iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

KPK Bukan Kumpulan Pengecut Kawakan

KPK Bukan Kumpulan Pengecut Kawakan
Sebagian netizen berteriak #SaveKPK dan sebagian lagi mendukung #RevisiUUKPK. Begitu juga dengan beberapa LSM di Jakarta sama-sama menreiakkan hal yang sama. Yang jelas, isu pelemahan KPK oleh DPR justru berasal dari pimpinan KPK itu sendiri.

Belum lagi adanya surat Presiden ke DPR yang isinya membuka ruang bagi DPR untuk membahas (bukan merevisi, red) UU KPK dengan mengutus Menteri Hukum dan HAM. Satu hal lagi yang bikin suasan makin heboh adalah terpilihnya polisi aktif berpangkat Irjen menjadi ketua KPK yang baru. 

Kekisruhan ini sudah terjadi sejak seleksi Capim KPK, jauh hari sebelum 10 nama capim tiba ke tangan Jokowi sebagai presiden. Para pimpinan KPK yang pada bulan Desember nanti akan pensiun mengumandangkan ke publik bahwa #KPKDilemahkan karena adanya #RevisiUUKPK. Berbagai  LSM yang biaya operasionalnya bersumber dari APBN yang sama dengan KPK ikut meramaikan suasana.

Hari ini, 13 September 2019 bahkan terjadi hal yang memalukan. Para pimpinan KPK ambeg berjamaah dan meninggalkan tugasnya sembari meninggalkan "surat tugas" untuk Presiden yang dulu menetapkan mereka. Mereka mengatakan ke media, "Terserah Presiden Jokowi deh, kami masih dipake sampai Desember atau tidak."

Sikap ambeg atau "merajuk"-nya KPK itu oleh sebagian masyarakat (dan hampir pasti dibahas di ILC) dipandang sebagai sikap kekanak-kanakan. Beberapa fraksi DPRD di Komisi IIII yang ikut terlibat dalam pemilihan pimpinan KPK justru juga punya sikap sendiri. Menurut anggota Komisi III, pimpinan KPK saat ini sepertinya ketakutan atas usulan revisi UU KPK. "Jangan-jangan memang ada sesuatu di dalam," kata salah seoarang dari mereka.

Menurut berita yang sudah kadung viral, ada dua poin yang dipandang akan merusak KPK sebagai lembaga independen, yakni (1) pembentukan dewan pengawas KPK dan (2) kedudukan KPK yang berubah menjadi lembaga pemerintah.

Dugaan demi dugaan inilah yang pada akhirnya mengiring warganet dalam mengambil peran mereka. Tak sedikir warganet yang mengungkapkan perasaannya, tanpa pernah membaca sepenuhnya isi UU KPK, isi surat Presiden kepada DPR, isi surat Pengunduran pimpinan KPK, bahkan tak mengikuti proses pemilihan pimpinan KPK di DPR.

KPK memang harus diselamatkan. Tetapi di sisi lain kinerja mereka juga harus menyelamatkan negara, dan bukan sekedar menakut-nakuti petugas negara yang OTT. Toh KPK bertugas memberantas korupsi, dan indikatornya adalah seberapa besar uang negara yang dirampas koruptor dikembalikan kepada negara, disamping menghukum sang koruptornya. 

KPK bukan polisi pengintai yang tugasnya sekedar menangkap, mengumumkan ke publik, lalu kasusnya menguap setelah tersangka mengenakan baju orange khas KPK. Ketika, misalnya, pejabat X dari Kabupaten Y ditangkap sedang transaksi hingga merugikan daerah yang dipimpinnya; apakah uang yang ditangkap KPK itu dikembalikan ke daerah Y atau hanya memberikan baju orange ke tersangka?

Kalau saja uang proyek pembangunan jalan di Samosir di korup, misalnya nih, dan pelakunya terciduk oleh KPK, apakah uang rampasan tadi pasti dikembalika ke daerah yang dirugikan untuk digunakan sesuai fungsinya?

Hal-hal seperti ini penting untuk memacu semangat masyarakat dalam melaporkan segala bentuk korupsi di daerah masing-masing. Di titik inilah KPK harus independen, tetapi independensi itu harus tampil juga lewat pekerjaan mereka, dan bukan hanya dalam mengumumkan hasil tangkapan saja.




Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.