iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Media Sosial dan Chester Bennington

Media Sosial dan Chester Bennington
Sumber: Twitter 
#Internet, khususnya dengan fasilitas #MediaSosial di sisi lain telah berhasil mengubah orang #Deso menjadi #Selegram, #Youtuber #Vloger, dst dengan segala kehebatan dan kekonyolan mereka.

Di sis lain, #MediaSosial justru kerap menjatuhkan seorang #Selebriti atau #Artis yang sedang berada di titik tertinggi karirnya menuju jurang paling dalam. Bila si #Ndeso akan kikuk dengan status barunya, bahkan dengan gaya hidupnya, maka si #selebirit justru tergoda melihat puncak di atas puncak.

"Aku tak pernah puas hanya begini," kata si artis A.
"Aku pengen lebih baik dari saat ini," kata artis B

"Bukannya Anda sudah tenar? Seluruh dunia bahkan mengagumkan Anda. Lebih hebatnya lagi, gaya hidup Anda jadi trend-setter dan seluruh ucapan Anda plus gerak-gerik Anda selalu jadi #TrendingTopics. Anda mau apa lagi?" tanya host sebuah talkshow.

"Ya, namanya manusia. Mana ada sih manusia yang puas dengan dirinya. Semua juga pengen lebih kali. Lagian, sebagai seorang penyanyi, gue kagak pengen lagu-lagu gue gak up to date, apalagi gak sesuai dengan selera market," jawab artis C yang sering diundang di acara Talk Show.

Di satu sisi #MediaSosial yang menyedot milyaran manusia ke dalam "black hole"-nya ini ibarat tali yang digunakan pada olahraga Panjat Tebing. Ketika #memanjat Anda akan merasa aman bila ada tali di pinggang Anda sebagai antisipasi disaat tangan dan kaki Anda tak menginjak batu.

Tentu saja, ketika Anda berhasil menggapai puncak, Anda justru sering melupakan peran tali tadi. Itu karena tali yang biasa diikatkan di pinggang Anda itu memang hanya dibutuhkan sebagai antisipasi bahaya.

*****

Banyak #netizen yang dalam Bahasa Indonesia akrab dikatain #warganet yang berperilaku seperti atlit panjat tebing.

Mereka membawa tali dari bawah untuk mereka cantolkan di salah satu titik yang memang kuat menahan berat badannya. Ini ibarat orang yang sangat paham apa yang harus ia posting, di mana ia harus posting, dan sejauh mana postingan itu berdaya guna baginya dan bagi orang yang membacanya.

Seorang atlit panjat tebing yang cekatan dan jagoan tak akan pernah sembarang memilih tali. Ia juga akan mencari lokasi yagn tepat untuk mencatolkan tali saat memanjat. Ada banyak media sosial yang tersedia bagi kita. Namun tak sedikit juga yang jadi sasaran hacker. Bahkan semua media tak pernah sungguh aman untuk privasi Anda.

Kalau tak percaya, awal bulan Juli 2017 lalu, tanpa tedeng aling, dan tanpa sebab musabab yang jelas, akun Fesbuk-ku di-hack, entah oleh siapa. Kini akun tersebut telah raib bersama sinyal-sinyal yang tak menentu. 

Padahal, sejauh ini saya selalu hati-hati menggunakan "tali" bernama #MediaSosial tadi. Sembari ber-'media' saya juga selalu membaca TOR jurnalistik: mana yang boleh dan mana tak boleh. Nyatanya, akun fesbuk yang udah menemani "peziarahan internet" saya sejak tahun 2009 itu pun sirna ditelan permintaan ID card dari Fesbuk.

Entahlah, tapi kalau udah hilang, ya sudahlah. Buktinya, sejak Januari 2011 saya sudah bikin akun fesbuk ini sebagai cadangan. Aku hanya teringat kata Gus Dur aja, "Fesbuk aja kok bikin repot!" hahaha

****
Kembali atlit panjat tebing tadi. Atlit panjat tebing yang profesional dan sang juara pasti tak pernah melupakan "tali" yang selalu mencegahnya dari bahaya.  Bahaya tak selalu datang dari dalam diri kita, tetapi terutama dari luar. Konon katanya, bagi atlit panjta tebing, kecepatan angin saja turut menentukan tingkat keberhasilan mereka.

Nah, seorang selberiti, termasuk selegram, Vloger, Blogger, Youtuber, dst. harus tetap percaya pada kendali. Ya, pada tali tadi. Namuna, faktanya banyak selebriti, terutama selebriti dadakan sering melupakan "tali" tadi. Tentu saja, karena ia mampu mencapai puncak lebih karena orang lain.

