iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Tapteng: Tataran Penuh Tegangan

Lagi Tentang Rantinus Manalu
Saudara Rantinus Manalu (bari ketiga dari kiri)


Lama tak mengikuti perjalanan saudara kita mantan Pewarta Sabda AllahRantinus Manalu dan pasangannya Ustadz Sodikin, yang juga pewarta alias guru agama.

Bulan lalu, seorang sahabat dari Sibolga bikin deg-degan. Katanya jumlah KTP Rantinus Manalu masih jauh dari cukup. Lalu dia saya minta menelepon Rantinus Manalu dan aku mendengar apa jawab Rantinus saat itu, "Sabar saja. Kita masih menunggu!"

Buyung Sitompul, salah satu bacabup tapteng yang juga sudah lolos dengan nomor urut paslon 4 rupanya berkomunikasi dengan baik juga dengan Rantinus Manalu. Bahkan saya dengar, Buyung juga tak rela bilaRantinus Manalu tak lolos. Ini sesuatu yang aneh di dunia politik, tentunya.

*****
Pendek kata, setelah 'rela berkurban' meninggalkan tahbisannya sebagai imam di gereja, dicecar di sana sini oleh 'domba-dombanya'. Bahkan tak sedikit dari "domba-domba" itu yang tak kuasa menahan tetesan air mata penuh haru biru saat menyaksikan perpisahan Rantinus Manalu dari pejabat gereja menuju pejabat negara.

Tak sedikit juga dari mereka yang bergumam sembari menyalahkan Gereja, termasuk menyalahakan dirinya sendiri, "Amang tahe sayang na i. Las ditadikkon ibana kepastoran na i holan alani kekuasaan siburiapus i"

Ini terjemahan bebas dari ratapan di atas, "Aduh sayang banget ya dia (Rantinus Manalu, red) sampai meninggalkan imamatnya hanya demi (mencari) kekuasaan yang justru akan menghancurkannya."

Tapi itulah Rantinus Manalu, sosok imam bertampang sangar dengan rambut panjang tak disisir, mengenakan oblong dan sepatu pancus buatan lokal, dengan nada bicara menggema saat kami para tamu berbincang santai di ruang baca koran Pastoran St. Maria Gunung Sitoli bersama kepulan asap rokok menggelinding menuju surga.

Sosok (Rantinus Manalu memang baru saya kenal sekitara bulan Maret 2006 silam. Berikutnya saya bertemu sosok imam sederhana ini saat ia bertamu ke Mandrehe, tempat kami tinggal dan juga dalam beberapa pertemuan imam di Laverna Gunung Sitoli atau saat ia mengunjungi anak buahnya di Sirombu.

Jujur, aku lebih menyukai imam jenis ini. Ia sosok imam yang dicintai saat berkarya di Caritas Sibolga yang membawahi bule, orang-orang dari Jawa, Sumatera dan juga orang lokal. Tak hanya Katolik, tetapi juga dari multi etnis dan multi religi ada di sana.

Saya dengar dari Rendra Arief Budiono dan Fransiskus yang hingga kini masih bekerja di sana, Rantinus Manalu tergolong sukses saat bekerja sebagai pimpinan tertinggi di Caritas Sibolga yang kala itu menangani korban gempa dan tsunami lewat pembangunan rumah gratis kepada masyarakat Nias.

Saya meninggalkan Nias bulan Juni 2006 dan kisah rantinus pun menghilang ditepi Selat Sunda.

Tetapi pada tahun saat bertugas di Medan, saya tiba-tiba bertemu sosokRantinus Manalu lagi. Tapi kali ini berbeda. Bukan di pastoran atau di Caritas, tetapi Poldasu Tanjung Morawa, tempat di mana dia ditahan karena membela rakyat kecil di Tapteng kala itu.

Itulah Rantinus Manalu yang saya kenal. Sosok imam yang dengan karakter 'panasnya pantai Sibolga', dan suara yang menyergap bak ombak Nias yang mematikan.

Saya sungguh maklum derita umat dan gereja yang 'kehilangan' sosok imam pemberani, tetapi sekaligus saya juga kagum dengan Rantinus Manalu yang setahuku sangat hormat pada senornya seperti Pastor Matias Kuppens OSC, Mgr. Ludovicus Manullang OFM Cap, Pastor Mikael To, Pr dan semua koleganya.

Saya kenal beberapa orang Sibolga, entah awam entah imam atau biarawan/ti. Mereka punya karakter khas dan disaat benar akan menyerang membabi buta dan saat ditegur karena salah ia akan mengamuk bak singa kelaparan.

Tapi Rantinus Manalu berbeda. Di penghujung masa tugas saya di Nias, saya pernah menyaksikannya sendirian di Sakristi, persis disaat imam lain sedang tidur siang.

Mungkin dia berdoa, atau sedang mempersiapkan misa. Tapi ia berhening diri dalam waktu yang cukup lama, dan di saat bersamaan saya sedang membaca koran Kompas yang selalu datang telah 1 hari di Nias.

Di satu sisi Rantinus Manalu memang tak punya urat takut saat melawan penguasa yang membuat warganya menderita. Lihat saja, Bonaran Situmeang, bupati Sibolga kala itu dan juga mantan pengacara terkenal dilabraknya. Tetapi serentak Rantinus Manalu ternyat juga mencinta keheningan.

Mungkin saja, baginya momen keheningan adalah momen mencari kekuatan dari sang Ilahi. Saya yakin setelah melihat keberaniannya membela rakyat kecil, bahwa keheningan itu adalah saat di mana ia memohon keberanian dari Tuhan seperti Nabi Yeremia.

Banyak teman-teman yang menyalahkan saya mengapa menyokongRantinus Manalu menjadi cabup hingga meninggalkan imamatnya.

Tetapi saya tahu bahwa kebanyakan dari mereka justru tak mengenalRantinus Manalu secara pribadi, dan juga tak memahami bahwa pilihannya menjadi bupati dengan misi suci itu datang dari lubuk hati seorangRantinus Manalu, dan pasti bukan dari dari teman-temannya yang justru menentangnya.

***

Akhirnya deg-deg-an saya saat di memberi pelatihan di Siantar Hotel bulan lalu adalah deg-degan atas awal keberhasilan Rantinus Manalu yang lolos maju sebagai cabup lewat jalur independen.

Pasti ia tak punya cukup uang untuk membeli KTP-KTP yang mendukungnya itu. Tapi, nyatanya KTP itu cukup membawanya melangkah lebih jauh.

Dua sobat pembela rakyat, (Pastor) Rantinus Manalu dan Ustadz Sodikin Lubis itu pun akhirnya melenggang sebagai cabup-cawabup Tapanuli Tengah dengan nomor urut 2 dari 4 calon yang lolos.

KPUD Tapteng mengumumkannya secara resmi pada tanggal 25 Oktober 2016 alias hari ini di Aula PIA Hotel Pandan

Sejauh ini Rantinus Manalu telah melewati 3 tahap perjalanan hidupnya menjadi politisi: (1) meninggalkan imamatnya dan banyak yang mencercanya, (2) Bahu membahu mengumpulkan dukungan warga Tapteng lewat KTP; dan (3) Lolos sebagai calon bupati Tapteng.

Semoga tahap ke-4 dst berjalan lancara. Selamat bagimu saudaraRantinus Manalu dan Ustadz Sodikin Lubis. Ingat, hanya di dunia politik seseorang tak boleh takut bila kalah dan tak selalu nyaman bila menang, termasuk di TapTeng, tataran penuh tegangan.

Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.