iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Tuhan Suka Hitung-hitungan Gitu?

Tuhan Suka Hitung-hitungan Gitu?
Membaca Injil hari ini (Matius 25:14-30), kita sepintas akan digiring menjadi Pengikut Tuhan dengan gaung hidup pragmatis : "Loe bakal gue perhitungkan sejauh loe menguntungkan buat gue".

Benarkah Tuhan hendak mengajak kita menjadi orang yang hitung-hitungan pisan ? Atau, jangan-jangan Tuhan tak mau tahu, apalagi ingin mencampuri proses yang telah kita jalani dalam menggandakan talenta yang telah Ia berikan; dan sebaliknya Tuhan hanya peduli dengan hasil penggandaan itu... 

Kayak gitu gak sih. Gan? Kalau emang benar kalo Tuhan hanya peduli dengan keuntungan dari penggandaan talenta yang kita miliki, apakah itu lantas berarti Tuhan membenci setiap kegagalan yang menghampiri kita? 

Apakah memang dua kali lipat (dari modal/talenta) itu hukum ekonomi mutlak yang diterapkan oleh Tuhan... lalu, bagaimana dengan konsep untung, rugi, atau impas sebagai resiko dari tiap transaksi “jual-beli” dalam hidup kita? 

Akhirnya, mengapa si pemegan saham 1 talenta dimarahi karena ia menyimpan talentanya agar jauh dari resiko untung-rugi ? Mari kita telusuri Injil hari ini, juga dua bacaan lain sebagaimana telah ditetapkan dalam Kalender Liturgi kita !


Tuhan itu Investor Bagi Hidup Kita?

Esensi dan eksistensi hidup kita adalah bekerja. Tak heran bila St. Paulus pernah berujar bingar : "Hanya orang yang bekerja yang layak diberi makan !" 

Ini berarti esensi hidup manusia adalah bekerja (homo laborensis), dan yang kita kelola adalah modal/talenta yang telah diinvestasikan Tuhan ke dalam diri kita. Nah, dalam konteks inilah kita bisa memaklumi mengapa ada persaingan sengit dan genit dalam usaha memperjuangkan hidup kita (baca: bekerja). 

Sebagai Investor tentu saja Tuhan berharap agar hasil yang kita peroleh bisa “menguntungkan bagiNya”. Wajar dong... soalnya Tuhan telah modalin kita, bahkan sudah memberikan “trik kerja” untuk mencapainya. 

Makanya, apes banget deh kalau akhirnya “modal” itu harus ditarik dari kita dan diberikan kepada orang lain yang berhasil menggandakannya, hanya karena kita bekerja minimalis. Padahal, logikanya aja neh ya, bukan hanya Tuhan yang senang, Anda, dan banyak orang di lingkaran Anda juga akan turut senang bila Anda berhasil.


Bekerjalah dengan Baik dan Setia


Perumpamaan tentang Talenta dalam Injil Matius, juga nasihat St. Paulus kepada umat di Tesalonika membeberkan dengan lugas tentang esensi hidup kita sebagai pekerja serta bagaimana cara bekerja yang baik, setia, total dan maksimal. 

Formulanya kira-kira begini: Keberhasilan Hidup = n2 X talenta. Tuhan menghendaki agar kita tidak bekerja dengan cara yang jahat dan malas. Mari kita simak sejenak jawaban Sang Investor kepada 3 orang "pengelola modal" yang ia pecaya mengelola bisnisnya. 

Kepada dua orang yang masing-masing diberi tanggungjawab 5 talenta dan 2 talenta ia memberi pujian selangit : ".....Baik sekali perbuatanmu itu, hai hambaku yang baik dan setia, engkau telah setia memikul tanggung jawab dalam perkara yang kecil, aku akan memberikan kepadamu tanggung jawab dalam perkara yang besar. Masuklah dan turutlah dalam kebahagiaan tuanmu." (Mat 25:23). 

Kepada orang yang diberi tanggung jawab hanya 1 talenta, Sang Investor malah berang saat ia tahu bahwa modal yang diberikan kepadanya hanya disembunyikan di dalam tanah. 

Tak berhenti di situ saja, Sang Investor masih tega mengambil investasinya dan memberikannya kepada orang lain yang punya track-record "berhasil": "...Hai kamu, hamba yang jahat dan malas, jadi kamu sudah tahu, bahwa aku menuai di tempat di mana aku tidak menabur dan memungut dari tempat di mana aku tidak menanam? Karena itu sudahlah seharusnya uangku itu kauberikan kepada orang yang menjalankan uang, supaya sekembaliku aku menerimanya serta dengan bunganya." (Mat 25:26-27).

Ulasan yang sangat sederhana dan tampak mudah kita pahami. Tampaknya Tuhan itu childish alias kekanak-kanakan - yang senang kalau diberikan sesuatu dan langsung ngambeg bila ia gagal. Pokona mah nu penting bagi Tuhan ialah agar kita bekerja dengan baik dan setia.


