iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Bangsa Grasak-Grusuk


Virus korona kembali mengamuk dan korban setiap hari bertumbuh pesat. Mayoritas warga terpapar hingga tak sedikit yang mati secara mendadak, karena kotona. Begitu juga anggota DPR(D), gubernur, bupati, walikota, sekda, kadis, camat hingga kepala desa turut jadi korban. Padahal mereka, sebagai pejabat publik adalah gugus terdepan ketiga setelah individu dan tenaga medis yang bekerja mencegah laju persebaran korona.

Pendek kata, korona bisa menghilangkan nyawa siapa saja, termasuk mereka yang sangat paham seluk-beluknya virus Covid-19 ini. Keganasan virus ini mengubah, bukan saja kebiasaan dan pola kerjaan kita, tapi terutama keuangan kita.

Demikian pula pelayanan publik oleh pemerintah ikut terganggu. Tak jadwal #PilkadaSerentak2020 yang ingin diundur untuk kedua kalinya. Ya, Pilkada yang awalnya akan dilakukan bulan Juni 2020 telah dipindah ke bulan Desember 2020 mendatang.

Tentu saja perubahan jadwal tersebut bukan karena Ketua KPU terpapar korona. Niatnya sangat mulia, yakni demi kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Jusuf Kalla, mantan wapres mengusulkan agar Pilkada diundur hingga vaksin korona ditemukan. PBNU juga turun ke jalan demi menyuarakan hal serupa. Beberapa pengamat dan pemerhati kebijakan publik pun turut menyuarakan usulan yang sama. Begitulah yang terjadi.

Kita seringkali sangat spontan. Bahkan terkesan reaktif hingga mengambil tindakan yang grasak-grusuk. Saat menghadapi masalah, hampir selalu dituntaskan dengan cara melahirkan masalah baru.

Langkah yang diambil selalu serba tanggung. Sejak awal bulan Maret tahun lalu, saat korona menyebar ke hampir semua negara di dunia, beberapa negara langsung memutuskan lock down.

Indonesia yang mahademokratis ini malah mengambil kebijakan PSBB. Begitu agak reda, kebijakan new normal langaung diambil.Kita memang tak bisa memutus persebaran korona, kecuali bersama-sama: pemerintah dan warganya. Ini jauh lebih efektif dibanding membentuk satgas dan hirarki turunannya. Apalagi satgas itu selalu mengikuti pertambahan kasus terpapar korona.

Kita sebagai warga, bersama pemerintah harus sepakat kembali menjadi manusia yang manusiawi. Sebab kita bukan binatang yang harus dikandangi pemerintah. Demikian juga pemerintah bukanlah budak warga, melainkan pelayan warga.

Entah sampai kapan kita menkadi bangsa yag reaktif. Terkait Pilkada, misalnya, mengapa tak memanfaatkan teknologi e-Vote hingga warga cukup memilih dari rumahnya dan calon di jona kuning dan merah cukup kampanye lewat media?

Itu sih terserah pemerintah. Jangan sampai, mengutip blak-blakannya Ahok, justru pemerintah lebih mendengar para staf ahlinya (para kroco) yang sebetulnya tidak ahli, apalagi menguasai persoalan. Kita tinggal memilih antara berbagi energi positif atau energi negatif dalam mengatasi pandemi inu.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.