iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Inkulturasi Liturgi Gereja Katolik

Inkulturasi Liturgi Gereja Katolik
Salah satu masalah pokok pastoral liturgi Gereja Katolik di Indonesia yang dewasa ini mendesak adalah inkulturasi liturgi (R. Hardawiryana: 2001, 121-126). Kemendesakan masalah inkulturasi liturgi ini sebenarnya telah lama digaungkan oleh para Uskup di Indonesia (Dr. H.J.W.M. Boelaars, OFM Cap: 2005, 405-411).

Dalam Anjuran Apostolik Ecclesia in Asia, Paus Yohanes Paulus II bersama para Uskup di Asia juga menegaskan kemendesakan masalah inkulturasi ini (Ecclesia in Asia no. 21). Begitu pula dalam Anjuran Apostolik Pasca-Sinode Para Uskup, Sacramentum Caritatis, Paus Benediktus XVI menegaskan pentingnya inkulturasi khususnya pada perayaan Ekaristi (Sacramentum Caritatis no. 54).

Hingga sekarang ini, berbagai upaya inkulturasi liturgi juga telah dilaksanakan di Indonesia ((E.P.D. Martasudjita: 127-145), seperti misalnya penyusunan nyanyian-nyanyian liturgi inkulturatif, pembangunan gedung-gedung gereja yang inkulturatif, dekorasi altar dan busana liturgi inkulturatif, relief dan gambar-gambar suci yang inkulturatif, tarian-tarian daerah yang dibawakan dalam perarakan pada Perayaan Ekaristi, dsb.

Tata Perayaan Ekaristi (TPE) 2005 yang telah memperoleh pengesahan dari Tahta Suci sebenarnya juga termasuk contoh inkulturasi liturgi yang berhasil dicapai oleh Gereja Katolik di Indonesia, meskipun bagi sebagian orang TPE 2005 tersebut masih sangat setia dengan Ordo Missae 1970 dan belum terlalu banyak menampilkan unsur budaya Indonesia.

Di satu pihak, problematik inkulturasi sendiri tidak terbatas hanya pada bidang liturgi saja, melainkan juga di bidang lain seperti teologi, Kitab Suci, eklesiologi, spiritualitas, religius, katekese dsb. Di lain pihak, tak dapat dipungkiri bahwa problematik inkulturasi liturgi merupakan hal yang paling banyak menarik perhatian dan diskusi di berbagai lapisan dalam Gereja (P. Tovey: 2004, 163-172).

Hal ini dapat dimengerti karena liturgi memang dipandang sebagai “puncak yang dituju oleh kegiatan Gereja, dan serta-merta sumber segala daya-kekuatannya” (SC, SC 10). Artinya, sebagai bidang yang dituju oleh dan sekaligus sumber bagi kegiatan-kegiatan Gereja lainnya, liturgi merupakan bidang yang memiliki tempat sentral dan penting bagi semua kegiatan Gereja lainnya.

Salah satu masalah pokok inkulturasi yang perlu mendapat perhatian khusus dalam Gereja dewasa ini adalah proses inkulturasi liturgi. Proses inkulturasi di Indonesia ini sudah mendapat perhatian misalnya pada tulisan Mgr. Michael Coomans MSF (Mgr. Michael Coomans MSF, “Inkulturasi”, dalam SAWI, 2 Juli 1989).

Namun dalam praktek di paroki-paroki di berbagai Keuskupan di Indonesia, proses inkulturasi liturgi lebih cenderung berlangsung secara spontan, eksperimental (coba-coba), dan sering sekedar kehendak baik untuk merayakan liturgi secara kontekstual.

Bahaya dari praktek yang spontan, eksperimental dan yang mengandalkan kehendak baik saja ialah sebuah praktek inkulturasi liturgi yang tidak selaras dengan asas-asas liturgi pada umumnya dan makna sejati dari unsur-unsur budaya yang diambil. Sebuah perayaan liturgi inkulturasi yang baik mesti menempuh proses yang baik.

Proses inkulturasi yang baik meliputi beberapa hal yang perlu diperhatikan, yakni memahami makna liturgi dan sejarahnya dengan baik, mengenal patokan dan metode inkulturasi secara baik pula.


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.