iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Seminari, Gereja, dan Hidup Panggilan

Seminari, Gereja, dan Hidup Panggilan






Menjadi imam dan biarawan adalah pilihan sekaligus panggilan hidup kita sebagai orang Katolik. Khusus di Seminari hidup panggilan itu disemai dan dirawat hingga diharapkan bertumbuh dan berbuah.

Di titik ini menjadi imam bukanlah prestasi. Sah-sah saja menyebutnya sebagai sebuah prestasi. Tetapi menjadi imam, biarawan dan biarawati itu adalah cara hidup khusus yang dikehendaki pertama-tama oleh Allah. Artinya, seorang imam bisa melakukan hal-hal yang mengagumkan bukanlah prestasi si imam, melainkan semata-mata karena kuasa dari Allah. “Bukan kamu yang memilih Aku, melainkan Aku yang memilih kamu ..” (Yoh 15, 16).

Jadi, adakah umat manusia masih memiliki hak untuk memilih? Saat memilih itu kuasa Allah bekerja, sehingga tidak mungkin manusia memilih sesuatu yang salah sejauh mau membuka hati terhadap kehendak Allah.

Gereja dan Panggilan Hidup

Gereja mendukung panggilan hidup sebagai imam, biarawan dan biarawati. Kelangsungan kehidupan menggereja tidak pernah dilepaskan dari panggilan hidup imam, biarawan dan biarawati. Di sisi lain panggilan hidup bhakti tidak pernah bisa dilepaskan dari kehidupan umat asal dan tempat mereka menumbuhkan iman.

Bapa Paus Fransiskus meminta umat untuk berkontribusi dan memberikan perhatian terhadap panggilan hidup menjadi imam, biarawan dan biarawati, khususnya dengan melukan 4 tindakan berikut:

Tidak membiarkan suara panggilan yang terdengar atau menggema dalam diri orang muda hanya lewat begitu saja. Suara panggilan itu sangat khas dan unik, maka janganlah dibiarkan begitu saja apalagi sampai dihalang-halangi atau dilarang. Orang muda tersebut harus sungguh-sungguh mencari penegasan dan mohon penerangan Roh Kudus untuk memurnikan suara itu, melalui refleksi dan doa.

Memperhitungkan tawaran dari imam, bruder, frater atau suster yang pernah disampaikan kepada anak-anak muda. Harapannya tentunya bahwa tawaran itu suatu saat menggema dan ditanggapi secara positif oleh kaum muda.

Mendoakan para imam, biarawan-biarawati. Proses pendidikan atau formatio, hidup dan karya mereka seringkali penuh tantangan dan mengalami kesulitan dalam berbagai hal. Tidak jarang mereka harus berjuang sendiri. Sebenarnya umat dapat mendukung mereka lewat doa-doa, entah sebagai komunitas kategorial atau territorial, lingkungan, keluarga atau secara pribadi.

Membantu biaya pendidikan dan on going formation para calon imam dari SMA, S1/S2 hingga ditahbiskan.

*****

Panggilan Hidup Membiara 

Pilihan hidup bukanlah sekedar masalah karier atau pekerjaan, melainkan masalah panggilan. Di kalangan Gereja Katolik ada 3 pilihan cara hidup:Hidup berkeluargaHidup selibat (membiara atau bentuk lainnya)Hidup sebagai rohaniwan

Arti dan makna hidup membiara

  • Hidup membiara merupakan ungkapan hidup manusia, yang menyadari bahwa hidupnya berada di tangan Tuhan. Agar hidupnya dapat diungkapkan secara padat & menyeluruh, orang melepaskan diri dari segala urusan hidup berkeluarga.
  • Hidup membiara menuntut suatu penyerahan diri secara mutlak dan menyeluruh.Cara hidup ini sangat memungkinkan manusia untuk mengembangkan diri dan pribadinya. 
  • Hidup membiara mempunyai amanatnya sendiri, yakni : menunjukkan dimensi hadirat Allah dalam hidup manusia.

