iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Prakata Sejarah dan Tarombo Marga Sinurat

Sejarah dan Tarombo Marga Sinurat

B
agi orang Batak Toba, tarombo (silisilah) erat terkait dengan marga. Marga Sinurat bukan sekedar identitas (nama leluhur) yang disematkan di belakang nama pomparanni ompunta Raja Sinurat, tetapi sekaligus sebagai pemersatu antara Sinurat dengan sesama Sinurat (internal) dan antara Sinurat dan marga Batak Toba lainnya (eksternal). Tak hanya itu, Sinurat juga sekaligus menjadi notifikasi bagi marga Sinurat tentang posisi social mereka dalam kehidupan sehari-hari, teristi-mewa pada ulaon adat (pesta adat).

Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba didasarkan atas marga (genealogis) dan perkawinan (sosiologis). Di titik inilah Sinurat adalah jatidiri atau identitas sosio-kultural orang Batak Toba bermarga Sinurat menurut garis patrilineal (bdk. Siagian, 1992:19; Sinaga, 2006: 227). Maka, setiap orang bermarga Sinurat harus menyadari bahwa marga sangat sentral fungsinya, yakni untuk menge-tahui tarombo (silsilah) dan partuturon (hubungan kekerabatan atau relasi antar marga) dalam bingkai patik dohot uhum Dalihan Natolu. Dengan marga yang disandangnya, setiap orang bermarga Sinurat akan mengetahui tarombo, sundut, parhundulna (posisi sosialnya) di tengah masyarakat Batak Toba lainnya.

Buku Sejarah dan Tarombo Raja Sinurat ini berangkat dari kesadaran marga Sinurat dalam mengaplikasikan filsafat Dalihan Natolu yang tampil elegan dalam pesan magisnya, “Somba marhulahula, elek marboru, manat mardongan tubu.” 

Demikian pentingnya filsafat Dalihan Natolu ini, sehingga kita bermarga Sinurat wajib melestarikannya, seturut umpama mahsyur ini,
    “Ompunta naparjolo,
    martungkot sialagundi.
    Adat napinungka ni naparjolo,
    sipaihut-ihut on ni na parpudi.”

Salagundi adalah sejenis tanaman yang dapat tumbuh berdampingan dengan tanaman lain. Akarnya menjalar liar mencengkeram tanah, saling membelit hingga menguntai ikatan akar yang kokoh hingga mampu menahan tanah dari bahaya longsor. Akar salagundi ini di kemudian hari melahirkan tunas baru dan mennadi salagundi-salagundi baru. Ini sebabnya salagundi dijadikan simbol perekat persatuan orang Batak, dalam hal ini marga Sinurat. 

Seperti salagundi, demikianlah pomparan Raja Sinurat mampu bergaul dan hidup berdampingan dengan yang lain, tanpa kehilangan identitasnya sebagai orang Batak Toba bermarga Sinurat. Tak hanya itu, pomparanni ompunta Raja Sinurat juga mau dan rela saling membantu, dimulai diantara mereka dan seterusnya kepada orang lain diluar marga Sinurat.

Dalam konteks inilah penerbitan buku ini sangat penting, yakni merekatkan parsadaan (kesatuan) sekaligus sebagai pengejawantahan filsafat Dalihan Natolu di tengah pomparanni ompunta Raja Sinurat. Apabila seorang Sinurat tidak mengejawantahkan Dalihan Natolu, maka ia akan menerima 3 konsekuensi berikut:
  • Angka na so somba marhula-hula siraraon ma gadongna—seseorang yang tidak menghormati saudara laki-laki dari pihak ibunya, makanannya akan terasa hambar. 
  • Molo so manat mardongan tubu natajom ma adopanna—orang yang tidak hati-hati memperlakukan saudara sekandungnya, akan menghadapi pertikaian. 
  • Molo so elek marboru andurabion ma tarusanna—orang yang tidak mengasihi saudarinya, maka ia tidak akan mendapat berkat.
Kini, marga Sinurat telah tersebar ke seluruh pelosok Indonesia, bahkan ke luar negeri. Tak sedikit dari mereka justru tidak tahu sejarah dan tarombo marganya. Fakta ini menjadi alasan lain mengapa buku ini ditulis, yakni agar kelak bisa menjadi acuan bagi anak dan cucu kita tentang leluhur dan di mana bonapasogit Raja Sinurat.

Sungguh banyak bantuan yang penulis dapatkan dalam penulisan buku yang tidak sempurna ini. Untuk itu kami berterimakasih atas kepercayaan yang diberikan Punguan Sinurat Dohot Boru se-Indonesia, juga atas masukan berharga dari dongantubu kami, pomparan ni ompunta Sinurat. 

Secara khusus penulis berterimakasih kepada narasumber yang mau kami repotkan. Mereka adalah Dr. Togar Manurung (pomparan ni Ompuni Unggul Manurung dari Sionggang), Edison Sinarta Sinurat (horong Raja Pagi yang tinggal di Lampung), Kartius Sinurat (horong Ompu Gumbok Nabolon yang tinggal di Jakarta, Ama Rotua Sinurat dan Ama Parulian Sinurat (horong Raja Tano yang tinggal di Lumban Julu), Pius Sinurat, dan beberapa dongantubu lain yang tidak kami sebutkan satu per satu di sini.

Terimakasih juga kami sampaikan juga kepada Punguan Sinurat Dohot Boru se-Indonesia dan Dewan Pembina dan Penasehat; dr. Robert Sinurat Sp.Rad (mewakili Dewan Pembina dan Penasihat), Mulatua Sinurat S.Kom MM, Dr. Ir. James Sinurat MURP (mewakili horong Raja Tano), Dr Sahala Sinurat Msc (mewakili horong Raja Pagi), St. Kartius Sinurat, SH, MM (mewakili horong Ompu Gumbok Nabolon). Akhirnya kepada semua pomparan Raja Sinurat lainnya yang turut membantu kami dalam proses penulisan buku ini, kami ucapkan terimakasih. Selamat membaca!

- Lusius Sinurat, SS, M.Hum (Penulis)

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.