iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Perayaan Liturgi Virtual Tahbisan Imam dan Pengikraran Kaul Kekal Biarawan-Biarawati

Di WAG barisan para mantan Seminari sering dikirim undangan tahbisan diakon/imam, kaul kekal biarawan/biarawati, bahkan pesta 25 tahun, 40 tahun hingga 50 tahun hidup membiara. 

Sebelum pandemi, semua perayaan liturgis di atas selalu dirayakan sebagai pesta agung umat. Banyak umat yang hadir, dan tak jarang pejabat sipil dan tokoh agama lain diundang. Itu sebabnya, perayaan liturgis ini dipindah dari gereja ke aula atau lapangan terbuka. 

Paroki-paroki bahkan kerap 'bersaing' menjadi tuan rumah tahbisan. Mereka tahu kalau biaya pesta cukup besar besar. Tapi mereka juga sadar bahwa perayaan tahbisan dan kaul kekal masih jadi rebutan sponsor. 

Buktinya, tak ada pesta tahbisan yang gagal. Semua berlangsung baik dan lancar. Seluruh undangan akan krbagian makanan yang disediakan panitia. 

Pandemi korona yang menakutkan dunia sejak awal tahun 2020 ini ternyata mengubah konsep tahbisan atau pengikraran kaul kekal di atas. Perayaan tak lagi semeriah sebelumnya. 

Pendek kata, konsep perayaan bergeser dari "pesta umat" menjadi "perayaan liturgi gereja." Hanya sedikit umat yang hadir. Itu juga hanya keluarga yang lolos protokol kesehatan pemerintah. 

Tak semua pastor dan biarawan/biarawati menghadiri pesta. Bahkan uskup, vikjen atau pastor-pastor Kuria pun tak boleh hadir bila tak lolos protokol kesehatan. Jadi, upacara tahbisan atau pengikraran kaul kekal hidup membiara itu cukup dirayakan secara liturgis di dalam kapel atau gereja kecil. 

Tentu saja ini sangat positif bagi gereja. Bagaimana tidak, perayaan tersebut menjadi lebih ekslusif, sakral hingga meninggalkan kesan spiritual yang mendalam. Keuskupan dan tarekat jadi lebih mandiri. Para imam dan biarawan/biarawati lebih peduli pada sesama mereka. Sebab, kini mereka tak perlu lagi merepotkan paroki terdekat. 

Ya, tahbisan imam keuskupan/tarekat atau pengikraran kaul kekal biaran/biarawati itu akhirnya telah kembali pada kesederhanaan Gereja Perdana. 

Tahbisan tak perlu lagi Panitia Pesta yang beranggotakan banyak orang hingga mencantumkan nama kepala daerah setempat sebagai Penasihat Pesta. 

Tak lagi perlu seksi dana yang sering memanfaatkan para politisi yang sedang bertarung merebut kursi legislatif atau kepala daerah.

Tak perlu lagi memindahkan meja altar ke lapangan sekolah, atau mencetak spanduk raksasa sebagai latar panggungnya.

Semesta, lewat pandemi korona, telah mengembalikan konsep tahbisan sebagai perayaan liturgi gereja, dan bukan sekedar pesta pora. 

Bila sebelum korona, liturgi hanyalah pembuka pesta yang sangat semarak. Ada sambutan pejabat gereja, kepala daerah, diselingi hiburan panggung dan persembahan para imam baru dengam menyanyikan lagi "Apanella". 

Kini, upacara tahbisan imam atau pengikraran kaul kekal jauh lebih sakral karena kesederhanaannya. Kehadiran Roh Kudus lebih terasa dan sentuhan Yesus ke kepala imam saat ditahbiskan jauh lebih mengena. Begitu juga kehadiran Bunda Maria yang menjauhkan suster yang mengucapkan kaul dari sengatan korona.

Konsaekuensinya, siapapun imam yang ditahbiskan di era pandemi ini, pun biarawan/biarawati yang mengikrarkan kaul kekalnya haruslah berbangga hati. Mereka mengalami kehadiran Tuhan dalam keheningan dan kesederhanaan. 

Hampir dapat dipastikan bahwa dengan konsep perayaan liturgis tahbisan post pandemi, imam yang baru ditahbiskan akan menganggap tahbisan sebagai momentum spiritual, di mana Yesus memanggil 12 muridNya. 

Anggapan bahwa menjadi imam merupakan kenaikan pangkat: dari frater menjadi pastor (pejabat resmi gereja) tentu saja akan sirna ditelan debu Sinabung. 

Akhirnya, Gereja harus berterimakasih kepada semesta, karena pandemi korona bukan saja mematikan, tetapi juga mematikan keangkuhan imam tarekat yang setelah ditahbiskan lebih menyukai riuhnya pesta daripada heningnya hidup membiara. 

Beberapa keuskupan dan tarekat mensyukuri hal ini, juga merasa bahagia karena akhrinya tahbisan telah kembali menjadi perayaan liturgis seperti semula. Bagi ke, dan tidak lagi melulu pesta. 

Mereka sadar bahwa ungkapan "Non multa sed multum" akan kembali bergema. Sebab, bukan banyaknya umat dan hebatnya panitia tahbisan yang melahirkan imam yang baru, melainkan penumpangan tangan dan doa gereja yang dilantunkan para uskup pentahbis dengan syahdu. 

Selamat menerima tahbisan suci, Rama Tono dan Rama Stephanus, Imam Diosis Bandung
Selamat mengikrarkan Kaul Kekal, Sr.Nancy Clara Sinaga. Selamat menghidupi kasih Kristus: memberi diri hingga nyawa bagi sesama yang menderita.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.