Inti hidup membiara

  • Inti kehidupan membiara adalah persatuan atau keakraban dengan Kristus. Ia hendaknya selalu bersatu dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal bagi dirinya.
  • Memilih & mengikuti panggilan hidup membiara berarti secara bebas dan sadar memilih panggilan hidup “mengarahkan diri dan menjadi serupa dengan Kristus” (Bdk. LG. 42 dan 44). Untuk menyerupai dan bersatu dengan Kristus orang harus sering berkomunikasi dan bertemu dengan Kristus. 
  • Pertemuan dan komunikasi efektif dengan Kristus dalam doa merupakan kekuatan inti dari hidup membiara. Persatuan erat dengan Kristus merupakan inti dan tujuan hidup membiara. Tanpa persatuan dengan Kristus, hidup membiara akan rapuh karena tidak memiliki dasar. Seorang biarawan/biarawati hendaknya terus menerus mengusahakan persatuan erat dengan Kristus dan menerima pola hidup Kristus secara radikal (sampai ke akar-akarnya) bagi dirinya.
  • Inti hidup Kristus didasarkan pada cinta Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia, Allah mengutus Putera-Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi, dan melaksanakan karya keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna & radikal. 
  • Inti hidup Kristus didasarkan pada cinta Allah sendiri. Demi cinta-Nya kepada manusia,Allah mengutus Putera-Nya ke dunia untuk mewartakan, menjadi saksi, dan melaksanakan karya keselamatan-Nya bagi manusia. Yesus menjalankan tugas perutusan-Nya secara sempurna & radikal dengan: Menyerahkan diri secara total kepada Bapa-Nya, memiliki dan menggunakan harta benda hanya sejauh diperlukan untuk melaksanakan karya-Nya, dan taat kepada Bapa-Nya sampai wafat di kayu salib. 
Pola hidup semacam itulah yang hendaknya dihayati oleh seorang biarawan dalam hidupnya, sebagai tanda persatuan dengan Kristus.

1. Imam 
adalah seorang laki-laki yang menyerahkan seluruh hidupnya untuk tugas pengabdian kepada Tuhan Allah dan Gereja. Dibedakan imam biarawan dan imam diocessan (praja). Imam biarawan terikut kepada peraturan hidup membiara dibawah kepemimpinan seorang pendiri dan penggantinya, sedang Imam diocessan terikat kepada keuskupan (dioces) setempat. Seorang imam memiliki martabat sebagai pemimpin umat berkat tahbisan yang diterima, maka imam juga dipanggil Romo(gembala).

2. Biarawan 
adalah seorang laki-laki yang melakukan asketisme, memfokuskan pikiran dan raganya untuk mengabdi sepenuhnya dalamm rangka mengikuti panggilan Tuhan. Konsep ini kiranya telah sangat lama ada dan dapat ditemukan pada berbagai agama seperti Kristen, Buddha, dll. Biarawan dalam agama Katolik adalah laki-laki yang menjadi anggota suatu ordo atau tarekat religus seperti Yesuit, Dominikan, Fransiskan, Benediktin dan sebagainya.

Di Indonesia para biarawan kadang-kadang dipanggil bruder (Belanda:broeder, saudara laki-laki). Para biarawan tunduk pada aturan (statuta) tarekat mereka. Mereka bekerja di suatu wilayah keuskupan atau di wilayah keuskupan lain (luar daerah atau luar negeri). Para biarawan katolik melayani sebagai pastor/imam (OSC, SJ, MSF, SVD, SCJ, MSC, OFM Cap, OFM Conv, OFM, dsb) dan sebagai bruder atau frater (CMM, BTD, MTB, dsb)

3. Biarawati 
adalah seorang perempuan yang secara sukarela meninggalkan kehidupan duniawi dan memfokuskan hidupnya untuk kehidupan agama di suatu biara atau tempat ibadah. Istilah ini dapat ditemui di berbagai agama seperti Katolik, Kristen Timur (Kristen Ortodoks, Ortodoks Oriental, dll), Anglikan, Jain, Lutheran, dan Buddhisme. Biarawati dalam agama Katolik adalah perempuan yang tergabung dalam suatu tarekat atau ordo religius.

Di Indonesia para biarawati biasanya dipanggil suster (Belanda: zuster, saudara perempuan). Para suster biasanya bekerja di bidang pendidikan (formal dan nonformal), kesehatan, dan pelayanan sosial di lingkungan gereja atau masyarakat umum seperti suster-suster CB, SSPS, JMJ, SMSJ, SND, PRR, dsb). Ada juga pada beberapa tarekat religius biarawati yang mengkhususkan kepada pelayanan religius melalui doa (dalam gereja Katolik dikenal dengan biara suster kontemplatif) seperti suster-suster Ordo Karmel Tak Berkasut (OCD) dan Suster SSPS Adorasi Abadi.

