Saya percaya semua capres-cawapres (paling tidak) merasa punya "sesuatu" hingga berani memutuskan mencalonkan diri. Sebab, hanya orang yang punya sesuatu yang merasa mampu berbagi.
Ya, paling tidak koalisi partai pendukung merasa capres-cawapres pilihan mereka itu punya potensi akan menambah pundi-pundi dan menaikan rating partai mereka. Maka, penetapan paslon Amin oleh Nasdem cs dianggap sangat potensial menaikkan rating partai.
Meminjam istilah Anies di setiap talkshow, dia dan Muhaimin punya rekam jejak, rekam gagasan dan rekam karya (yang belum tentu oke). Artinya, Nasdem cs beranggapan bahwa selama ini pemerintah kurang gagasan dan kurang karya yang lebih besar dari Anies.
Prabowo yang sudah sangat berpengalaman mencalonkan diri sebagai cawapres dan capres, ditambah kerendahan hatinya bergabung menjadi anggota kabinet Jokowi dianggap Gerindra cs sebagai alasan masuka akal untuk mendukungnya.
Ditambah lagi dukungan trah Jokowi yang telah mengizinkan anaknya Gibran menjadi wakil Prabowo dipandang sebagai cara mengangkat kaum muda di dunia perpolitikan.
Penetapan GaMa juga kurang lebih sama. PDIP cs merasa Ganjar adalah penerus Jokowi, bahkan akan lebih hebat lagi.
Dibawah Ganjar yang juga punya gesture keren saat berpidato, plus Mahfud yang pintar mengungkap kasus korupsi besar, Indonesia akan memiliki sistem birokrasi yang mapan dan hukum yang lebih pasti. Minimal itu mimpi PDIP dan koalisinya.
Akhirnya, apapun yang dimiliki para paslon capres-cawapres serta apa yang oleh partai koalisi pendukung akan memberi keuntungan bagi mereka secara jelas mengandaikan bahwa "ada sesuatu yang sedang mereka perjuangkan" bersama, yakni hasrat untuk berkuasa.
Sebab tak seorang pun mampu memberi apa yang dia tak punyai, nemo dat non quod habet.
lusius-sinurat
Posting Komentar