iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Bikin Mikir atau Tak Habis Pikir

Aku tak ambil pusing dengan omongan para politisi. Karena bagi mereka omongan tak lebih dari sekedar angin lalu, dan janji tak lebih dari angin duduk yang mengakibatkan kematian mereka sendiri.

Aku tak mau pusing dengan lakon para politisi, bahkan ketika mereka ngotot memaksakan dirinya menjadi pemandu terbaik bagi rakyat di negeri ini, dan yang lain tak lebih daripada orang-orang pecundang.

Pendeknya, aku tak peduli dengan pikiran, perkataan dan tindakan mereka. Sungguh aku tak peduli. Bukan pertama-tama karena aku pesimis dan skeptis pada negara ini. Bukan juga karena aku seorang golput sejati. Aku pastikan bahwa sikapku ini bukan ekspresi cuek-ku atas apa pun yang ada di negeri ini.

Aku hanya percaya segala hal baik yang dikatakan dan dilakukan orang baik, entah itu dilakukan seorang pemulung, tukang beca, konseptor, akademisi, professor atau profesi apa saja, kecuali politisi.
Aku mengatakan hal di atas, karena aku terlanjur hidup di negeri yang memahami politik sebagai jembatan meraup harta lewat kursi empuk kekuasaan. Hanya di negeri ini politisi lebih berkuasa daripada para pemimpin negeri.

Si A boleh jadi presiden, si B boleh jadi gubernur, atau si C boleh menjadi bupati atau si D menjadi walikota... Tapi kebanyakan dan hampir semua pemimpin di negeri ini tak lebih daripada hasil kompromi para politisi.

Bagiku... seorang politisi tak lebih dari seorang penjaja suara rakyat. Ini yang mereka lakukan saat pergantian kepemimpinan di lembaga eksekutif.

Mereka akan membeli suara rakyat dengan harga murah agar ia jual dengan harga sangat mahal kepada para calon pemimpin. Di lain tempat dan kesempatan para politisi malah mengeluarkan statement kepada si calon pemimpin bahwa ia tak layak jual agar si calon bersangkutan membayar para politisi itu dengan harga mahal.

Demikianlah para politisi tak lebih dari sekedar pedagang manusia pemburu kuasa. Lewat partainya mereka menjual mahal sebuah idealisme kepada calon pemimpin sembari menjanjikan bahwa partai merekalah satu-satunya jalan terbaik menuju kursi kekuasaan.

Ini yang dilakoni para politisi. Mereka tak lebih dari pelaku kejahatan, yang menjual manusia kepada manusia lain. Kalau mau jujur,para politisi di negeri ini tak jauh berbeda dari apa yang dilakukan oleh pelaku perdagangan manusia. 

Kaum politisi di negeri ini juga bak mami-mami atau germo penjual PSK- yang merasa punya wewenang untuk mengatakan siapa yang paling hebat memberi layanan kepada para pelanggan.

Ringkasnya, bagi para politisi, pemimpin rakyat tak lebih dari seseorang yang memperkaya kelompok mereka -  tanpa peduli dari mana saja sang kurir mereka mencari harta.


*****


Lantas apakah harus kukatakan bahwa aku seorang penganut paham pesimisme atau pemuja gerak kaum skeptik? Tidak. Sesungguhnya aku menyukai cara berpikir dan gaya berbicara kaum politisi. 

Bagiku gerombolan politisi itu ibarat kumparan penghasil listrik tegangan tinggi, atau jaring laba-laba yang tak menemukan awal jejaring itu bermula. 

Aku menyukai cara kaum politisi menuntaskan satu perkara. Mereka suka menipu pendengar lewat kata dan tindakannya. Mereka cerdas membohongi hatinya demi tampilan yang apiknya sebuah janji. Kelihaian seorang politisi justru ada pada permainan karakternya yang sekaligus antagonis dan protagonis.

Aku menyukai politisi karena mereka adalah kaum abu-abu yang tak betah tinggal di dunia putih atau di dunia hitam. Seorang politisi bukan putih atau bukan hitam. Tak jarang mereka berada di kedua-duanya sekaligus; kendati mereka paling nyaman di dunia abu-abu.

Para politisi ini menantangku untuk berpikir lebih cerdas dari mereka. Para politisi juga merangsang otakku untuk menyeleksi hal yang logis atau tidak logis, mana saja peraturan yuridis yang humanis atau mana saja aturan yang pro-kejahatan.

Akhirnya, inilah yang aku sukai dair para politisi.....
sebab mereka mengajakku berpikir
tentang apa yang mereka tak sempat pikirkan,
bahkan keberadaan kaum politisi 
sering membuatku tak habis pikir!