iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

MKU Bahasa Indonesia

Lucu juga mendengarkan orang Flores, Timor, Nias, dan Ambon yang ada di Biara Novisiat II Frateran CMM.

Almarhum pak Moechtar adalah dosen mata kuliah Bahasa Indonesia kami saat kuliah di Fakultas Filsafat Unpar Bandung. Nilai tertinggi untuk mata kuliahnya B. Tak banyak yang bisa mendapat nilai C, apalagi nilai B. Saya termasuk yang pernah mengulang mata kuliahnya karena mendapat nilai D.

Biasanya, mahasiswa yang mendapat B itu adalah mahasiswa yang sering membawa tasnya, sering ngobrol dengan beliau, dan tak pernah menggugat pernyataannya di ruang kelas. Saya termasuk yang pernah protes kepada beliau karena ia selalu memberi contoh kalimat majemuk bertingkat yang menjebak, hanya terdengar berbeda saat beliau baca dalam logat Sunda yang kental dan penempatan tanda koma dalam kalimatnya.

Contohnya: "Siapakah Susi bagi Pak Moechtar dalam kalimat-kalimat berikut?
  • Susi istri keduanya pak Moechtar pergi ke pasar.
  • Susi, istri keduanya pak Moechtar, pergi ke pasar.
  • Susi istri keduanya, pak Moechtar pergi ke pasar.
  • Susi, istri keduanya pak Moechtar, pergi ke pasar.
  • Susi istri keduanya pak Moechtar, pergi ke pasar.
Ternyata susi adalah nama dari istri keduanya Pak Moechtar. Jadi memisahkan susi sebagai subyek tunggal akan berakibat fatal: Pak Moechtar akan marahi ke mahasiswa yang betqnggapan begitu. Pak Moechtar memang bukan dosen killer. Ia jenaka dan tak jarang mengumbar tawa lewat lelucon yang ia ciptakan sendiri.

Satu hal yang paling menarik dari Pak Moechtar adalah ketika ia mengatakan "Bahasa Indonesia itu tak pernah punya arti tunggal, dan pengertiannya selalu tergantung dari latarbelakang budaya si penggunanya."

Ini lantas berarti bahwa saat mengikuti kuliah Bahasa Indonesia di FF Unpar Bandung, kami sesungguhnya belajar bahasa Indonesia versi Sunda. Kalimat di atas pun jadinya begini: "Susi teh istri keduanya si Pak Moechtar yang paling sering belanja ke pasar." Atau, bisa silanjutkan, "Soalnya mah si istri pertamanya Pak Moechtar tidak pernah belanja ke pasar."

Begitulah bahasa sebagi ucapan (verbal), tulisan (teks, non-verbal) tak pernah lepas dati konteks tang menyertainya. Itu sebabnya, saat kuliah di kelas, orang Timur selalu terdengar lucu sekaligus ganjil saat mengajukan pertanyaan atau saat mereka presentasi di kelas dengan menggunakan bahasa Indonesia.

"Sa pu pertanyaan....."
"Saya pusing dan tak mengerti barang satu itu..."

Betapa kayanya bahasa kita. Tak hanya bahasa yang berbeda, tetapi juga pelafalan, dialek, bahkan ekapresi dan pengertiannya yang berbeda saat kita sama-sama menggunakan bahasa Indonesia. Akhirnya saya mengerti mengapa MKU Bahasa Indonesia bukanlah mata kuliah yang gampang. Tergantung di mana Anda kuliah.

Anda akan mudah memahami kata "siap" untuk "selesai" bila Anda adalah orang Medan atau Sumatera Utara dan kuliah di Unimed atau di USU. Spanduk-spanduk demo hanyalah beberapa contoh betapa tak mudah bagi pemerintah memahami bahasa Indonesia versi demonstran. #SaiNaAdongDo


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.