Sama seperti halnya pastor, biarawati tidak menikah karena telah mengucapkan atau mendeklarasikan 3 kaul yakni kaul kemurnian, kaul ketaatan, dan kaul kemiskinan dalam suatu komunitas religius. Kaul adalah janji sukarela kepada Allah, untuk melaksanakan suatu tindakan yang lebih sempurna.

Kaul merupakan dasar hidup membiara yang disahkan oleh Gereja, di mana para anggota yang terhimpun dalam suatu komunitas religius memutuskan untuk memperjuangkan kesempurnaan lewat sarana-sarana ketiga kaul religius, yakni kaul kemiskinan, kemurnian, dan ketaatan, yang diamalkan sesuai dengan peraturan.

Tiga Kaul 

Kaul kemiskinan

  • Memiliki harta benda adalah hak setiap orang. Namun, dengan mengucapkan kaul kemiskinan, orang melepaskan hak untuk memiliki harta benda tersebut.Ia hendak menjadi seperti Kristus: bersikap LEPAS – BEBAS terhadap ‘harta benda’ (tidak lekat tak teratur terhadap barang-barang duniawi, a.l. : kekayaan, keluarga, saudara, teman, etc.) Ia hanya mengikatkan diri pada panggilan dan missi-Nya.Untuk dapat menghayati kaul kemiskinan, diperlukan sikap batin la rela menjadi miskin seperti yang dituntut Kristus terhadap murid-murid-Nya (Lht. Luk 10:1-12; Mat 10:5-15). 
  • Kaul kemiskinan bukan hanya diungkapkan, tetapi juga dihayati secara nyata dalam hidup sehari-hari. Ada 2 aspek dalam kaul kemiskinan:Aspek Asketis : gaya hidup yang sederhanaAspek Apostolis : rela menyerahkan seluruh dirinya demi karya kerasulan yang diembannya.
  • Kaul kemiskinan adalah pelepasan sukarela hak atas milik atau penggunaan milik tersebut dengan maksud untuk menyenangkan Allah. Semua harta milik dan barang-barang menjadi milik Kongregasi, atau tarekat. Manusia tidak lagi memiliki hak atas apa saja yang diberikan kepadanya, entah barang entah uang. Semua derma dan hadiah, yang barangkali diberikan kepadanya sebagai ungkapan terima kasih atau ungkapan lain apa pun, menjadi hak Kongregasi. 
  • Keutamaan Kemiskinan adalah keutamaan injili yang mendorong hati untuk melepaskan diri dari barang-barang fana; karena kaulnya, biarawan-biarawati terikat oleh kewajiban itu.

Kaul kemurnian:

  • Hidup berkeluarga adalah hak setiap orang. Dengan mengucapkan dan menghayati kaul keperawanan, ia melepaskan hak-haknya untuk hidup berkeluarga demi Kerajaan Allah.Melalui hidup selibat ia mengungkapkan kesediaan untuk mengikuti dan meneladani Kristus sepenuhnya, dan membaktikan dirinya secara total demi terlaksananya Kerajaan Allah.
  • Inti kaul keperawanan bukanlah “tidak kawin”, melainkan penyerahan diri secara menyeluruh kepada Kristus, yang dinyatakan dengan meninggalkan segala-galanya demi Kristus dan terus menerus berusaha mengarahkan diri kepada Kristus, terutama melalui hidup doa.
  • Kaul kemurnian mewajibkan manusia lepas perkawinan dan menghindari segala sesuatu yang dilarang oleh perintah keenam dan kesembilan. Setiap kesalahan melawan keutamaan kemurnian juga merupakan pelanggaran terhadap kaul kemurnian sebab di sini tidak ada perbedaan antara kaul kemurnian dan keutamaan kemurnian, tidak seperti dalam kaul kemiskinan dan kaul ketaatan.

