iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pardemban

ENTAH siapa nama gadis semalam. "Wajahnya sedap dipandang," kata teman yang memang dari pagi menemaniku di perjalanan.

Gadis belia itu tampak bersemangat menyuguhkan pertunjukan ajaibnya.
"Buat lobei demban ai. Bahat buat nasiam da," katanya kepada beberapa orang tua dan anak-anak di sekeliling kami.

Begitulah gadis yang sepertinya boru Saragih itu meminta tolong kepada teman-temannya di desa untuk mengambilkan beberapa helai daun sirih.

"Loh, daun sirih buat apa ya?" pikir pria yang ada di hadapannya.

Tak lama berselang, daun sirih yang dimintanya itu pun langsung datang. Anda tahu apa yang ia lakukan?

Ia segera mengunyah dedaunan yang oleh masyarakat di daerah Tapanuli dan Simalungun sering dipandang sebagai obat ampuh untuk beberapa penyakit. Selain itu demban atau daun sirih ini juga tak pernah lepas dari ritual-ritual adat lainnya.

Aku pikir si gadis tadi "orang pintar" atau seorang "datu" dalam bahasa setempat.

Tentu saja aku ragu dengan apa yang aku pikirkan tentang anak gadis ini. Dia pasti bukan dukun. Itu tampak dari gerak-geriknya. Aku juga tak setuju kalau ia seorang dukun. "Sayang sekali kalau gadis secantik itu menjadi tabib bagi banyak orang," pikiranku mulai liar berselimutkan senyum.

Rasa sepat daun sirih itu tak membuat gadis tadi kehilangan semangatnya saat ia mengambil daun sirih hasil kunyahannya. Dengan jemarinya yang lentik dan ia mengolesnya dengan lembut ke semua memar di tubuh pria yang bahkan belum dikenalnya.

"Jangan-jangan itu adalah jodohmu, bang," lagi-lagi temanku kembali menggodaku sambil terbahak saat melanjutkan perjalanan.

Si gadis memang sedikit tampak misterius bagi kami. Perjumpaan yang begitu singkat, tetapi sekaligus melekat. Ia menghilang begitu saja tak lama setelah ia menampilkan kebolehannya di hadapan kami.

Asal Anda tahu saja, ia bukan 'orang pintar' atau 'datu', karena ia hanya tahu kalau sirih memiliki antiseptik yang bisa menyembuhkan luka. begitu juga dengan ludah manusia. Apalagi ludah seorang gadis manis dan sedikit misterius itu.

Sepertinya esok dan lusa kami akan ke sana lagi. Entahlah....




Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.