iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Pesta dan Kepalsuan Kembang

Pesta dan Kepalsuan Kembang
Salah satu penampakan papan bunga dengan kembang plastik di Kota Medan
Setiap pesta diharapkan akan menjadi kenangan, entah bagi si penyelenggara pesta maupun para undangan yang hadir. Itu sebabnya orang kita rela kerja keras demi membiayai pesta; juga menjadi alasan mengapa undangan rela mengirimkan papan bunga besar kepada penyelenggara pesta.

Ada unsur sosial-ekonominya: orang diberi makan, tanpa peduli kasih uang pengganti alias hanya "modal hosa" (Batak: modal nafas) saat hadir di pesta.

Selain momentum yang disyukuri (misalnya bisa kawin, akhirnya diwisuda juga, bah akhirnya dilantik jadi anggota DPRD juga, dll), pesta juga bertujuan untuk mempertontonkan ekspresi kebudayaan.

Maka, semakin primitif dan semakin miskin sebuah kelompok masyarakat, maka nilai sebuah pesta akan semakin tinggi. Bagaimana tidak, pesta adalah momentum yang memfasilitasi mereka berjumpa dengan banyak orang, juga menghilangkan lelah di ladang/sawah sejenak.

Kultur Batak sangat melekat dengan pesta (adat). Itu karena masyarakat Batak percaya bahwa pesta adalah ekspresi kemampuan secara sosio-ekonomis. Ulaon adat (pesta adat) oleh karenanya adalah moment untuk mempublikasikan kemampuan itu, sekaligus untuk menuntaskan urusan administratif: sah jadi hela/parumaen (menantu), sah sebagai sarjana, sah sebagai marga X, dst. Ulaon adat adalah tempat untyk mengesahkan hal itu.

Pesta adalah sukacita bagi keluarga yang menyelenggarakannya, tetapi juga jadi dukacita bagi si miskin yang tak mampu menyelenggarakannya. Hanya saja si miskin selalu punya kesempatan menikmati semaraknya pesta. Tentu saja sebagai undangan.

Di atas segalanya itu, di masyarakat Batak Modern, ternyata pesta bukan hanya panggung bagi penyelenggara, tetapi juga menjadi panggung bagi para undangan.

Lihatlah banyaknya papan bunga plastik yang dikirimkan oleh undangan kepada pesrawan/pestawati. Tak jarang barisan papan bunga palsu itu malah mengganggu lalulintas. Belum lahi mereka yang berpesta malah menutup jalan.

Itu karena, pesta bagi orang Batak, atau masyarakat Sumut pada umumnya adalah kesempatan bagi orang/perusahaan/ormas/etc untuk memperkenalkan diri. Kalau tak percaya, perhatikan deh, ukuran huruf dari nama orang/organisasi yang berpesta hampir selalu lebih kecil dari ukuran nama pengirim bunga papan.

Kita lantas berpikir mengapa pesta atau ucapan dukacita untuk orang yag bersukacita atau berdukacita sering dimanfaatkan untuk promosi diri/perusahaan/lembaga orang lain?


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.