iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Gambaran Diri Dalam Perspektif Iman Kristiani

Gambaran Diri Dalam Perspektif Iman Kristiani
Gambaran diri kita dibentuk oleh cara orang lain melihat diri kita dan kebutuhan, ambisi, dan Pengalaman pribadi kita.

Cara Orang Lain Melihat Diri Kita: Siapa diriku dan bagaimana Aku menghidupi diriku?
Mari kita lihat gambaran diri nabi besar berikut ini, Yohanes Pembaptis berikut ini:

(a) Versi Nubuat para Nabi 
  • Seorang saksi yang diutus untuk memberi kesaksian tentang Terang. Ia bukan terang itu, tetapi ia harus memberi kesaksian tentang terang itu. (Yoh 1:7-8);
(b) Versi Perjanjian Baru
  • Suara yang berseru-seru di padang gurun: Persiapkanlah jalan untuk Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya. (Luk 3:4 cf. Mrk 1:4);
(c) Versi Yesus
  • Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya. (Mat 11:11; Luk 7:28); "Aku membaptis kamu dengan air, tetapi Ia yang lebih berkuasa dari padaku akan datang dan membuka tali kasut-Nyapun aku tidak layak. Ia akan membaptis kamu dengan Roh Kudus dan dengan api." (Luk 3:16)
  • Bagi Yohane Pembaptis, Yesus adalah terang yang sesungguhnya, yang menerangi setiap orang. Terang yang bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya. (Yoh 1:9 cf); .... semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya kuasa supaya menjadi anak-anak Allah. (Yoh 1:12): "Inilah Dia, yang kumaksudkan ketika aku berkata: Kemudian dari padaku akan datang Dia yang telah mendahului aku, sebab Dia telah ada sebelum aku." (Yoh 1:15). 
Kebutuhan, ambisi, dan Pengalaman pribadi kita Yohanes tidak ‘mengambil kesempatan’ saat semua orang menganggapnya sebagai Mesias. Dukungan banyak orang seringkali menggoda kita untuk menjadi penguasa. Lihatlah para artis atau public figure pada umumnya.

Dari kedua unsur pembentuk "gambaran diri" (memanfaatkan peluang dan ambisi) di atas lahirlah 3 (tiga) gambaran diri, yakni : gambaran diri negatif, gambaran diri berlebihan (baik); dan gambaran diri wajar / normal.

Apa itu Gambaran diri Kristiani?

Gambaran diri Kristiani bisa disebut juga sebagai gambaran diri dalam Komunitas. Gambaran diri Kristiani ialah cara pengikut Kristus mencapai hakikat diri mereka yang berkesesuaian dengan realita.

Sosok Abraham menjadi acuan dalam pembentukan diri seorang Kristiani: “Karena iman Abraham taat, ketika ia dipanggil untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan tidak mengetahui tempat yang ia tujui. (Ibr 11:8). Karena iman ia juga dan Sara beroleh kekuatan untuk menurunkan anak cucu, walaupun usianya sudah lewat, karena ia menganggap Dia, yang memberikan janji itu setia.” (Ibr 11:11).

Hakekat Diri Kristiani

Hakikat diri ialah momen [1] mengakrabi diri, [2] membenamkan diri dan [3] berjumpa dengan diri sendiri. Hakikat diri ini kemudian menghasilkan perasaan: takut dan bahagia. Sementara kebahagiaan lahir dari rasa syukur dan terima kasih atas aspek-aspek positif yang merangkai hakikat diri kita. 

Penemuan diri ini berikutnya turut menggiring kita pada rasa bangga akan diri kita sendiri. Sementara rasa bangga akan diri merupakan ungkapan terdalam dan rasa syukur kita. Hal inilah yang diharapkan tampak nyata dalam sebuah komunitas.

Tantangan Menjadi Seorang Kristen ditengah Masyarakat

Kita adalah Masyarakat Komunal. Sebagai bagian yang terpisahkan dari bangsa Indonesia, kita adalah masyarakat komunal memilik rasa ingin tahu yang demikian besar terhadap orang lain. Bila ada orang lain yang berbeda, maka mereka akan “dibentuk” agar menjadi sama melalui mekanisme rumor/gosip.

Dengan demikian gosip lebih ditujukan kepada “mereka yang tidak sama” supaya “menjadi sama.” Selain itu, masyarakat komunal juga memiliki sisi "negatif". Mereka terlalu menghormati penghuni lama.

Setiap pendatang baru dituntut memberi hormat pada mereka yang datang lebih dahulu. Mekanisme perpeloncoan, baik secara resmi (melalui ritual-ritual) maupun tidak resmi (melalui perintah-perintah yang tidak resmi) ataupun hambatan-hambatan terhadap orang-orang baru diterapkan untuk menimbulkan kepatuhan bagi orang-orang baru terhadap penghuni lama.

Kristianitas Dalam Komunitas Keluarga

Dalam menghadapi tantangan-tantangan di atas, kita diajak untuk mengelola berbagai persoalan dalam komunitas kita dengan cara:
  • Berusaha menerima sebuah masalah dengan sabar dan lapang dada. Ada dua cara menghadapinya: tidak percaya sehingga stress memikirkannya atau santai, ikhlas, dan tidak panik mencari solusinya. 
  • Carilah akar penyebab masalah tersebut. 
  • Minta bantuan orang lain 
  • Memilah-milah masalah menjadi bagian-bagian kecil, lalu selesaikan secara bertahap. 
  • Mengidentifikasikan berbagai penyebab masalah 
  • Mengambil hikmah dari semua permasalahan yang menimpa 
  • Hindari perasaan “down” (rendah diri) setelah menghadapi suatu masalah. 

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.