Sebut saja misalnya karena lomba lawak Korek Api di jaman Sule mulai tenar, Indonesia Mencari Bakat, Indonesian Idol, Britishh Got Talent, Americat Got Talent, XFactor, dst. Mereka murni terkenal karena media, atau karena mediasi. Tak heran bila tingkat stress mereka sangat tinggi. Mereka bahkan jauh lebih mudah jadi orang labil daripada menjadi orang stabil.

Bagi mereka tak aneh rasanya mengikuti maunya fans. Tak peduli apakah itu bagus / cocok atau tidak baginya. Yang terpenting ia harus jadi idola yang oleh fans dianggap baik.

Efeknya, tak sedikit dari mereka yang benar-benar menghargai proses. Mereka lupa melupakan talinya. Mereka menjadi jauh lebih sibuk menanggapi fans daripada berkarya dan memaksimalkan kans yang tersedia.

****
Lantas bagaimana dengan artis dunia yang justru berakhir dengan gantung diri ? Robin Willams gantung diri tahun lalu. Dia ini idolaku di bidang perfilman. Sedih rasanya saat ia harus mengakhiri kelucuannya dengan menggantung lehernya.
Di kalangan penyanyi bahkan ada Witney Houston, dan tepat kemarin (22/7) vokalisnya Band yang telah mendunia #LinkinPark, Chester Bennington pun mengakhiri hidupnya dengan cara yang sama.
Ingat, mereka ini seperti seorang pemanjat tebing yang hebat, tetapi tak pernah puas. Mereka bukannya tak puas pada apa yang ada pada dirinya, melainkan tak pernah merasa mampu memuaskan orang lain.

Narkoba adalah pelariannya. Tentu saja. Agar mereka tetap tampil prima. Itu karena penonton / audiens tak pernah tahu bagaimana kondisinya sebelum tampil di tivi atau di panggung. 

Bagi penonton, mereka adalah kesempurnaan. Maka, andai saja mereka tak gantung diri, para penonton/audiens nya yang akan menggantung mereka.

"Dia itu bagai dewa bagi gue. Lirik-liriknya lagunya, semua gue hafal mati. Tak satu pun koleksi album LinkinPark yang gue lewatkan. Suaranya si #ChesterBennington itu loh," kata seorang temen cewek di Twiiter tadi malam.

Chester memang telah mendunia. Bahkan "nuansa" kematiannya terasa sama dengan konsernya, yakni sama-sama mengejutkan dan mengguncang dunia, terutama #Medsos."

"Semoga tenang,alunan suaramu akan tetap abadi,setiap lirik lagu mu menggambarkan sebuah realita hidup. Goodbye my idol,'' cuit seorang pemuda Batak dari Medan.

Kita semua tahu hukum sebab-akibat. Seseorang mengakhiri hidupnya pasti disebabkan oleh "sesuatu" yang hanya ia dan Tuhan-nya yang tahu. Di sisi lain, kita juga paham betul hukum fisika atau matematika yang mengatakan sesuatu yang berada di tempat tertinggi itu hanya bisa turun atau jatuh. Dia tak mungkin lagi naik.

Tetapi kita sebagai awam, penikmat musik, pencinta film, dan terutama pengagum sebbriti tertentu sering melupakan fakta dan hukum di atas. Kita sering memaksa Agnes Monica sehebat Beyonce, Cinta Laura sehebat Kristen Dunst, bahkan Damian si pesulap seperti Dinamo yang bisa menghilang dan terbang sendiri.

Kita semua lupa satu hal: mereka juga seperti kita, yang hanya bisa turun saat berada di ketinggian dan naik saat berada di titik terendah.  

Itu sebabnya artis-artis papan atas sering berada dalam tekanan yang amat besar, karena fans-nya selalu mengatakan, "Come on Chester. You can do it more!" atau kata seorang fans beratnya Chester Bennington,"Chester, Lu jangan sampe pernah keluar dari #LinkinPark, karena itu berarti gue yang bakal mengakhiri hidup gue."

Bunuh diri, entah dengan menenggak racun atau bahkan menggantung diri yang banyak dilakukan oleh para selebritas dalam satu dekade terakhir, pada akhirnya menjadi pelajaran juga bagi kita.

Saya kira satu pelajaran terpenting adalah, jangan memaksa orang lain menjadi orang seperti yang kita inginkan. Mestinya gitu. Karena keinginan kita tak pernah terpuaskan, bahkan oleh diri kita sendiri.

Akhirnya, semoga #MediaSosial tidak kita jadikan sebagai tempat menjual keinginan kita, apalagi yang tujuannya hanya menuntut / menantang idola kita untuk memuaskan kita. Tapi di atas semuanya itu, jangan sampai karena Anda begitu mengidolakan seseorang, terutama tokoh atau seleberitas dunia lalu kita mengidentifikasi seluruh kediriannya.

#TetaplahWajar !!


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.