iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Republik Fesbuk

Namanya Fesbuk. Begitu ejaan dan tulisan resmi untuk salahsatu wahana akun sosial "facebook" bila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Orang Indonesia memang menggemari Facebook. Konon katanya menduduki peringkat pertama untuk pengguna Fesbuk di Asia. Luarbiasa!!!

dia lain. Tetapi serentak aku juga masih fanatik dengan fasilitas email dan bercakap-cakap via ponsel. Di atas semua itu, aku jauh lebih suka bertemu dan berteman dengan manusia secara nyata, di dunia nyata.

Bicara masalah 'kegunaan' Fesbuk di negara kita ini memang sangat luarbiasa. Para pejabat dan artis-artis boleh pamer celotehannya di Twitter, Path, Instagram dan sejenisnya; tetapi serentak mayoritas masyarakat Indonesia lebih afdol 'bunyi' di Fesbuk.

Tak jarang fesbuk menjadi representasi kondisi nyata. Sering terjadi, saat pertama bertemu seseorang, lalu orang tersebut tiba-tiba mengatakan, "Aku kenal kamu loh, cuma kamu aja yang lupa!" Usut punya usut, ternyat dia 'teman' saya di media sosial, ya... di mana lagi kalau bukan di Fesbuk?


Itu baru yang personal. Sebab 'bom'nya fesbuk jauh lebih dahsyat dari sekedar urusan personal. Di akun fesbuk saya misalnya, setiap hari begitu banyak permintaan untuk menyukai halaman (fanpage) dan grup (group). Kalau pada fasilitas fanpage seseorang bisa mengontrol postingan-postingannya, maka tidak demikian saat ia bergabung atau mengelola sebuah Grup. 

"Grup" fesbuk bahkan tak jarang bertumbuh menjadi semacam kelompok masyarakat tertentu dengan aturan main tertentu pula. Tak jarang juga ada "grup" yang memang mensyaratkan ekslusivisme. Maka ada grup tertutup, semu terbuka, dan sangat terbuka.

Menarik bahwa setiap anggota grup adalah 'keluarga', tetapi dengan syarat setiap anggota mematuhi tata aturan yang berlaku di grup itu. Sebab, bila tak mengikuti, bersiaplah untuk dibanned atau diblokir dari 'tatanan masyarakat' mereka sendiri. Kenyataan ini bahkan sering berdampak negatif, terutama bagi si 'korban' yang telah di-86-kan oleh adminnya.

Di beberapa grup yang aku ikuti, terutama di grup di mana saya menjadi salah satu admin di dalamnya, saya sering dikejutkan oleh postingan-postingan yang samasekali tidak berkorelasi dengan TORnya grup tersebut, bahkan malah jualan atau sekedar membagikan tulisan/status/berita dari akun orang lain. Dalam kasus seperti ini, para admin biasanya berdiskusi lewat fasilitas "chat" internal mereka untuk bersidang apakah si orang bersangkutan harus diblokir atau diberi peringatan terlebih dahulu.

Fenomena ini tentu sangat menarik. Ada dua poin penting yang bisa aku paparkan di sini. 
Dalam konteks sosial, fesbuk telah berubah menjadi representasi dari komunitas masyarakat secara nyata. Ini terjadi di negara tercinta ini. 
Seringkali terjadi bahwa seseorang disebut masyarakat hanya bila turut sama aturan main yang diundangkan oleh admin grup tersebut. Tindakan blokir memblokir ini ibarat tindakan masyarakat adat di jaman baheula yang mengusir anggota masyarakat yang tak lagi berjalan dalam rel aturan adat.

Dalam konteks demokrasi, fesbuk bahkan sudah berubah sebagai sebuah negara dalam negara. Di grup-grup fesbuk sistem politik, pemilu, pilpres, pemilukada dan sistem tata pemerintahan sekalipun bisa dikontrol lewat fesbuk, tentu oleh para kabinet fesbuk, yang biasa kita sebut sebagai admin. 

Para admin inilah yang menjadi pejabat formal bagi masyarakatnya di fesbuk. Tugasnya bahkan sama dengan tugas kepala negara yang bergerak ke mana pun, yakni sebagai kontroler masyarakat atau pengendali arah hidup orang banyak.

Begitulah fesbuk sudah seakan menjadi dunia nyata bagi para penggunanya. Terkadang tak tampak lagi batasan antara yang nyata dan semu di sana. Orang Indonesia memang hebat sekaligus paradoks!

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.