iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

"Bagaimana Mungkin Hal itu Terjadi?"

"Bagaimana Mungkin Hal itu Terjadi?"
Jawaban Bunda Maria atas ajakan Allah yang disampaikan oleh malaikat Gabriel menjadi titik awal lahirnya Juruselamat pada hari ini, "Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?" (Luk 1:34) menjadi gugatan bernada kepolosan dari seorang Maria atas panggilannya menjadi media keselamatan Allah.

Pertanyaan ini menjadi representasi kegelisahan dari seorang wanita yang emosional sekaligus realistis. Pada kenyataannya wanita memang jauh lebih emosional sekaligus lebih realistis dibanding kaum pria. Setuju atau tidak setuju, kaum pria harus menerima kenyataan ini. Hehe...


Kegelisahan Diri Seorang Wanita

Dengan menyebut gugatan Bunda Maria di atas sebagai ekspresi yang realistis, saya sebagai ketua panitia ingin mengajak para ibu-ibu WKRI dan para udangan untuk turut larut dalam gerak perwujudan keselamatan yang ditawarkan Allah melalui seorang wanita bernama Maria.

Dengan gugatan tersebut Bunda Maria telah menjadi Bunda Penyelamat. Inilah kenyataan yang diterima oleh Maria sebagai seorang wanita yang selalu peduli hal-hal kecil sekaligus takjub pada instruksi Sang Ilahi. Kedua poin inilah yang hendak saya bagikan kepada Anda dalam memaknai Natal sebagai seorang WKRI.


Wanita Selalu Peduli dengan Segala Hal Remeh-Temeh

Kepedulian kita sebagai wanita terhadap hal-hal kecil terkadang dipandang berlebihan oleh kaum pria. Tapi benarkah ? Coba deh, bapak-bapak yang ada di sini ingat saat (persiapan) Perayaan Natal dan Tahun Baru yang baru saja berlalu.

Siapa yang paling pusing dengan pakaian dan segala keperluan anak yang akan tampil pada perayaan Natal ? Siapa yang peduli dengan makanan khas yang hendak disantap pada perayaan puncak Natal ? Mata siapa yang jelalatan bila kasula imam kusut dan lusuh ?

Dan jangan lupa loh, semua ornamen indah di altar itu tak lain tak bukan adalah hasil kerja ibu-ibu, termasuk ibu-ibu WKRI. Tapi Anda tahu, betapa hal-hal kecil tadi sangat mempengaruhi kusyuk dan syahdunya perayaan Natal.

Sungguh tidak mengherankan kita semua bahwa di Gereja Katolik, kaum wanita jauh lebih banyak yang betah di gereja dibanding kaum pria. Maka, sebagaimana Maria menanggapai penuh kelembutan dan kepasrahan atau panggilannya sebagai ibu bagi setiap kaum bangsa, demikianlah setiap wanita Katolik dipanggil menjadi “pintu” keselamatan lewat perannya yang mulia itu.

Di dunia ini yang ada hanya Hari Ibu loh [setiap tanggal 22 Des]; Hari Bapa enggak ada tuh hehehe). Secara khusus pemazmur pun memuji peran wanita dengan ungkapan indah dan bernas: “Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati.” (Mzm 97:11).


Wanita Selalu Takjub pada Instruksi Sang Ilahi

Keselamatan seringkali justru hadir di titik nadir kesulitan hidup manusia. Allah selalu bertindak di saat kita terpuruk dan terperosok ke dalam kegelapan dunia. Paulus memproklamasikan hal ini kepada Titus:
“Tetapi ketika nyata kemurahan Allah, Juruselamat kita, dan kasih-Nya kepada manusia, pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmat-Nya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus, yang sudah dilimpahkan-Nya kepada kita oleh Yesus Kristus, Juruselamat kita, supaya kita, sebagai orang yang dibenarkan oleh kasih karunia-Nya, berhak menerima hidup yang kekal, sesuai dengan pengharapan kita.” (Tit 3:4-7).
Para wanita selalu banyak bertanya “Bagaimana hal itu terjadi?” demi meminimalkan kesalahan dalam bertindak. Di titik inilah seorang wanita selalu berusaha mengakui kelemahannya sekaligus mengagungkan kekuatan Allah dalam dirinya: "Sesungguhnya aku ini adalah hamba tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu."

