iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Meretas Kreativitas di Keheningan

Meretas Kreativitas di Keheningan Keheningan itu alami. Itu pasti. Bagai angin ia berhembus lembut. Menerobos tembok-tembok penghalang lahirnya kreativitas.Ibarat 'dukun beranak', keheningan menepis segala rasa sakit persalinan. Ya, sebuah proses lahirnya berbagai ide/gagasan berbungkus segala rasa.

Hmmh.. bisa jadi keheningan itu rohnya semesta. Ibarat ROH KUDUS yang menggiring gerak langkah kita menuju sejahtera, utama jiwa, tapi juga raga.

Bisa saja kulukiskan bahwa keheningan adalah spiritualitas, roh pemersatu dari tiap percikan kreasi Allah di tiap sudut semesta. Sebab, keheningan itu bergerak-berputar menziarahi selubung semesta. Ia pun turut melambai bersama siklus planet yang mengitari mentari.

Keheningan itu tak lain adalah "kedamaian hidup". Bersama kreasi Allah lainnya, keheningan pun turut-terkait, bergerak sejalan dengan gerak semesta. Ya, sebuah gerak yang menciptakan-ulang dirinya: agar tampil segar-sempurna di esok hari.

Kesegaran dan kesempurnaan yang tumbuh dari gestur nan lembut dan penuh kedamaian dari putaran semesta. Demikian ia meninabobokan tiap insan yang terlelap mencari, pun menciptakan damai dan sukacita di muka bumi.


Saat Keheningan Bertanya

Tiap orang memang mengamini bahwa kedamaian adalah tujuan hidup yang sesungguhanya. Entah dalam relasi personal maupun komunal atau antar-kelompok: politik, religius, sosial atau etnik; bahkan antara bangsa-bangsa; atau antara kehidupan manusia san semua kehidupan lain.

Tapi sudahkah kita merasakan atau sungguh memperjuangkan kedamaian itu dalam hidup kita? Lantas, dari mana kita harus memulai usaha ke sana ?


Kedamaian itu Bermula dari Kedalaman Diri

Usaha menggapai kedamaian dalam hidup, tentu bukanlah sebuah utopia. Sebab kedamaian itu sesungguhnya adalah selimut kebenaran di kala kita terlahir sebagai hasil kreasi Allah.

Itu berarti, kedamaian itu sesungguhnya sudah tertanam di dalam hidup kita, nun jauh tapi dekat di hati kita. Dan, di sana lah kedamaian itu bermula dan bersumber. Konsekuensinya, konflik yang terjadi dalam diri kita tak lain tak bukan adalah ekspresi keberbedaan antara perilaku kita dan batin kita. 

Sesungguhnya konflik itu bisa dihindari bila saja kita lebih mengunggulkan kehendak hati daripada kehendak akal-budi.

Ketika kita bertindak dengan cara-cara yang tampak menguntungkan tetapi menentang nilai-nilai kita, kita melukai diri kita sendiri dan orang lain.

Membenarkan pilihan yang merugikan tidak menyakinkan kita di dalam hati kita bahwa pilihan itu benar. Ketika kita membiarkan diri batin kita yang sebenarnya membimbing tindakan-tindakan kita, kita dapat mulai menciptakan harmoni yang serupa di luar diri kita sendiri seperti di dalam hati kita sendiri.


Keheningan itu Dialektis dan Dualitas

Hal-hal yang bertentangan dpt berpadu secara harmonis menjadi suatu energi yang baru. Kita begitu terbiasa untuk berpikir secara dualistis sehingga kita cenderung untuk segera memilih salah satu pihak dari suatu masalah atau hal.

Kita berpikir bahwa ini atau itu adalah salah satu-satunya cara untuk memperhatikan situasinya; bahwa jika sesuatu itu benar, kebalikannya pasti salah; bahwa satu sisi pasti menang dan sisi lain pasti kalah. Tetapi ada cara lain untuk memandang konflik dan masalah.

