iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Curiga vs Kesalingterkaitan

Curiga vs KesalingterkaitanCuriga? Itu biasa. Tapi curiga berlebihan itu sangat luarbiasa. "Curiga" kata penting yang enggak penting. Curiga (adj) dalam KBBI berarti berhati-hati atau berwaswas (karena khawatir, menaruh syak, dsb); (merasa) kurang percaya atau sangsi terhadap kebenaran atau kejujuran seseorang. Biarbagaimana pun kita selalu bisa pada posisi mencurigai atau orang yang dicurigai / mencurigakan. Sebagai kata kerja, mencurigai (v) berarti menaruh syak kepada seseorang/sesuatu.

Misalnya, kita harus mencurigai orang yg selalu menonjol-nonjolkan kebaikan dan kesanggupan dirinya sendiri; Sementara mencurigakan (v) berarti menimbulkan curiga (syak, kurang percaya); menaruh syak terhadap sesuatu atau curiga terhadap sesuatu;

Curiga, sebagai sikap, adalah salah satu yang ingin sekali kita buang jauh-jauh. Tapi tunggu dulu, seba curiga justru membuat kita semakin ingin tahu.

Bukankah curiga, dalam pengetahuan ilmiah sama saja dengan gerbang menuju hipotesa? Artinya, dengan curiga, seseorang justru merasa ingin dan ingin tahu apa yang terjadi dipusaran 'sesuatu' atau 'seseorang' yang dicurigai. Misalnya, "Gue curiga banget tuh kalau orang itu rasis. Buktinya dia gak punya teman selain orang yang satu ras dengannya; tapi gue gak yakin sama kecurigaan gue."

Curiga, dalam konteks pergaulan sosial terkadang kita butuhkan, bahkan bisa menjadi keharusan yang menggiring kita pada 'kebenaran yang sesungguhnya'. Misalnya, "Jangan-jangan dia bergabung dengan kelompok kami karena ia memiliki tujuan politik yang mematikan!"; "Gue curiga banget tuh sama si Borokokok, jangan-jangan dia suka sama si Bakuneng karena dia butuh pembantu rumah tangga"; dst.

Sekali lagi, sikap atau pandangan curiga, dalam pengertian parsial, terkadang mewarnai pergaulan kita, bahkan mengusik rasa keingintahuan kita tentang sesuatu / seseorang. Tapi biarbagaimana pun, hidup tanpa kecurigaan (negative thinking) akan jauh lebih membahagaikan daripada menghidupi hidup dalam kecurigaan, apalagi kecurigaan yang bersifat subyektif yang didominasi oleh perasaan sakit hati atau kecewa.

Kedekatan bisa mencurigakan, tetapi serentak jarak yang jauh juga bisa menjadi "media" untuk saling curiga. Kata kaum remaja, Long Distance Relationship (LDR) untuk dua sejoli pada akhirnya akan berbuah kecurigaan. Benarkah ? Bisa jadi ya.

Tapi, jangankan dalam hubungan pacaran atau persahabatan, dalam relasi internal keluarga juga berlaku hal yang sama. Orangtua bisa begitu curiga dengan anaknya yang sedang kuliah nun jauh dari 'kampung halamannya'. 

Di tempat kerja pun sama. Kecurigaan kerap menyeruak dan tak jarang menjadi momok yang merusak kinerja internal.

Adakah obat untuk rangkaian kecurigaan dalam persahabatan atau relasi secara umum di atas ? Pastinya tidak ada. Bahkan trik-trik menajemen sekalipun tak bisa menghentikannya. Jejeran buku-buku tentang mengatasi kecurigaan pun pasti tak kuasa mencegahnya. Mengapa? Sebab, kita manusia!

Manusia tak lepas dari rasa ingin tahu akan apa atau siapa di luar dirinya. Kenyataannya, rasa ingin tahu bila di-ungkapkan secara wajar akan membuahkan pengetahuan dari sesuatu/seseorang yang ingin dipelajarinya.

Sebaliknya, apabila rasa ingin tahu tadi diekspresikan secara berlebihan, maka nantinya ia akan menghasilkan pengetahuan yang tak wajar. Ini semacam idolatry yang melahirkan bahaya lupa diri demi hasrat untuk menyamakan dirinya dengan sesuatu / seseorang yang diidolakannya. 

Lihatlah SLANKers yang sangat fokus pada gaya dan cara hidup grup band SLANK; atau para fans nya Lady Gaga yang rela disebut oleh sang superstar sebagai "the little monster". 

