iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Kematian Absurd

Kematian Absurd

Jean-Paul Sartre, seorang filsuf ateis, pernah mengatakan bahwa kematian itu 'absurd', begitu absurd karena tidak bisa dimengerti sama sekali dalam konteks kehidupan. Baginya, hidup kita ini berujung pada sebuah titik kosong, yakni kematian. Kita tidak bisa berbuat apa-apa di depannya.

Benarkah begitu? Belum tentu. Sebab, ada yang lebih absurd lagi dari kematian, yakni saat kita sudah 'mati' ketika masih hidup. 'Kematian' ini lebih menghancurkan jiwa, mengoyakkan hati dan badan. Dan ini terjadi karena berbagai kelekatan, keterikatan kita. Caranya mudah untuk mendeteksinya.

Tanyalah pada diri sendiri, siapa (apa) yang paling berarti dalam hidupku?Kalau ia diambil dari dunia ini, kita merasa kehilangan pegangan, kehilangan 'hidup'. Keterikatan, di dalam kesedihan, membuat kita kehilangan iman. "Yesus menangis". Ayat ini adalah ayat paling pendek dalam Kitab Suci.

Sesederhana itu pula nampaknya. Yesus menangis ketika melihat Maria dan orang-orang menangis karena kematian Lazarus. Yohanes mencatat bahwa Yesus menangis sebagai ungkapan 'kasih-Nya' yang begitu besar kepada Lazarus dan saudara-saudaranya.

Namun, tidak seorangpun bertanya, mengapa Yesus menangis? Apakah tangis Yesus itu sama dengan saat Ia berada di Getsemani? Tidak sama. Di sini, di Betania, Yesus menangis 'ketika melihat' banyak orang meratapi kematian Lazarus.

Yesus, tidak menangisi Lazarus.Tentu saja. Yesus tidak menangisi Lazarus. Yesus 'sudah tahu' sebelumnya bahwa Lazarus akan dibangkitkan-Nya dari kematian. Itu sebabnya Yesus 'sengaja tinggal dua hari lagi' ketika mendengar kabar bahwa Lazarus sakit.

Bagi Yesus, kebangkitan adalah 'kepastian', bukan sekedar perkiraan, apalagi omong kosong! Di dalam hati-Nya, kebangkitan itu sangatlah riil, pasti dialami oleh mereka yang percaya. Jadi, mengapa Yesus menangis?

Ia menangis karena melihat betapa dahsyat 'kelekatan' dan 'cinta yang salah' mengobrak-abrik jiwa manusia. Ia menangis karena kematian (orang yang disayangi), ternyata dilihat begitu 'absurd' oleh orang-orang ini, bahkan juga oleh Marta dan Maria, para sahabat-Nya itu.

Mereka ini benar-benar sulit percaya akan kebangkitan. Bagi mereka, yang riil, yang di depan mata, 'hanya' kematian, lain tidak! Ketidakmasukakalan itu juga dilihat oleh Yehezkiel. Bagaimana Tuhan mau membangkitkan tulang-tulang yang kering itu?

Tapi satu hal dilupakannya, yakni bahwa di dunia ini dan di dunia nanti, hanya Tuhan yang membuat segala sesuatu itu hidup. Jadi kalau Ia bersabda hendak membangkitkan Israel, maka kata-kata itu sama sekali bukan omong kosong!

Itu bukan janji sehidup semati yang diucapkan oleh dua orang kekasih. Itu bahkan 'bukan' janji, tapi kenyataan yang akan terjadi. Ingat, Tuhan itu Pencipta kehidupan!

Ketidakpercayaan kita, sikap apatis dan juga sinis, di depan peristiwa kematian hanya makin membuat kita 'kehilangan hidup'. 'Kelekatan' (rasa sayang?) yang berlebihan pada seseorang hanya akan membuat kita makin sulit percaya pada kebangkitan.

Neil Peart, penabuh drum kelompok musik 'Rush', hampir tak pernah tersenyum selama berpuluh tahun, sejak kematian anak semata wayang dalam kecelakaan, yang disusul kematian istrinya karena depresi.

Seorang teman tiba-tiba ketus dan sinis sejak dikhianati orang terdekatnya sendiri. Seorang anak menjadi sangat minder sejak orangtuanya selingkuh dan menikah dengan orang lain. Lihatlah, kesedihan kita itu berbeda sekali dengan kesedihan Yesus.

Kita sedih, karena begitu 'lekat' pada sesuatu atau seseorang. Yesus sedih, karena melihat kita begitu sulit percaya.

Iman akan kebangkitan hanya mungkin bila kita siap 'melepaskan'. Iman itu hanya akan tumbuh dan bersemi, kalau kita berhenti mengutuki kematian dan kepergian, berhenti mengatasnamakan 'rasa sayang' demi memiliki dan memaksa seseorang, berhenti bersembunyi di 'tempat gelap' kubur yang kita gali sendiri entah karena kekecewaan maupun kesenangan yang berlebihan.

Harus berani 'melepaskan' semua 'ikatan' kain kafan yang mematikan itu, dan 'keluar' dari sana! Lazarus dibangkitkan hanya dengan kata-kata yang sama, "Keluarlah!"

Nampaknya masih banyak orang yang 'terikat' pada cinta yang salah, yang terlalu banyak mencurigai pasangan, terlalu cemburu (?), terlalu memaksa dan posesif, sampai-sampai sosok yang seharusnya bahagia karena dicintai malah menderita dan 'mati'.

Mengapa kita bicara tentang cinta? Karena setiap 'kelekatan' adalah cinta yang salah, dan memang itulah penghalang terbesar iman akan kebangkitan. Sungguh, kebangkitan adalah hal paling riil yang disabdakan Yesus. Kalahkanlah 'kematian' kita masing-masing dengan belajar 'melepaskan'. Amin.

Inspirasi: Yeh 37:12-14; Rm 8:8-11; Yoh 11:1-45