iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Logos, Sang Sabda

Logos, Sang Sabda
Merenungkan Kelahiran Yesus Kristus rasanya tak begitu lengkap bila tak membaca dan merenungkan perikop Injil Yohanes 1: 1-18.

Bacaan yang begitu apik dan terkesan puitis namun teologis ini tak saja mengetengahkan mengapa Allah harus menyelamatkan manusia, tetapi juga mengurai alasan teologis mengapa Allah begitu cinta kepada manusia.



Allah Begitu Cinta kepada Manusia

Yohanes memulai Injilnya dengan me-review Kisah Penciptaan Adam dan Hawa, khususnya tentang bagaimana Allah menciptakan semesta hanya lewat SABDANYA: "Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah." (Yoh 1:1)

Selanjutnya Yohanes menegaskan bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah sungguh baik adanya. Tetapi dosa, sebagaimana dibentangkan dalam Kisah Kejatuhan Adam dan Hawa ke dalam Dosa (Kej 2) telah menjadi awal keretakan relasi Sang Sabda dengan manusia yang semestinya hanya boleh menuruti SabdaNya.

Yohanes menggunakan terminologi "LOGOS" untuk menggambarkan Allah Sang Sabda, Sabda itu sendiri atau Sabda yang telah menjadi daging. Hal ini lantas berarti bahwa kita yang diciptakan melalu Sabda Allah, ketika jatuh dan bergelimang dengan dosa, maka hanya dengan Sabda pulalah bisa dipulihkan oleh Allah, sang Sabda itu sendiri.

Sejarah peziarahan iman begitu jelas dicatat dalam Kitab Suci, khususunya tentang bagaimana manusia berupaya bangkit dari kegelapan hidupnya hingga kembali kepada Allah. Di kitab yang sama pula kita menemukan bagaimana upaya yang telah dilakukan Allah untuk menyelamatkan manusia dari dosa dan mengembalikan manusia pada kesuciaannya.

Kehadiran para nabi, dari Abraham (Bapa Segala Bangsa), para nabi (yang diutus kepada bangsa Israel), hingga kehadiran Sang Penyeru Pertobatan, Yohanes Pembaptis hanyalah sebagian yang tercatat dari upaya penyelamatan Allah atas manusia dari keenderungannya melakukan dosa.

Namun, upaya ini tak sepenuhnya berhasil. Mayoritas manusia justru lebih memilih berdosa daripada bertobat. Lihatlah, upaya para nabi, utusanNya pun tak sepenuhnya didengar. Bahkan para nabi itu justru diusir hingga dibunuh secara sadis oleh umatNya.

Tetapi, sekali lagi. Allah tak putus asa. Ibarat seorang pedagang, Allah sudah terlanjur memperlakukan manusia itu sebagai raja/ratu. Sedemikian pentingnya manusia bagiNya, bukan karena keberadaan manusia menjadi prasyarat bagi eksistensiNya, melainkan melulu karena cintaNya.

Artinya, manusia menjadi begitu penting, justru karena Allah tak mampu membencinya. Ia begitu cinta kepada kita, ciptaanNya yang paling istimewa. Allah begitu mencintai kita, sebagaimana juga Ia tak pernah ingkar pada cintanya untuk semesta dan segenap isinya.

Yohanes menegaskan hal ini dengan kalimat yang membuat bulu kuduk kita merinding, "Karena begitu besar kasihAllah akan dunia ini , sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal." (Yoh 3:16). Inilah tujuan utama dan pertama mengapa Allah harus turun tangan menyelamatkan manusia. 


Hanya Allah Yang Bisa menyelamatkan Manusia

Dalam Perjanjian Lama telah dibentangkan upaya Allah mengembalikan manusia kembali kepada jalan-Nya lewat perutusan para nabi ke tengah mereka. Namun, misi ini tak sepenuhnya berhasil. Manusia justru mengagungkan hasratnya untuk menyamai Allah (bdk. manusia jatuh kedalam dosa setelah memakan buah pohon terlarang karena godaan setan yang mengatakan dengan memakan buah pohon itu maka ia akan sama dengan Allah).

Namun, sekali lagi, cintaNya pada kita menjadi alasan utama mengapa Allah tak meninggalkan kita berkelindan dalam dosa, bahkan hingga Ia sendiri pun turun tangan demi "menciptakan ulang" kita, mahluk kesayangannya. 

Tulis Yohanes, "Firman itu telah menjadi manusia, dan diam di antara kita, dan kita telah melihat kemuliaan-Nya, yaitu kemuliaan yang diberikan kepada-Nya sebagai Anak Tunggal Bapa, penuh kasih karunia dan kebenaran." (Yoh 1: 14).

Kendati upaya ini pun tetap tidak sepenuhnya berhasil. Yohanes pun melukis realitas ini dalam injilnya, "Ia telah ada di dalam dunia dan dunia dijadikan oleh-Nya, tetapi dunia tidak mengenal-Nya,... orang-orang kepunyaan-Nya itu tidak menerima-Nya." (Yoh 1: 10-11)

Simpulan

Di titik inilah Natal menjadi penting, bukan pertama-tama sebagai kegembiraan karena telah lahir Sang Juruselamat. 

Natal menjadi begitu penting bagi kita, justru karena kedatangan Allah (Yoh 1:1) dalam diri Yesus Kristus Sang Terang (Yoh 1:4-5), "Sabda yang telah menjadi Daging" (Yoh 1: 14,18) membantu meringankan langkah kita menjalani pertobatan (reborn, metanoia).

Perayaan Menyambut Hari Raya Natal 
Staf dan Karyawan Toyota Group (PT. Sugity, PT. TTec, PT. RTP)
Bekasi, 10 Desember 2015


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.