iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Tahun Liturgi - Jumat Agung

Tahun Liturgi - Jumat Agung
Akar Tradisi 

Liturgi Jumat Agung sudah berkembang pada abad ke-4. Egeria melaporkan bahwa di Yerusalem orang-orang Kristen pagi-pagi telah berkumpul di Golgota untuk menghormati salib Kristus yang pada waktu itu telah ditemukan oleh Ratu Helena pada tahun 320 M. Sore harinya mereka berkumpul lagi untuk mendengarkan Passio di Yerusalem. Perayaan yang dilakukan on the spot pasti terasa akan lebih mantap. 

Liturgi mulanya hanya Kisah Sengsara. Tetapi ketika Gereja-gereja lokal memiliki reliqui Salib Kristus yang dihadiahkan dari Ratu Helena, mereka mengadakan penghormatan salib tersebut. Penghormatan Salib yang bukan reliqui baru berkembang kemudian hari. Jadi penghormatan salib pada mulanya penghormatan reliqui.

Tradisi pantang dan puasa pada hari Jumat Agung bahkan sudah ada sejak abad ke-2: Puasa selama 40 jam atau dua hari (Jumat dan Sabtu) tidak makan dan minum. St. Hipolitus memberi keringanan kepada mereka yang sakit dan wanita hamil untuk makan roti dan air saja. 

Paus Inocentius I pada abad ke-5 menegaskan bahwa para rasul pun telah melakukan puasa ini yang disebut biduum (dua harian). Berdasarkan tradisi ini Gereja masih tetap mempertahankan dan menganjurkan untuk melakukan pantang dan puasa.


Pergeseran Simbol

Upacara Jumat Agung yang lebih detail dalam tradisi Roma ditemukan pada abad ke-7. Dikisahkan bahwa Paus dengan kaki telanjang membawa reliqui salib dalam sebuah prosesi dari Basilika Lateran menuju gereja Salib Suci. Kemudian reliqui salib itu dihormati oleh umat dan imam. 


Selama penghormatan salib berlangsung, kisah sengsara St. Yohanes dibacakan. Doa Umat meriah mengakhiri liturgi ini. Pada abad ke-8 oleh bangsa Perancis liturgi ini lebih didramatisasi.


Liturgi

Jumat Agung biasanya dirayakan pada siang hari sekitar pukul 15.00 (saat Yesus wafat) dan tidak lebih dari pukul 21.00. Missale Pius V 1570 bahkan melarang perayaan Jumat Agung pada petang/malam hari. Tahun 1955 dinyatakan bahwa Jumat Agung dirayakan hanya pada pukul 15.00.

Bila alasan pastoral memaksa, boleh ditambah satu jam kemudian dan tak boleh lebih dari jam 18.00. Missale 1970 meneruskan tradisi tahun 1955 dengan penegasan alasan boleh dilakukan bila hari tersebut tidak merupakan hari libur nasional dalam mana umat harus bekerja siang harinya.

Liturgi Jumat Agung terdiri atas:
  1. Liturgi Sabda;
  2. Kisah Sengsara (Passio);
  3. Penghormatan Salib, dan
  4. Komuni.
Penghormatan salib, misalnya dengan penciuman salib adalah ungkapan penghormatan karena Kristus telah menebus dunia/dosa kita. [NB: Perayaan-perayaan sakramen lainnya pada hari ini dilarang kecuali pengakuan dosa dan perminyakan suci]. Sementara "upacara pemakaman" dirayakan tanpa nyanyian, tanpa musik, tanpa membunyikan lonceng. Hal ini jangan dipandang sebagai mayat dengan hal sedih. Sedih karena pertobatan bisa menjadi alasan.

Satu salib itu ideal, tetapi alasan efisiensi waktu bisa menjadi lebih dansatu salib yang dihormati. Salib yang telah dihormati diletakan ditempat bekas tuguran. Untuk memberi kesempatan kepada umat untuk menghormati dan mengungkapkan devosinya disana. Karena akhir upacara ini tidak ada berkat pengutusan dan pembubaran (dismissal) berarti bisa meneruskan sendiri sendiri.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.