Kaul ketaatan:
  • Kemerdekaan atau kebebasan adalah milik manusia yang sangat berharga. Namun, mengucapkan kaul ketaatan berarti ia telah memutuskan untuk taat seperti dan kepada Kristus (lht. Yoh 14:23-24; Flp 2:7-8), melepaskan kemerdekaannya, dan taat kepada pimpinannya yang merupakan manifestasi pribadi Kristus (meletakkan kehendaknya di bawah kehendak pembesar), demi Kerajaan Allah.
  • Ketaatan religius adalah ketaatan yang diarahkan kepada kehendak Allah. Sehingga ketaatan kepada pembesar harus merupakan konkretisasi ketaatannya kepada Allah.
  • Kaul ketaatan juga mempunyai 2 aspek:Aspek Asketis : ketaatan religius dimengerti sebagai kepatuhan kepada pembesar, terutama guru rohani.Aspek Apostolik: ketaatan religius berarti kerelaan untuk membaktikan diri kepada hidup kerasulan bersama.
  • Kaul Ketaatan lebih tinggi daripada dua kaul yang pertama. Sebab, kaul ketaatan adalah suatu kurban, dan ia lebih penting karena ia membangun dan menjiwai tubuh religius. Dengan kaul ketaatan biarawan-biarawati berjanji pada Allah untuk taat kepada para pimpinan yang sah dalam segala sesuatu yang mereka perintahkan demi peraturan. Kaul ketaatan membuat biarawan-biarawati bergantung kepada pimpinan atas dasar peraturan-peraturan sepanjang hayatnya dan dalam segala urusannya. 
  • Keutamaan ketaatan lebih luas daripada kaul ketaatan; keutamaan ini mencakup ketentuan dan peraturan, dan bahkan nasihat-nasihat para pimpinan. Memenuhi perintah dengan tulus dan sempurna – ini disebut ketaatan kehendak kalau kehendak mendorong budi untuk tunduk kepada nasihat pimpinan. Sehubungan dengan ini, untuk menunjang ketaatan.

Ketiga kaul itu dapat dikatkan sebagai suatu sikap radikal untuk mencintai Bapa (keperawanan); pasrah kepada kehendak Bapa (ketaatan), serta bergantung dan berharap hanya kepada Bapa (kemiskinan). Dengan menghayati ketiga nasihat injili maka orang akan menjaditanda:yang memperingatkan kita supaya tidak terlalu “terpaku” pada kekayaan dan harta, kuasa dan kedudukan, perkawinan dan kehidupan berkeluarga, walaupun semuanya itu bernilai.Yang mengarahkan kita kepada Kerajaan Allah, yang sudah mulai terungkapkan kepada kenyataan yang akan datang.

Akhirnya, hidup membiara merupakan salah satu bentuk pengabdiaan kepada YesusMelalui hidup membiara, para suster dan bruder membaktikan dirinya/ melayani untuk sesamanyaPelayanan yang mereka lakukan dapat berupa pelayanan di bidang pendidikan, kesehatan, bidang religius

Imam Diosesan dan Imam Religius

Tiga kaul yang menjadi dasar kehidupan seorang biarawan-biarawati merupakan cara mewujudkan iman yang radikal sesuai nasihat Injil. Gereja berkeyakinan bahwa tiga hal itulah yang menjadi inti dari nasihat Injil yang diwartakan Yesus.

Kita perlu memahami bahwa imam-imam projo (pr), dioces, bukanlah imam-imam biarawan. Mereka ini tidak mengucapkan tiga kaul tersebut, tetapi dalam pelaksanaannya hampir sama dengan imam-imam religius. Kesederhanaan hidup seorang imam adalah bagian integral dari hidup panggilannya secara utuh.

Kesederhanaan pula yang menjadi semangat hidup dan karya Bapa Paus Fransiskus selama karya imamatnya. Beliau mengambil nama St Fransiskus karena teladan kesederhanaan hidup dari St. Fransiskus dari Asisi dalam segala aspek kehidupan tokoh kudus Gereja tersebut. Kesederhanaan hidup para imam ini secara jelas memantulkan kekudusan dan Terang Kristus kepada umat di sekitar-Nya, sebab mereka secara istimewa mengambil gaya hidup Kristus sebagai gaya hidup mereka sendiri.

Maka semua imam, baik imam anggota suatu Ordo religius, maupun imam Diocesan (RD) yang juga sering dikenal dengan sebutan imam ‘projo’, dipanggil untuk hidup dalam kesederhanaan sebagai seorang pelayan Tuhan.