Bekerja dengan Berjaga-jaga dan Selalu Sadar


Sejalan dengan hal ini, Paulus menambahkan, "Karena kamu semua adalah anak-anak terang dan anak-anak siang. Kita bukanlah orang-orang malam atau orang-orang kegelapan. Sebab itu baiklah jangan kita tidur seperti orang-orang lain, tetapi berjaga-jaga dan sadar." (1Tes 5:5-6). 

"Hukum Penggandaan Talenta” dengan cara kerja yang baik dan setia yang dicanangkan oleh Yesus adalah cara terbaik bagi kita, sebagai homo laboris, dalam menggapai hasil kerja maksimal. Atau dalam istilah St. Paulus, cara ini adalah cara kerja anak-anak terang.

Hari-hari ini persaingan hidup memang semakin rumit, njelimet dan ribeut; belum lagi siklus konflik yang silih berganti merayu dan menyenggol kenyamanan kita agar kita gagal dalam hidup kita. Sebagai pengikut Tuhan, kita diajak untuk selalu bekerja a la anak-anak terang, yakni cara kerja yang baik dan setia. 

Artinya, menjadi pengikut Tuhan itu harus memiliki nilai plus : Kita diajak untuk tidak hanya berorientasi pada hasil kerja yang mulus tapi digapai dengan akal bulus; tetapi juga menjadi "pekerja handal dan maksimal" dalam usahanya menggapi keberhasilannya”. 

Ada banyak orang mempertahankan dan menempuh tujuan hidupnya dengan berbagai cara, mulai dari mereka yang berusaha dengan jujur hingga mereka yang hanya menjual penampilan fisiknya. Lantas, siapa yang akan memenangkan pertandingan itu ?

Amsal menyindir kita yang berusaha setengah-setengah, yang hanya mempertontonkan apa yang melekat dalam tubuh kita (apa yang kita miliki) tanpa pernah menggali dan mengolah potensi yang mereka miliki demi kebahagiaan diri dan sesamanya. 

Tipe orang yang hanya mengandalkan “traksaksi wajah”ini pada akhirnya akan terlempar dari persaingan hidup di dunia nyata. Tetapi sebaliknya mereka yang bekerja dengan “takut” (baca: kagum) kepada Tuhan hingga berususah payah bekerja dengan baik dan setia akan tetap bertahan dalam persaingan tersebut. 

Kata Amsal: "Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji. Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang!" (Ams 31:30-31).

Bekerjalah Sebagai Anak-anak TerangSeturut ajakan Yesus, mari kita kembali pada esensi dan eksistensi hidup kita sebagai manusia yang bekerja dan berjuang demi hidup yang sempurna, yakni hidup diperjuangkan. 

Hidup yang sempurna itu tidak terletak pada apa yang bisa kita beli atau kita jual. Yesus mengajak kita menjadi “penawar” bagai dunia yang doyan menjual segala: apa saja dijual, termasuk harga diri sekalipun. 

Sebagai pengikut Tuhan kita diajak menjadi “Anak-anak Terang” yang siaga meng-counter dunia yang sedang dipenuhi kemasan ber-merk. Pada akhirnya, sebagai anak-anak terang, kita diajak tak mudah larut-hanyut dalam dunia penuh intrik, melainkan turut memperjuangkan kebahagiaan, baik kebahagiaan kita secara personal (bonum privatum) maupun kebahagiaan sesama di sekitar kita (bonum communium). 

Caranya, ialah dengan berlaku bak Anak-anak Terang yang menjauhkan diri dari kemalasan dan kemungkaran diri.

Yesus mengajak kita agar bekerja berlandaskan kedekatan kita kepada Allah, dan bukan kedekatan dan kelekatan kita dengan harta atau uang yang dicari dengan cara curang. 

Uang atau harta bisa dicari, tetapi kebahagiaan tak akan mungkin terbeli, bahkan di saat orang bergaya hidup melimpah ke sana ke mari mencari nikmat dan berkeliling ke tiap negeri. Buktikan saja ! Tanyakan kepada mereka apakah mereka sungguh bahagia? 

Hanya mereka yang mendapatkan harta dengan cara "terang" saja yang bisa menikmati hartanya dengan cara yang "terang" pula. Maka jangan heran, bahwa kekayaan tak pernah dibenci oleh Allah, asal kekayaan itu diperoleh dan dipergunakan seturut kehendak Allah: ad bonum privatum et bonum communium !

Ingat, Allah tak pernah mardingkan (baca: mardikkan = berlaku tak adil) kepada semua ciptaanNya. Maka kita pun diajak, dalam memperjuang hidup ini untuk "dang olo mardingkan" (tidak mau pandang bulu) dalam “melipatgandakan talenta yang kita terima dariNya” di tengah dunia. 

Sebab, sejalan dengan Kitab Amsal, hasil tangan dan perbuatan kita lah yang akan dinilai Allah; bukan kemolekan yang kita jual demi mendapatkan kebahagiaan itu. Selamat berjuang ! Merdeka ! Hehehehe...

Inspirasi: Ams 31:10-13,19-20,30-31, 1Tes 5:1-6, Mat 25:14-30


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.