iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Cara Politisi Menapaki Jalan Terjal Politik

Cara Politisi Menapaki Jalan Terjal Politik

Dalam konteks "menerima hasil kompetisi", ada dua tipe kepemimpinan, yakni (1) pemimpin yang tidak menerima kekalahan dari pesaingnya, dan (2) pemimpin yang tidak mau kalah.

Kita lihat satu per satu yuk...

(1) Pemimpin yang tidak menerima kekalahan dari pesaingnya

Konteksnya "pemimpin yang tidak menerima kekalahan" di sini biasanya mengacu pada pasca pemilihan atau kompetisi. Ketidaksiapan menerima hasil akhir ini biasanya karena mereka tak memiliki skill dan knowladge minim sebagai pemimpin.

Donald Trump, capres AS - pada sisi tertentu punya kesamaan dengan Habieb Rizieq, Fahri Hamzah dan Fadly Zon, dan orang sejenisnya - adalah contohnya

Trump tidak bisa menerima kekurangan diri mereka sendiri. Akibatnya, mereka "tidak bisa menerima kekalahan".Trump misalnya pernah mengatakan, "Saya akan sepenuhnya menerima hasil pemilihan presiden yang besar dan bersejarah, jika saya menang."

Tak hanya itu, bila kalah Trump akan menantang Hillary untuk melakukan penghitungan suara ulang, mengancama akan ada "kubangan darah" jika ia kalah, serta akan melakukan pemakzulan terhadapa Hillary Clinton.

Begitu juga dengan Fahri cs, yang sejak tahun 2014 hingga detik ini belum move on dan tidak terima kemenangan Presiden Jokowi atas Prabowo. Mereka tak mampu menerima kelemahan diri dan kempok mereka sendiri, hingga mereka mengumpulkan semua orang yang se-type dengan mereka, seperti FPI, HTI, dll demi memakzulkan Presiden Jokowi. Berhasil?

Sejauh ini tidak, dan dengan sistem demokrasi yang baik, niat jahat itu tak akan terwujud, bahkan ketika mereka bersatu dengan SBY, Amien Rais dan ormas-ormas radikal sekalipun.

(2) Pemimpin yang tidak mau kalah pada kelemahannya sendiri


Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Faktanya, publik lebih bisa menerima pemimpin yang pernah salah, mengakuinya serta memperbaiki kesalahannya lewat tindakan yang lebih baik.

Di titik inilah letak perbedaan antara type Trump dan type Hillary, khususunya dalam menapaki jalan terjal poitik mereka masing-masing, terutama dalam konteks kompetisi di bidang politik.

Logika sederhana versi Aistotelian dalam contoh berikut ini mungkin bisa membantu:
  1. Seorang pemimpin adalah orang yang tidak sempurna. 
  2. Beberapa pemimpin tidak menerima ketidaksempurnaanya 
  3. Maka manusia yang menyangkal ketidaksempurnaanya bukanlah pemimpin. 
Kita tahu, mayoritas bangsa di bumi ini menyukai tipe pemimpin yang tidak sempurna, tetapi dalam kepemimpinannya mereka selalu berupaya menggapai kesempurnaan dalam tugas dan pelayanannya.

Seorang pemimpinan oleh karenananya harus bersedia menjadi "servus servorum" (hamba dari segala hamba), sehingga ia terbuka pada kritik demi pelayanannya kepada publik yang dipimpinnya. Maka, konsistensinya pada perjuangan untuk mengupayakan hal-hal sempurna, sembari menyadari kelemahan pribadinya adalah modal bagi kecintaan publik kepadanya.

Selain itu, kerja keras yang berbuah serta berefek langsung pada mayoritas rakyat yang dipimpinnya adalah kunci keberhasilan Obama yang dipercayakan rakyat Amerika hingga dua periode sebagai presiden AS; dan Hillary Clinton masih lebih disukai dibanding Trump.

Atau yang paling nyata, dalam peta politik nasional, Presiden Jokowi dan Gubernur Basuki Tjahaja Purnama nyatanya lebih dicintai mayoritas masyarakat Indonesia dibanding tokoh lain hingga niat baik mereka untuk tetap memimpin selalu didukung mayoritas warga Indonesia.

Maka, kata kunci kepemimpinan di dunia politik terletak pada ketulusan seorang pemimpin untuk melayani publik serta jujur menampilkan kekuatannya dan berniat memperbaiki kerapuhan dirinya.

Donald Trump, Fadli Zon, SBY, Fahri Hamzah, Amien Raiz, Habib Rizieq, dkk tak mengamini prinsip ini, hingga mereka sering menjadi bulana-bulanan publik di media sosial.

Sebaliknya mayoritas rakyat Amerika lebih mendukung Hillary karena tampil apa adanya, dan mayoritas rakyat Indonesia menginginkan Jokowi sebagai presiden di periode selanjutnya, dan mayoritas warga Jakarta hampir pasti belum siap bila Jakarta tanpa Ahok.

Semoga Hillary Clinton menang dalam #PilpresAS hari ini, dan semoga Ahok Djarot tetap memimpin DKI setelah #PilkadaDKI2017 yang akan datang.

Bravo Indonesia!


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.