iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

The Real Pesantren Rock 'n Roll

Awalnya aku hanya pernah mendengar ‘pesantren rock n roll’ itu adalah judul sinetron di salah satu stasiun tv swasta, sebut saja SCTV.

Kemarin Kamis tepatnya tanggal 14 November 2013, aku dan rombongan peserta Interfaith Youth Pilgrimage (IYP) melakukan perjalanan ke Pondok Pesantren Edi Mancoro yang berada di Salatiga. 

Hal ini kami lakukan untuk melanjutkan perjalanan perziarahan ke tempat-tempat suci umat beriman selama 10 hari. 

Para peserta Interfaith Youth Pilgrimage (IYP) sendiri merupakan kumpulan anak-anak muda yang berasal dari berbagai daerah Indonesia dan juga berbagai agama dan keyakinan. Pondok Pesantren Edi Mancoro ada dalam daftar list kunjungan peserta IYP.

Pondok Pesantren Edi Mancoro merupakan bahasa Jawa Kuno, secara harafiah Edi adalah bagus, Menungso adalah manusia, dan Coro adalah cahaya. Jadi dapat diartikan bahwa Edi Mancoro merupakan cahaya yang bagus untuk menyinari masyarakat di manapun berada. 

Tujuan didirikannya pesantren ini adalah untuk mencetak santri-santri yang dapat menjadi pendamping dalam masyarakat.

Sekilas secara fisik, pondok pesantren ini tidak ada bedanya dengan pondok pesantren yang pernah kulihat selama ini. Namun, apapun yang mau dikatakan, aku yakin teman-teman peserta IYP lainnya juga setuju bahwa pondok Pesantren Edi Mancoro ini adalah lain dari yang lain, bahkan kami menamainya Pondok Pesantren ‘Rock n Roll’. Yang menjadi pertanyaan adalah, kok bisa?

Kyai Mahmud yang merupakan pendiri dari pesantren Edi Mancoro memiliki anak bungsu yang bernama Gus Hanif. Gus Hanif ini lah sekarang yang menjadi ketua yayasan merupakan penerus dari Kyai Mahmud sebagai motor Pondok Pesantren Edi Mancoro.

Bermula dari pertemuan di ruang mengaji dan latihan menyanyi dan menabuh rebana. Di sinilah perbedaan yang menunjukkan pesantren ini berbeda dengan yang lainnya. Gus Hanafi ternyata seorang yang sangat humoris dan menunjukkan bahwa dirinya sebagai pemimpin bukan berarti tidak dapat bercanda dengan para santriwan-santriwati. 

Hal itu terlihat ketika awal perkenalan, dengan canda diiringi tawa Gus Hanafi memulai suasana dalam ruangan yang telah dipenuhi para santriwan-santriwati serta kami para peserta IYP. Hal tersebut tidak bertepuk sebelah tangan ketika para santri mulai memperkenalkan diri juga, bahkan santriwati yang disebut sebagai ‘ibu lurah’ bisa menyeimbangi bahkan melebihi kekocakan dari Gus Hanif. 

Tentunya dengan melihat situasi yang sangat nyaman ini, kami peserta IYP juga membuang sungkan kami untuk berbaur dengan canda tawa juga. Suasana ini membuat seperti tidak adanya batasan diantara Gus Hanif, santriwan, santriwati dan kami yang datang sebagai tamu. 

Di samping itu juga, tidak ada pemisahan antara santriwan dan santriwati dalam hal ini kami dapat duduk bersama dengan santriwati sambil latihan rebana dan melantunkan nyanyian rohani Islam. Hal ini tidak pernah saya dapati di pondok-pondok pesantren yang lainnya, dimana aturan yang mengharuskan bahwa santriwan dan santriwati dipisahkan tempatnya. 

Malam itu kami lalui dengan bercengkrama sambil menabuh rebana.
Keunikan lain yang bisa aku lihat dari pesantren ini adalah begitu terbuka dan saling menerima terhadap keberagaman antar umat beragama. Inilah salah satu yang menjadi topik dalam perziarahan IYP ini. 

Pada tahun 2009, Pondok pesantren ini juga pernah menjadi salah satu tempat live in bagi 20 orang calon Pastor Katolik (read: Frater) yang berasal dari Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Jakarta. 

Dari kesaksian Frater-Frater tersebut yang telah diabadikan dalam bentuk video, jelas disana mereka merasakan betapa sebenarnya Islam itu baik adanya. Bahkan mereka sangat terharu dan terkesan dengan tinggal dan hidup bersama para santri, dapat membukakan pikiran mereka selama ini memandang Islam.

Bukan hanya para Frater tersebut yang melakukan live in di pondok pesantren Edi Mancoro, namun bahkan ada juga yang datang dari kawasan Asia – Pasifik yang ingin belajar mengenal Islam lebih dalam lagi.

Sungguh luar biasa Pondok Pesantren ‘Rock n Roll’ ini. Keterbukaan terhadap keberagaman agama dan budaya takkan mengurangi iman dan kepercayaan kita terhadap agama yang kita anut dan percayai karena semua adalah keluarga. Terima kasih membagikan pengalaman yang cukup berharga bagiku. You are rock!!
Best regard,

Kiriman : Jonswaris Sinaga
Penyunting: Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.