Pendek kata, rasa ingin tahu yang berlebihan ini pada akhirnya akan melahirkan kecurigaan, entah dari kita yang di luar mereka, atau sebaliknya dari mereka yang ada di dalam lingkaran tersebut kepada kita.

Rasa curiga, dengan demikian bermula dari rasa ingin tahu berlebih. Maka kalimat yang biasa menjadi proklamasi dari mereka yang curiga adalah "Jangan-jangan kamu.... bla..bla..bla....!" 

Benar, dalam sebuah penelitian hal ini, selain sangat wajar tetapi serentak juga sangat disarankan. Ini semacam hipotesa, sebuah cara mencari pembuktian. Entah hasilnya lurus atau terbalik; dan ini dilakukan demi sebuah silogisme atau simpulan berikutnya akan dirangkai. 

Namun, dalam konteks persaudaraan atau komunitas, mulai dari komunitas formal (seperti keluarga, sekolah, kampus, tempat kerja) hingga komunitas informal (seperti Slankers, a little monster, gangstar, dll.), kecurigaan menjadi hal yang sebetulnya sangat dihindari.

Nyatanya sih tidak bisa. Lho, kok bisa ? Ya, karena manusia adalah subyek sekaligus obyek penelitian misterius dan tak terselami. Manusia itu unpredictable. Manusia itu bukan kumpulan kursi yang selalu 'duduk' bersama di sekeliling meja. 

Manusia, di satu sisi ingin saling berpelukan atau berhadapan (ad tergum, menghampiri), tetapi serentak ingin saling cuek atau saling membelakangi (a tergo, berpaling). Namun, satu hal yang mesti kita ketahui dan sadari, manusia, baik dalam tindakannya yang ad tergum atau a tergo ialah bahwa kita tak bisa melepaskan diri satu sama lain. 

Manusia selalu ada di antara manusia yang lain; dan pasti selalu saling terkait; dan keterkaitan itu tak terbantahkan, tetapi serentak keterkaitan itu adalah sumber konflik, termasuk itu tuh, hasrat untuk saling curiga.

Mengacu pada Levinas, seorang filsuf Perancis berdarah Yahudi, ada saat di mana manusia menjadi neraka bagi yang lain; tetapi serentak, sebagaimana dikatakan oleh Kitab-kitab Suci agama Samawi, manusia itu diciptakan se-citra dengan Penciptanya dan oleh karenanya ia sepatutnya berlaku 'mirip' dengan Pencitanya juga (imitatio Dei). 

Maksudnya, kita manusia diciptakan untuk saling melengkapi sebagai saudara bagi yang lain. Benar saja, dalam sejarah dunia, manusia selalu berada dalam kondisi 'perang satu sama lain' tetapi serentak selalu lahir hasrat untuk 'menjadi saudara bagi yang lain'. 

Lantas, mana yang lebih dominan dalam hidup kita: ingin berkonflik atau ingin bersaudara? Atau, malah ingin tetap bersaudara kendati mengalami berbagai konflik satu sama lain ? 

Entahlah, hanya kita, manusia, sebagai subyek yang berhak menjawabnya. Dibalik semua berkat dan petaka yang kita alami dalam hubungan kita dengan sesama terjalin sebuah ikatan yang tak dapat diputus. 

Anda, saya, dan mereka saling terikat satu sama lain. Tidak dapat tidak. Ini harus ! Masalahnya semua manusia sama. Dan oleh karenanya, kesamaan secara horisontal ini mau tidak mau bisa jadi merupakan ladang pertikaian tetapi juga sekaligus menjadi lautan kedamaian. Anda dan saya yang memilih cara untuk bersaudara.

Mau menaruh curiga terus terhadap lawan politik ? Sangat curiga terhadap atasan atau bawahan ? Mau curiga terhadap anak atau orang tua? Mau mencurigai siswa atau siswi tertentu, atau mau mencurigai guru sekalipun ?

Monggo wae. Silahkan saja Anda yang memilih. Bukan orang lain yang menentukan. Toh kecurigaan itu bukan sebuah barang yang terlihat jelas. Kecurigaan itu hanya lintasan ekspresi dan pola laku yang sebagian jelas dan sebagian buram dan hitam.

Bagiku pribadi, hal terpenting di balik kecurigaan itulah yang paling urgent, yakni Ke-salingterkait-an ! Ya, kita curiga karena kita saling terkait. Maka, semestinya kita bukan curiga terlebih dulu baru sadar bahwa kita terkait (sebagai saudara), melainkan harus lebih dahulu menyadari kesalingterkaitan tersebut sebagai alasan untuk tidak curiga.


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.