Jika kita memandangnya secara dialektis dan bukan secara dualistis, maka baik ini maupun itu dpt benar,tepat atau dipilih.

Suatu dialektik adalah sintesis dari kedua sisi sehingga pandangan atau pilihan baru dapat dibentuk. Dualisme mempertentangkan. Tidak akan ada kompromi atau harmoni yang mungkin dalam suatu sudut pandang yang dualistis.

Dengan memilih untuk berpikir secara dialektis, kita dpt melihat cara-cara baru untuk memecahkan masalah.Ketika tidak seorangpun yang harus kalah, kita semua dapat menjadi pemenang.


Tidak ada jalan menuju kebenaran

Kebenaran hanya datang kepada Anda bila pikiran dan hati Anda: sederhana, jernih, dan terdapat cinta dalam hati Anda; bukan jika hati Anda dipenuhi oleh hal-hal dari pikiran.

Bila terdapat cinta dalam hati Anda, Anda tidak bicara tentang mengorganisasikan persaudaraan umat manusia; Anda tidak bicara tentang kepercayaan, Anda tidak bicara tentang pemecahbelahan dan kekuatan-kekuatan yang menciptakan pemecahbelahan, Anda tidak perlu mencari rekonsiliasi.

Lalu Anda adalah sekadar sesosok manusia tanpa label, tanpa negara. Ini berarti Anda harus membuang semua hal itu, dan membiarkan kebenaran terwujud; dan ia hanya bisa datang bila pikiran kosong, bila pikiran berhenti mencipta. Maka ia akan datang tanpa Anda undang.

Maka ia akan datang secepat angin tanpa diketahui. Ia datang diam-diam, bukan ketika Anda mengamati dan berharap. Ia muncul seketika seperti sinar matahari, semurni gelap malam; tetapi untuk menerimanya hati harus penuh dan pikiran kosong. Sekarang ini pikiran Anda penuh dan hati Anda kosong.

Hati penuh dan pikiran kosong' tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, karena baik yang bertanya maupun yang berupaya menjelaskan adalah pikiran itu sendiri, jadi jelas pikiran tidak sedang 'kosong'.

Keadaan 'hati penuh dan pikiran kosong' hanya bisa dialami, diketahui, dipahami dengan hati, bukan dengan pikiran. Cara memahami dengan hati adalah dengan meditasi, ketika di situ pikiran berhenti.

Alih-alih membicarakan 'hati penuh dan pikiran kosong', yang mustahil dibicarakan, lebih baik kita membahas tentang keadaan kita sekarang, yakni 'hati kosong dan pikiran penuh'. Kalau yang ini, jelas kita alami sehari-hari, kita kenal betul dalam diri kita, bukan?


Sendiri dan Terasing

Matahari telah terbenam dan pepohonan itu gelap, namun profilnya tampak nyata pada latar belakang langit yang mulai memudar. Sungai yang lebar dan deras itu tampak damai dan hening. Rembulan mulai muncul dari balik cakrawala; ia beranjak naik di antara dua pohon besar, tetapi sorotnya belum menimbulkan bayangan. 

Kami memanjat tepi sungai yang terjal dan meniti jalan setapak yang menyusuri ladang-ladang gandum yang hijau. Jalan setapak ini jalan yang sangat tua; ribuan kaki telah menapaknya, dan ia kaya dengan tradisi dan keheningan. 
 
Jalan itu merambah di antara ladang-ladang dan pohon-pohon mangga dan asam, dan kuil-kuil yang kosong. Kebun-kebun yang luas menyebarkan bau kacang manis yang gurih. 
 
Burung-burung hinggap dan bertengger untuk beristirahat di pepohonan, dan sebuah kolam yang luas mulai memantulkan gemerlap bintang-bintang. Pada malam itu alam tidak terlalu komunikatif. 
 
