya lakukan saat itu. Aku sudah niatkan dari rumah untuk membeli modem dengan merek tertentu. Sebelumnya saya sudah mencari spesifikasi (spec) dan harga lengkap dari barang tersebut.

Tak heran ketika beberapa pedagang dari toko berbeda menyebut harga barang tersebut dengan jumlah berbeda untuk produk yang sama, maka aku langsung meninggalkan toko mreka.

Tiba-tiba saja aku lihat satu counter yang khusus menjual modem yang kuinginkan.

“Saya mau beli modem xxx dengan harga 300k, plus kuota 20k supaya bisa aktif langsung 60 hari.”

Sang penjaga toko hanya senyum sambil menjawab, “Abang sudah tahu harga dan spec barangnya ya. Oke, saya aktifkan langsung ya bang.”

Kebanyakan laki-laki, sebelum pergi ke toko atau berbelanja, selalu sudah merencanakan mau membeli apa dan kira-kira harganya berapa. Sangat jarang laki-laki berbelanja secara mubajir alias tak terencana, sebagaiman sering dilakukan kaum perempuan.

Efektivitas dan efisiensi sangat penting bagi laki-laki saat ingin membeli sesuatu. Lain halnya dengan perempuan yang kerapkali out of control saat berbelanja. Tapi bukan itu yang hendak saya bagikan dalam tulisan ini.

Kembali ke jajaran toko di mall tadi. Kira-kira, kenapa ya para pedagang selalu menawarkan barang jualannya dengan mengatakan kalimat berikut ini: ‘Di tempat lain jauh lebih mahal, dan kami hanya menjual dengan harga pas’?

Apakah lantas setiap pedagang itu memiliki perbedaan dalam mencari untung?Lalu, apakah arti “berusaha” dalam konsep pedagang sama artinya dengan keberhasilan menjual sebuah produk dengan harga yang lebih tinggi dibanding harga di toko lain?

Bisa jadi ini hanya soal seni. Ya, seni berdagang. Tepatnya bagaimana seorang pedagang sangat tanggap psikologi pembeli (lokal) yang selalu menawar sebelum membeli. Sebaliknya pembeli selalu tahu bahwa si pedagang pasti menaikkan harga sebelum transaksi terjadi.

Apa pun itu, saya selalu mengagumi para pedagang, terutama ketika mereka selalu mengatakan, “Saya tak mengambil banyak untung” disaat mereka “sebetulnya telah mendapatkan banyak untung”.

Hm... apa itu artinya seorang pedagang adalah pembohong ? Tunggu dulu. Dari sudut teoretis, khususnya dalam ilmu ekonomi, pedagang itu tak berbohong. Sebab, begitulah para pedagang mencari nafkah, yakni memiliki keteguhan hati untuk mempertahankan harga. Tujuannya, ya untuk memastikan kalau ia tak bakalah rugi sebelum transaksi terjadi. \

Itulah spirit yang kemudian menjadi motto pedagang, yakni menjual barang dagangan hingga mendapat untung tetapi serentak tak membiarkan para pembeli merasa rugi.

Rasnya, inilah makna "pembeli adalah raja”. Namanya raja pasti bervariasi dong perilakunya. Ada raja tamak, raja bijaksana, raja kejam, dst. Jadi, wajar saja si penjual harus mampu memposisikan dirinya sebagai hamba, tetapi hamba yang cerdas.

Hamba yang cerdas adalah hamba yang mampu menaklukkan hati rajanya hingga ia rela barang dagangannya terjual tanpa merasa rugi.

Mungkin saya saya tergolong raja yang kejam, hingga tak membiarkan pedagang mengambil hatiku hingga saya bersedia membeli dengan harga mahal...ha ha ha…


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.