Imam-imam dari Ordo religius memang umumnya terikat oleh kaul ketaatan, kemurnian dan kemiskinan, sesuai dengan spiritualitas pendiri Ordo tersebut. Maka para imam dari Ordo religius ini terikat ketentuan untuk menjadikan hampir semua harta miliknya menjadi milik komunitas Ordo tersebut, hanya ada kekecualian untuk barang-barang pribadi.

Namun imam-imam diocesan tidak terikat kaul kemiskinan, artinya diperbolehkan mempunyai kepemilikan tertentu, untuk menunjang pelayanannya. Maka ada sejumlah orang mengira bahwa karena para imam projo tidak terikat kaul kemiskinan, maka mereka boleh hidup seperti kaum awam dan boleh hidup dalam ‘kemewahan’. Benarkah demikian? Projo itu bukan ordo. Projo ialah terjemahan Jawa dari Pr, yang sebenarnya berarti Priest atau imam.

Projo sendiri dalam bahasa Jawa berarti “rakyat’. Maka, imam ialah orang yang ditahbiskan untuk melaksanakan tugas imamat bersama rakyat. Jangan sampai imam membuat sandungan karena gaya hidup mewah. Imam wajib hidup berpenampilan wajar sebagai imam di tengah rakyat. (Bdk. Pedoman Imam, KWI).

*****

Konteks hidup panggilan di atas menjadikan para guru di Seminari mendapat keistimewaan sekaligus panggilan untuk menjadi pengajar/pendidik tentang pengetahuan nurani dan potensi kebajikan. Seorang guru seminari juga punya peran sentral dalam mengubah kepintaran menjadi kebijaksanaan

Pendek kata, seorang guru seminari bukanlah sekedar pendidik, tetap pendidik kebijaksanaan yang mampu menyelaraskan arah batin anak-anak didiknya,

Bersama dengan orangtua, lingkungan sekitar anak didiknya, guru Seminari punya peran dan tanggung jawab dalam segitiga pendidikan. Ia harus selangkah dan sehati dengan para orangtua murid dalam mengajarkan tata krama; tetap juga sekaligus harus selangkah dan sehati dengan Direktur, sesama guru dan seluruh staf Seminari dalam mempersiapkan para seminaris menumbuhkembangkan panggilan hidupnya.

Seminari adalah tempat penyemaian benih kebaikan, dan berharapa dari benih-benih itu tumbuh kebaikan. Seorang pendidik di seminari oleh karenanya adalah pendidik yang memiliki hati yang penuh sukacita dan keseimbangan batin, sehingga dapat menerima cara pandang dan metode baru yang baik denganhati yang berlapang dada dan terbuka.

Sebagai seminari adalah tempat pendidikan keseimbangan batin, seorang pendidik juga harus memiliki semangat keseimbangan batin yang tampil dalam kerelaan untuk melepaskan kemelekatan terhadap pendapat dan pandangan pribadi yang terlah tertanama, tidak semata-mata terikat pada cara lama atau suatu pemikiran tertentu, serta menolak pendangan yang berbeda.

Sebagaimana pernah dikatakan Bunda Teresa dari Calkuta, "Sedikit orang bisa melakukan pekerjaan yang besar, tetapi lakukanlah pekerjaan kecil dengan cinta yang besar."


Simpulan

Seminari adalah tempat penyemaian benih kebaikan, dan berharapa dari benih-benih itu tumbuh kebaikan. Seorang pendidik di seminari oleh karenanya adalah pendidik yang memiliki hati yang penuh sukacita dan keseimbangan batin, sehingga dapat menerima cara pandang dan metode baru yang baik denganhati yang berlapang dada dan terbuka.

Sebagai seminari adalah tempat pendidikan keseimbangan batin, seorang pendidik juga harus memiliki semangat keseimbangan batin yang tampil dalam kerelaan untuk melepaskan kemelekatan terhadap pendapat dan pandangan pribadi yang terlah tertanama, tidak semata-mata terikat pada cara lama atau suatu pemikiran tertentu, serta menolak pendangan yang berbeda.

Sebagaimana pernah dikatakan Bunda Teresa dari Calkuta, "Sedikit orang bisa melakukan pekerjaan yang besar, tetapi lakukanlah pekerjaan kecil dengan cinta yang besar."
Sumber: Lusius Sinurat, Memperhitungkan Panggilan (Medan, 2019)


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.