iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Setengah-setengah

Setengah-setengah
"Setengah" atau "setengah-setengah" menjadi trend masa kini. Nyaris tiap hari di televisi tampil para gadis yang tampil seperti (quasi) laki-laki. Sebaliknya, jauh lebih banyak lagi kaum pria yang cara berpikir dan bertindakanya persis seperti perempuan.

Sekilas tampak bahwa 'fenomena' ini sangat lucu. Para pemirsa televisi akan terbahak-bahak ketika menyaksikan Sule, Azis, Andre dan Desta berpenampilan bak perempuan, mulai dari kostum, perangai dan cara bicara "mentel" yang pasti dibuat-buat itu. Lucu ya. Ya, memang lucu sih !

Pemerisa pun akan lebih heboh ketika melihat tingkah para pesohor panggung lawak ini 'bermain' genit, dan sesekali saling memukul secara fisik dengan sterofoam yang sudah melekat dengan salah satu acara lawak di stasiun televisi swasta yang saban seni-sabtu ditayangkan ini.

Jangankan di atas panggung, di luar panggung pun kita bisa menyaksikan betapa artis semacam Olga Syaputra dan Ivan Gunawan bahkan tampul nyaris menyamai perempuan.

Mereka bahkan lebih detail soal diet, busana, dan banyak pernak-pernik yang akan mereka pakai sebagaimana dilakukan oleh perempuan kebanyakan. Ringkasnya, banyak artis atau orang awam yang yang 'begitu nyaman' dengan penampilan "standar ganda" mereka.

Ambigu memang. Tapi ambiguitas itu seakan menjadi trend yang justru sangat diminati pasar hiburan tanah air kita. Dalam bahasa sederhana bisa dikatakan bahwa banyak laki-laki yang (ingin) tampil nyaris menyamai perempua. Bisa jadi yang membedakan hanya besar-kecilnya payudara dan beda kelamin di selangkangan.

Betul bahwa Srimulat adalah penggawas model lawakan seperti in; juga tak bisa disepelekan peran Warkop DKI yang kerap menampilkan Dono-Kasino-Indro yang mengenakan pakaian wanita untuk menyamar atau untuk memuluskan akal bulus mereka untuk bertemu gadis-gadis yang mereka bertiga taksir.

Di dunia nyata, entah di dunia kerja atau dalam pergaulan, kita tak hanya sekeder berjumpa dengan orang-orang "jenis" dan menjadikan mereka sebagai bahan olok-olokan, atau bahkan si orang tersebut dengan sengaja menjadikan dirinya bahan olok-olokan.

Di sisi lain, kita juga pantas berterimakasih atas kesediaan mereka menjadi tempat kita mengolok-olok diri kita sendiri, pun kita layak hormat atas kejujuran dan kerendahan hati mereka untuk mengakui eksistensi mereka yang "kurang lengkap" atau "setengah-setengah" itu.

Kita pun sering berlaku setengah-setengah dan celakanya kita tak jujur bahwa kita belum total dalam berkata, berpikir dan bertindak. Kita malu ditertawakan orang karena kita "tidak utuh" dan untuk menutupinya kita akan mengulang-ulangi kalimat yang sama, "Saya bisa segala hal. Aku bisa ini dan bisa itu".

Aku diminta dan dipercayakan oleh kementerian ini dan itu untuk proyek anu dan ono... tapi de facto semua itu bohong dan tak lebih dari sekedar klaim bahwa kita hebat. Tapi sayangnya hanya menurut diri kita sendiri, bukan atas penilaian orang lain.

Kita kerap tak mengakui bahwa kita "tidak bisa"dan untuk itu kita membutuhkan orang lain... tapi sekali lagi, karena merasa sudah memiliki segudang ilmu dan selaksa keterampilan, kita pun lantas mengatakan kepada bawahan atau mitranya bahwa kita lah yang terbaik di Indonesia ini dan satu-satunya lembaga untuk proyek tertentu yang dipercayakan donatur atau owner dari negara USA.

Akhir kata, memaksakan diri tentu saja tidak sama dengan "berusaha maksimal". Dengan memaksakan diri Anda akan kehilangan kesempatan. Di titik inilah kerendahan hati diminta dari kita, dan bukan kerendahan hati yang setengah-setengah !


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.