iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Kendalikan Nafsumu

Pernah seorang pria mungil yang mulai berancak remaja bertanya kepada bapanya, "Papi, mengapa alat kelamin kita ada di tengah dan berada di antara paha?"

Papanya bingung, "E...emm..mmm... itu bukan urusan papa, nak. Udah dari sononya begitu. Maksud papa, begitulah Tuhan menciptakan kita."

Si anak merasa tak puas dengan pendapat ayahnya. Tentu sebagai seorang remaja, ia sedang berada pada masa di mana rasa ingin tahu nya sangat tinggi. Jawaban sang ayah tak memuaskan hasrat ingin taunya. 

Bagaimana tidak, jawaban yang sama juga sudah pernah diucapkan oleh teman-temannya. Ia juga masih ingat ketika ia malah dimarahi oleh Guru Agama nya di kelas saat menanyakan hal itu tadi.

Sembari menjalani kesibukannya sebagai pelajar, pertanyaan "Mengapa posisi kelamin manusia berada di bagian tengah tubuhnya?" tetap membuatnya penasaran. Isi pertanyaan itu bahkan sering membuatnya dituduh oleh teman-temannya, para remaja putri sebagai pertanyaan porno. "Otak loe bokep abis, coy!"

Semua orang bingung oleh pertanyaannya itu. Si remaja mungil itu pun semakin bingung dengan jawaban-jawaban yang didengarnya.

Lalu, pada suatu hari ia menolong menyeberangkan seorang nenek yang kesulitan menyeberang di jalan raya, di depan sekolahnya. Setelah ia yakin si nenek sudah selamat diseberangkannya, ia pun pamit. 

Sebelum pamit, ia mencoba mengajukan pertanyaan favoritnya itu kepada si nenek yang sepintas tampak sudah berumur 80-an tahun.

"Nek, sebelum aku pamit, juga sebelum nenek melanjutkan perjalanan, aku boleh tanya gak?" tanya si remaja tanggung itu dengan muka memelas.

"Tentu saja boleh anak muda. Tapi kalau jawaban nenek tidak memuaskanmu tolong jangan marah sama saya ya?" si nenek menanggapi dengan suara terbata-bata, kendati masih terdengar jelas di telinga si anak muda tadi.

Si anak muda itu pun bersemangat mengajukan pertanyaan yang membuatnya pusing saban hari itu, "Nek, aku mau tanya.. Mengapa ya posisi kelamin manusia berada di bagian tengah tubuhnya?"

Sambil duduk di tepi jalan raya, si nenek menjawab,
"Begini nak. Kalau kelamin di atas kepala, maka otakmu akan berpikiran porno. Terus, kalau kelamin ditaro di mata, maka matamu akan segera menjadi mata yang jelalatan. 

Begitu juga bila di hidung, maka penciumanmu hanya pada bau-baru yang merangsang. Lain lagi kalau di mulut, maka ucapanmu akan dipenuhi oleh omongan-omongan jorok.

Bayangkan juga kalau kelaminmu ada di tangan atau di kaki, maka kamu tak akan bisa mengendalikan langkah dan tindakanmu.

Lantas, mengapa ditaruh oleh Sang Pencipta di bagian tengah tubuh? Tak lain karena kelamin itu bagian vital dan sensitif dari tubuh kita. Ia bagian paling sensitif terhadap dunia di luar tubuh. Kelamin itu perlu perlindungan, karena ia adalah gerbang penerus kehidupan (regenerasi). Kelamin itu harus di jaga, karena ia bisa merusak segalanya secara tiba-tiba."

Jadi, pertanyaanmu akan kujawab dengan kesimpulan ini. Posisi kelamin kita ada di bagian tengah tubuh, atau berada di bagian selangkangan, di satu sisi itu demi keamanan dan kenyamanan. Tetapi jangan lupa satu hal, bahwa hati kita - dan terutama pikiran kita adalah alat kendali untuknya.

Atau seperti dikatakan almarhum suamiku kepada anak sulungku, 'Jangan taruh kelamin mu di atas kepala, karena dengan demikian kamu tidak akan pernah bisa mengendalikan nafsumu!'

Hei anak muda, pertanyaanmu sangat menarik. Bukankah hari-hari ini orang-orang muda begitu murahan dalam mengumbar kelamin? Tak hanya itu, kaum tua, termasuk pada pemimpin kita juga melakukan hal yang sama.

Lihatlah kasus terjadinnya pemerkosaan, pelacuran atau perzinahan. Tentu nenek sangat menyayangkan ketika hari-hari ini banyak orang dikuasai oleh nafsunya. Mereka itu seakan meletakkan kelamin di atas kepalanya. 

Hari-hari ini, termasuk pemimpin publik di negara ini terlalu sering mengumbark kepornoannya di saat mengatakan hal suci dari mulutnya, tetapi serentak matanya liar karena tak kuasa mengendalikan nafsunya!

Bagaimana, nak. Apa kamu sudah puas dengan jawaban nenek?"

Si anak muda akhirnya bisa tersenyum. Kini ia tak lagi tergoda menanyakan hal yang sama kepada orang lain.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.