Dongantubu memiliki hak strategis dan simbolis dalam pesta pernikahan adat Batak, yaitu:
- Mengambil keputusan adat dengan berpartisipasi dalam Tonggo Raja untuk menentukan jalannya pesta, termasuk pembagian tugas dan anggaran.
- Menerima jambar juhut (bagian daging dari pinahanyang dibagi sesuai hierarki adat).
- Menjadi suhut: memimpin pelaksanaan pesta pernikahan adat diadakan di kampung marga laki-laki.
- Memberikan nasihat (umpasa atau petuah) dari salah seorang senior marga kepada pengantin.
- Menyiapkan logistik: mengatur penyembelihan hewan, pembagian jambar saat marpudun saut dan penyediaan fasilitas pesta.
- Menjaga martabat marga: memastikan prosesi adat berlangsung khidmat, termasuk menjadi panombol (juru bicara) dalam negosiasi dengan pihak Hulahula.
- Membiayai pesta: kontribusi dana (tumpak) untuk mendukung keluarga inti penyelenggara pesta.
- Mediasi konflik: menengahi konflik internal marga, sesuai prinsip manat mardongantubu (hati-hati menjaga hubungan semarga).
Pepatah “Hau na jonok do na boi marsiososan” (hanya kayu yang berdekatan yang bisa saling bergesekan) mengingatkan bahwa sebagai kerabat terdekat, Dongantubu justru rentan konflik. Di titik inilah Dongantubu wajib menjaga kesatuan marga melalui sikap manat (hati-hati).
Di masa sekarang, ada pergeseran peran Dongantubu. Di perantauan, fungsi Dongantubu sering diwakili organisasi marga (punguan) untuk mempertahankan solidaritas. Ini menjadi tantangan tersendiri bagi generasi muda Batak yang pemahaman mereka akan hierarki adat sangat minim. Minimnya kecintaan pada tradisi dan adat-istiadat leluhurnya seringkali menjadi penyebab kesalahan penyebutan atau penempatan posisi mereka dalam pesta, terutama dalam pesta pernikahan adat Batak.
Untuk itu, ada berbagai usulan agar prosesi pesta-pesta adat, termasuk pesta perkawinan adat lebih disederhanakan. Misalnya, ritual Martonggo Raja lebih baik digabung saja dengan ritual Marhata Sinamot demi efisiensi waktu.
Filosofi Peran Dongantubu
Makna filosofis Dongantubu dalam pesta pernikahan adat Batak tampil elegan dalam 2 umpama berikut: “Manat ma ho mar Dongan Sabutuha, molo naeng sangap ho” dan “Tampulon aek do na mardongan sabutuha, tali papaut tali pangggon; ung taripas laut sai tinanda do rupa ni dongan.” Prinsip “manat mardongantubu” merupakan kewajiban utama menjaga keharmonisan sesama marga, karena konflik internal dianggap paling berbahaya (angka naso manat mardongantubu, na tajom ma adopanna; yang tidak hati-hati dengan sesama marga, akan terkena tajamnya parang).
Mereka yang termasuk dalam kelompok Dongantubu menurut Dalihan Na Tolu dalam pesta pernikahan adat Batak adalah:
- Dongan saama ni suhut (saudara kandung ayah dari pihak mempelai laki-laki).
- Paidua ni suhut (anak laki-laki dari abang/adik ayah).
- Hahanggi ni suhut/Dongantubu (Saudara laki-laki ayah dari marga yang sama).
- Panamboli/panungkun ni suhut (kerabat jauh dalam satu klan),
- Dongan samarga ni suhut (saudara ayah pengantin laki-laki yang bermarga sama, atau Dongan Sabutuha),
- Dongan saina ni suhut/pulik marga (saudara laki-laki dari ibu yang sama meski beda ayah),
- Dongan sapadan ni ompu/pulik marga (marga lain yang terikat perjanjian adat (padan) dengan marga pihak mempelai laki-laki),
- Pariban (na pinariba, diperhitungkan sebagai bagian dari diri sendiri), serta
- Dongan Sahuta (khalayak ramai), Raja na ginokhon (undangan), dan Aleale (para sahabat dan handai taulan).

Posting Komentar