Pepohonan terasa anggun menjauh; mereka menarik diri ke dalam kesunyian dan kegelapan sendiri. Beberapa orang desa lewat naik sepeda sambil mengobrol, lalu sekali lagi terdapat keheningan dan kedamaian yang timbul apabila semua berada sendiri. 

Kesendirian [aloneness] ini bukan kesepian [loneliness] yang menindih dan mencekam. Ia berarti 'berada sendiri'; ia tak ternoda, kaya, dan lengkap. Pohon asam itu tidak punya eksistensi kecuali menjadi dirinya. 
 
Begitu pula kesendirian ini. Orang berada sendiri, seperti api, seperti bunga, tetapi orang tidak sadar akan kemurnian dan kedalamannya. Orang hanya dapat sungguh-sungguh berkomunikasi apabila terdapat kesendirian. Sendiri bukanlah hasil dari pengingkaran atau menutup diri.
Kesendirian adalah membuang semua motif, semua pengejaran keinginan, semua cita-cita. Kesendirian bukanlah hasil akhir dari pikiran. Anda tidak dapat menginginkan kesendirian. Keinginan seperti itu hanyalah pelarian dari kesakitan karena ketidakmampuan menyatu.
Kesepian (loneliness), dengan ketakutan dan bebannya yang menghimpit, adalah keterasingan, tindakan yang mau tidak mau datang dari diri. Proses keterasingan ini, baik yang meluas maupun sempit, menimbulkan kebingungan, konflik dan penderitaan.
Keterasingan tidak pernah dapat melahirkan kesendirian; yang satu harus berakhir agar yang lain muncul. Kesendirian tidak terbagi-bagi, sedangkan keterasingan adalah pemisahan. Yang berada sendiri adalah lentur dan dengan demikian mampu bertahan.
Hanya yang sendiri dapat menyatu dengan yang tanpa sebab, yang tak terukur. Bagi yang sendiri, hidup adalah abadi; bagi yang sendiri, tidak ada kematian. Yang sendiri tidak dapat berakhir.
Rembulan baru saja mencapai puncak pepohonan, bayang-bayang pepohonan itu gelap dan pekat. Seekor anjing mulai menggonggong selagi kami melewati sebuah desa kecil dan berjalan kembali menyusuri sungai. 
 
Sungai itu begitu hening sehingga dapat menangkap kilauan bintang-bintang serta lampu-lampu jembatan panjang yang membentang di atas permukaan airnya. Tinggi pada tepinya sekelompok anak-anak berdiri dan tertawa-tawa, dan tangis seorang bayi terdengar melengking.
Para nelayan membersihkan dan menggulung jala mereka. Seekor burung malam terbang melintas diam-diam. Seseorang mulai bersenandung di tepi seberang sungai yang lebar itu, dan kata-katanya jelas menembus malam. Lagi-lagi kesendirian adalah hidup yang meresap ke mana-mana.


Refleksi

Demikianlah KEBENARAN tidak dapat ditimbun, sebab yang ditimbun akan hancur kembali; ia akan melapuk. Kebenaran tidak dapat lapuk, oleh karena ia ditemukan dari saat ke saat di dalam setiap pikiran, di dalam setiap hubungan, di dalam setiap kata, di dalam setiap isyarat tubuh, di dalam seulas senyum, di dalam air mata. 

Hanya dengan cara itu kita dapat menemukannya dan hidup bersamanya--hidup bersamanya adalah menemukannya--maka kita tidak akan menjadi propagandis, kita akan menjadi manusia yang kreatif--bukan manusia sempurna, melainkan manusia kreatif, yang sama sekali lain.



Pada dini hari yang syahdu...
Medan 2011


1 komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.
  1. Selamat Siang Fr Lucius,
    Ciri-Ciri Orang Yang Lur Biasa,
    Dinamis dan Selalu Berubah,
    Seperti Blogs Fr Lucius.
    Sukses dan Sukses,
    www.johaneskrisnomo.blogspot.com

    BalasHapus