iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Memaknai Pilihan Hidup

Memaknai Pilihan Hidup
Hari-hari ini calon siswa (SD, SMP, SMA) dan calon mahasiswa (Perguruan Tinggi), pun para pencari kerja mengalami masa-masa memilih salah satu pilihan dari berbagai pilihan yang tersedia.

Entah dalam hal memilih sekolah/universitas, jurusan, perusahaan, dst. Dari antara mereka ada yang langsung yakin dengan pilihannya, tapi ada juga yang dihantui keraguan. Syukur bahwa banyak juga merekadari yang (sangat) yakin dengan pilihan meraka.

Namun, tak sedikit juga yang ragu, pusing tujuh keliling, dilematis, bahkan sampai dilanda stress berlebihan.

Tulisan pendek ini tidak dimaksud sebagai tips satu-satunya untuk memilih sekolah, perguruan tinggi, pekerjaan, dll. Saya hanya memaparkan hal-hal yang saya amati di lingkungan kaum muda yang saya dampingi; dan dari mereka lah saya 'terpaksa" memberi masukan sebagaimana mereka harapkan.

Saya merasa ada yang kurang bila tulisan ini tidak juga saya bagikan bagi Anda. Mudah-mudahan tulisan berguna....dan bisa meyakinkan Anda dalam keraguan untuk memilih.


1. Pilihan itu Bukan Mimpi !

Mengacu kepada Levinas, sebuah pilihan selalu terkait dengan imaji, persepsi, pikiran dan perilaku. Dari keempat unsur inilah terbentuk kesadaran akan obyek yang diimpikan atau dipilih (imaji), pemahan yang muncul ketika Anda memilihnya (persepsi), ruang atau wadah yang melatarbelakangi piluihan tersebut (pikiran), dan bagaimana Anda menggabungkan ketiga hal di atas (imaji, persepsi dan pikiran) dalam perilaku keseharian Anda. Maksudnya? Sabar.... baca lagi dong yang berikut ini.


2. Purifikasi Pilihanmu !

Bila seorang calon mahasiswa memilih Jurusan Tehnik Informatika, misalnya, maka diandaikan ia tahu sedikit banyak tentang komputer. Bila seorang siswa yang baru naik kelas II memilih jurusan IPA, diandaikan nilai bidang studi IPA-nya lebih optimal dibanding jurusan IPS. Kita tentu sangt paham dengan hal ini. Tapi masalahnya, nilai yang tertuang dan pengetahuan yang cukup tidak 100% memetakan pilihan seseorang itu cocok atau tidak cocok, pas atau tidak pas.

Maka, untuk mengatasi keraguan akan pilihan itu, penting untuk memurnikan (purification) pemahaman akan pilihan itu dan tindakan yang mengarah ke sana. Proses pemurnian di sini terdiri dari dua, yakni justification (justifikasi, pembenaran) dan falsification (falsifikasi, rekonstruksi realitas, berani salah, looking for something beyond).

Dalam justifikasi, seseorang cenderung minta pendapat, saran, masukan dari orang lain tentang pilihannya, terutama dari mereka yang sudah berpengalaman di bidang tersebut. Sedangakan pada tahap falsifikasi, seseorang dengan berani meyakini bahwa apa pun yang dipilihnya adalah sesuatu yang diyakininya sebagai sebuah tantangan.

Oleh karenanya, ia akan dengan berani mengambil resiko dan bertanggung jawab atas pilihannya itu. Namun, perlu diingat bahwa kedua tahap pemurnian itu sama-sama ingin meyakinkan seseorang untuk menentukan pilihannya.

Akhirnya, seseorang harus sungguh memiliki keasadaran penuh kan pilihannya itu. Kesadaran yang saya maksud ialah kemauan dan keberanian untuk menghipotesa/menguji "yang tidak nyata" (apa yang Anda pilih) menjadi nyata dalam imaji, persepsi, pikiran dan tindakan Anda. 

Ini ibarat Anda menikmati sebuah lukisan. Misalanya ketika Dan Brown (penulis novel Davinci Code) menatap secara teliti lukisan Perjamuan Terakhir, ia memunculkan sesuatu yang baru: yang disamping Yesus bukan Yohanes, murid yang dikasihi Yesus, melainkan Maria Magdalena, si pelacur yang bertobat. 

Tentu, lukisan itu 'mati', hanya sebuah perpaduan warna-warni di atas kanvas. Akan tetapi Dan Brown mencoba menafsir (kendati sangat subyektif) dan menghidupkan lukisan itu. Demikian halnya dengan pilihan (baca; cita-cita). Ia tidak nyata, tapi kita bisa berusah membuatnya menjadi nyata lewat proses pencapaian (achievement).

3. Maknai Pilihan Hidupmu !

Dari uraian di atas, kiranya jelas bahwa memaknai pilihan sama halnya dengan memaknai diri; menentukan jurusan, sekolah/universitas, pekerjaan, dst. sama halnya dengan menentukan masa depan. kembali ke terminologi 'memaknai' tadi.

Memaknai mengandaikan ada nilai yang diperjuangkan (mengapa memilih A, B, C, dst) dengan ruang bebas yang tersedia (dukungan orang tua, lingkungan, dll). Sungguh tak ada hal yang pasti dalam hidup kita, selain lahir dan mati. Tapi space waktu yang ada antara lahir dan mati seudah semestinya kita isi dengan hal-hal bermakna.

So, maknailah hidup Anda sesuai dengan bakat dan kemampuan yang diwariskan Pencipta, dengan menyadari pentingnya proses, sebagaimana hidup adalah proses kembali kepada Pencipta.

Sebab, satu-satunya cara untuk mencapai tujuan - lewat pilihan yang sudah Anda tetapkan - adalah dengan menghargai proses (to be), bukan dengan menunggu 'warisan' dari orang lain (to have).

*) Disampaikan pada tahun ajaran baru, Juni 2009 kepada OMK St. Maria Tanjung Selamat Medan


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.