iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Memikirkan Orang Lain Itu Sebuah Pekerjaan

Memikirkan Orang Lain Itu Sebuah Pekerjaan
Di suatu senja nan sepi, seorang pertapa muda, dari Biara Gunung, tempat ia merenung hidup yang bertepi, sedang memandangi "dunia" di bawahnya dalam hening.

Ia melihat lautan manusia lalulalang bak semut yang saling menjemput makanan untuk teman-temannya. Sayup-sayup terdengar olehnya deruan kendaraan dan mesin-mesin pabrik; juga secara abstrak terlihat liukan asap hitam yang keluar dari corong pabrik yang berbaris di tepian kota.

Sesekali ia tersenyum dan tertawa oleh pesona 'gerak dunia' nyata itu, apalagi saat menyaksikan "kebodohan" orang yang lalu lalang entah sedang mengejar apa. Tapi tak jarang juga ia marah melihat hitamnya asap hitam dari pabrik yang menghalangi matanya.

Memang baru kali ini si pertapa keluar dari "persembunyian-nya" dan pergi ke tepi bukit, yang tak lain adalah tempat favorit dari pertapa tua, yang tak lain adalah suhu dari si pertapa tadi.

Dalam 'amarahnya' itu seorang sang guru pertapa tiba-tiba membangunkan si pertapa dari lamunan-nya, "Hai anak muda. Mengapa engkau tadi tersenyum, tertawa dan kini engkau tampak marah?"

Jawab si pertapa muda,"Aku sedang memandangi dunia, tempat kaum kita menjalani hidup. Lihatlah mereka itu. Mereka serba sibuk dan seakan-akan tak ada waktu mereka untuk beristirahat sejenak."

Sang guru pertapa tua itu pun menjawab singkat, "Betapa bodohnya engkau anak muda. Dari tadi aku juga menyaksikan engkau bekerja dengan tidak berhenti memikirkan apa yang mereka lakukan. Bukankah itu pekerjaan yang tidak mudah? Dan kini, engkau sendiri yang tak sempat memikirkan dirimu."

Tak jarang kita memang terlalu banyak memikirkan apa yang dilakukan orang lain, hingga kita lupa melakukan sesuatu untuk diri kita sendiri. 

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.