Saya tidak bermaksud untuk mengatakan bahwa wanita begitu mudah tergoda oleh buaian kata-kata manis dari para pria. Buktinya, tak satu pun ibu-ibu yang kepincut dengan sapaan lembut dari pemimpin rohani kita, Kaum pria.

Ya, seorang wanita“tidak mau terlalu ambil pusing dengan merasionalkan hal-hal yang memang tidak rasional”. Tentu saja ini berbeda dengan kaum pria yang terkadang berdalih di kala selingkuh, mengeluh agar istri selalu siaga turut berpeluh. Lantas bagaimana dengan kita para ibu WKRI DPD Jawa Barat ini?


Menghadirkan Kembali Keselamatan di Sekitar Kita

Perayaan Natal adalah perayaan keselamatan yang hadir atas inisiatif dari Tuhan sendiri. Perayaan ini mengajak kita para wanita untuk menghadirkan kembali keselamatan di sekitar kita.

Injil Lukas menegaskan kepada kita bahwa wanita masih punya rasa haru dan cinta pada hal-hal di luar kemampuannya. Itulah yang tampil dalam keharuan Maria saat mendengarkan jawaban Malaikat Gabriel :
"Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil."
Bagi wanita, bukti memang sangat penting, tetapi dalam setiap kasus yang melibatkan anak -anak dan suami, seorang wanita bisa saja berpasrah: “Oke deh. Jangan dilanjutkan lagi. Aku setuju saja.” Bagi seorang wanita seakan tak ada tidak ada kata mustahil bila itu demi kebutuhan anak dan sumai, atau demi keluarganya.


Kehendak Tuhan akan Terjadi

Keselamatan pada dasarnya beranjak dari Kompromi antara Allah dan kita, manusia. Dalam pengalaman Bunda Maria tampak jelas bagaimana Allah berkompromi dengan manusia dalam misiNya untuk menyelamatkan manusia itu sendiri.

Di satu sisi kita sadar bahwa kehendak Tuhan akan terjadi bila memang Tuhan menghendakinya; tetapi di sisi lain kehendak Tuhan hanya akan terjadi bila ada kesediaan manusia menerimanya di dalam iman.

Inilah yang diproklamasikan Yohanes pada tulisan awal Injilnya: Pada mulanya adalah Sabda, dan Sabda itu bersama-sama dengan Allah dan Sabda itu adalah Allah.

Yesus, Sang Sabda telah menjadi manusia berkat jasa kita manusia, dan sungguh tak bisa kita kesampingkan sosok wanita bernama Maria, yang telah mewujudkannya lewat perannya sebagai Bunda Yesus.


Perayaan Natal Momentum Interupsi Penyelewengan Peran Wanita

Mari kita jadikan momentum Perayaan Natal bersama ini sebagai momentum yang menginterupsi penyelewengan peran kewanitaan kita, namun serentak juga sebagai momentum yang menggugah kepedulian, pengakuan, dan kemampaun kita sebagai seorang wanita yang dianugerai Tuhan untuk menghadirkan keselamatan dalam keluarga kita, lingkungan kita, dan di tengah masyarakat kita.

Sebagai penutup sambutan ini saya mengutip Yesaya 62: 11b
“...... Sesungguhnya, keselamatanmu datang; sesungguhnya, mereka yang menjadi upah jerih payah-Nya ada bersama-sama Dia dan mereka yang diperoleh-Nya berjalan di hadapan-Nya.“
Keselamatan yang memang bukan pertama-tama perkara hadiah dari Tuhan. Keselamatan itu juga harus diperjuangkan, minimal berjuang untuk menanti realisasinya sembari dibarengi ketenangan dan kesiapan hati yang mumpuni.

Akhirnya, semoga kelahiran Yesus menjadi semangat yang tiada henti menyuarakan kelembutan dan kesederhaan hati yang didasari Roh Kristus; sebagaimana bayi Yesus pun lahir dalam kesederhanaan.

Biarlah kesederhanaan Natal senantiasa menginterupsi kita agar kita sungguh menjadi wanita-wanita pilihan, yakni wanita yang “Bersukacitalah karena TUHAN, hai orang-orang benar, dan nyanyikanlah syukur bagi nama-Nya yang kudus.” (Mzm 97:12); karena "Terang sudah terbit bagi orang benar, dan sukacita bagi orang-orang yang tulus hati" (Mzm 97:11).


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.