iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Ketika Kekerasan Menjadi Solusi Politik

Ketika Kekerasan Menjadi Solusi Politik

"Berapa banyak darah lagi yang harus ditumpahkan sampai akhirnya SOLUSI POLITIK dapat dicapai ? Dan, seberapa berat lagi penderitaan harus disandang sampai SOLUSI POLITIK terhadap krisis itu ditemukan?" seru Paus Fransiskus dengan suara penuh perasaan kepada sekitar 250.000 orang yang berkumpul di Lapangan Santo Petrus Vatikan dan sisiarkan lewat berbagai media oleh Paus Fransiskus (31/3)-Kompas, 2/4, hlm. 8.

Seruan ini memang konteksnya adalah perang di Suriah yang telah menelan 70.000 jiwa. Namun seruan tulus ini juga berlaku bagi kita, di Indonesia. Banyak korban tak berdosa karena SOLUSI POLITIK yang diambil sangat tidak tepat.

Pejabat, termasuk DPR, Presiden dan semua antek-anteknya sibuk berlomba menjual diri hingga merasa dirinya paling laku, bahkan ketika slogan "nobody is indispensable" (tak seorang pun yang tak tergantikan) samasekali tak berbunyi.

Sementara para jenderal sibuk menyembunyikan harta kekayaannya dari endusan KPK, para anggota DPR sibuk dengan RUU Santet, kumpul kebo - bahkan sampai harus berguru ke negara nun jauh di Utara sana.

Presiden bersibuk ria menjual "muka memelas"nya demi berebut kuasa di partainya, 4 tawanan tewas di penjara Cebongan Yogyakarta, rakyat menjadi beringas membantai kapolsek di Sumatera Utara, bahkan di Palopo-Sulsel massa membakar kantor pemkot dan fasilitas lainnya.

Semua kejadian ini berbarengan saat Partainya si Tukang Citra sedang siaga memilihnya. Dan inilah SOLUSI POLITIK yang berulang-ulang disampaikan "juruselamat" Partai Demokrat itu: "Tuntaskan (penyelidikan), pertanggungjawabkan kepada rakyat, transparan dan akuntabel, dengan profesionalisme penegak hukum."

SBY lupa kalau instruksi itu sangat basi. Disampaikan di ruang tertutup, di sidang kabinet, di antara orang-orang se-tipe dengannya.

Entah siapa yang menuntaskan dan apa yang dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Oleh POLRI atau TNI ? Bukankah mereka sedang berebut "lahan"?

Para hakim?

Bukankah para hakim dan para petinggi Pengadilan Tinggi sedang hobi "visitasi" ke gedung KPK ? Atau, para menteri ? Menteri yang mana? Apakah menteri yang sama-sama sibuk menjadi petinggi partainya sang pemberi instruksi ?

Seruan tulus dari seorang Paus Fransiskus kiranya mutlak diperhatikan, tak saja oleh Suriah atau negara-negar pencinta konflik dan perang, tetapi juga di Indonesia yang masyarakatnya telah menjadi Pasukan Rimba - sebagaimana juga dulu dan juga sekarang dicontohkan oleh para penegak keamanan kita di Papua, Aceh, Timor-Timor dan daerah-daerah konflik lainnya.

Mari kita sama-sama bertanya dan bertanya, entah kepada siapa yang masih punya hati di negeri ini.

"Berapa banyak darah lagi yang harus ditumpahkan sampai akhirnya SOLUSI POLITIK dapat dicapai ? Dan, seberapa berat lagi penderitaan harus disandang sampai SOLUSI POLITIK terhadap krisis itu ditemukan?"

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.