iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

LDR (Long Distance Relation)

LDR (Long Distance Relation)
Demi mengumpulkan banyak uang dan menyelamatkan karir, banyak pasangan suami-istri "memilih" hidup berjauhan: hidup di kota hingga negara berbeda.

Bagi generasi tua, perkawinan model begini tak masuk akal. Masak iya si suami tinggal di Medan, tapi si istri tinggal di Bandung?

Fakta ini melahirkan pergeseran paradigma (shift paradigm) tentang makna parkawinan, hidup bersama, cinta dan kesetiaan dalam perkawinan.

"Untuk apa menikah kalau toh tidur sendirian?" tanya mak Ucok

"Ah, macam tak laki-laki si kawan itu. Bisa rupanya suaminya itu tahan tak berhubungan dalam 1 semester? Ah, ada-ada saja," tambah pak Butet.

Tapi tunggu dulu. Soal "distance" ini rupanya bukan hanya dalam hal perkawinan. Buktinya, dalam keseharian pun kita senang menciptakan jarak dalam berelasi.

Boleh saja suami-istri dan anak-anak tinggal dalam serumah, tapi kenyataannya, komunikasi internal mereka justru lebih sering lewat smartphone. Sering terjadi, mereka lebih suka ngobrol di WA Group daripada berbincang setelah makan malam bersama.

Maka pertanyaannya, apa sesungguhnya arti "jarak" di era serba digital ini? Nyatanya kita sering kali lebih mempercayai teman di dunia virtual, dan sebaliknya malah gak nyaman dengan orang-orang di dunia faktual.

Sebaliknya bisa terjadi di mana pasangan yang LDR seringkali lebih romantis dibanding pasangan yang tinggal serumah, bahkan lebih banyak anak . Sementara pasangan yang tinggal sedapur, serumah dan sekasur justru lebih kacau.

Di sisi lain, dunia kita memang sudah kehilangan batas (borderless), alias tanpa jarak secara sosio-psikologis.

Bisa Anda bayangkan betapa masa kampanye Pilpres 2024 pun orang bisa sampai gontok-gontokan hanya karena beda dukungan.

Masing-masing pendukung ketiga capres-cawapres turut memainkan perasaan "like or dislike" dalam hal mendukung ketiga paslon itu.

Orang Kutacane, Samosir, Bukit Tinggi, Sangiran, Kupang, Gorontalo hingga Asmat begitu getol memposting dukungannya kepada paslon tertentu.

Twitter / X orang selalu bising dengan persaingan antar pendukung capres-cawaprea. Rasa cintanya kepada caprea X selalu sejalan dengan rasa bencinya kepada paslon Y dan paslon Z. Itu semua terjadi di media sosial.

Inilah arti demokrasi saat ini: "Dari media, untuk media dan oleh media" media sosial pun menjembatani perasaan emosional antara si pendukung dan capres jagoannya.

Semua ini terjaidi justru karena para pendukung dan orang yang didukung samasekali tidak saling kenal. Mereka LDR. Bukan hanya soal jarak geografis, tapi juga memang tak pernah bertemu.

Inilah dunia saat ini: diselimuti paradoks! Di sati sisi kita lebih tergantung kepada teman virtual, tapi di sisi lain kita justru abai kepada orang sekita kita.

Akhirnya, jarak pun menjadi paradoks. Di satu sisi jarak akan menelurkan keintiman, tapi di sisi lain jarak juga membuncah rasa bosan yang berkepanjangan.

lusius-sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.