iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Selamat Jalan Opungku Tercinta !


Terakhir aku bertemu Ompung (baca: Oppung) pada hari Selasa 6/5/14) dan esok harinya Kamis (7/5/14). Saat aku itu aku menyempatkan diri pulang kampung, melepas rindu dengan keluarga besar kita. Kebetulan sekali saat itu aku ada proyek di Kota Medan sepanjang bulan April hingga awal Mei 2014 lalu.

Pertemuan kita pada tanggal 6-7 Mei 2014 itu ternyata adalah pertemuan terakhir. Minimal di dunia di mana kami keluarga yang Ompung tinggalkan masih terus berjuang menggapai garis finish hidup kami. 

Pagi menjelang siang, aku tiba diantar sahabatku, Pst. Freddy OSC ke rumah. Tak lama berselang Ompung tiba-tiba datang, entah siapa yang memberitahu kepulanganku saat itu. Melihat Ompung aku berdiri,menyalam, memeluk dan mencium pipimu. 

Begitulah, setiap bertemu Ompung aku selalu merasakan perasaan luarbiasa, semacam roh penyemangat dalam hidupku. Begitu pula yang aku alami saat opung hadir saat makan siang bersama, dan esok pagi kembali datang ke rumah kendati harus tertatih-tatih berjalan kaki 15 meter dari rumahmu ke rumah kami.

Aku masih ingat saat Ompung duduk di ruang tamu rumah. Ompung saat itu tiba-tiba bertanya, "John, ituhor ho do muse baju panjang di au?" (John, kamu beli baju long-dress lagi enggak buat Ompung ?). Oh my God, tiba-tiba aku merasa bersalah karena lupa membeli oleh-oleh untuk Ompung. Ompung tiba-tiba saja mengingatkanku kalau aku pernah membelinya dua set baju long-dress batik saat aku pulang Januari 2011 silam. Rupanya Ompung masih ingat itu. Wow, luarbiasa! 

Ya, Ompung memang memiliki daya ingat yang luarbiasa! Kendati 10 tahun terakhir, di usaianya yang tua, seperti kebanyakan orang tua lainnya, Ompung kembali seperti anak kecil lagi. Tetapi aku selalu menghormatinya, dan tak pernah memperlakukannya seperti anak-anak. Aku selalu sadar bahwa suatu saat kelak, dan semoga Tuhan memberiku usia panjang, aku akan tua dan pasti seperti Ompung juga. 


*****

Ya, bagiku memang Ompung itu luarbiasa... sungguh mengagumkan! Di usia mendekati 100 tahun, Ompung masih punya daya ingat yang luarbiasa. Namaku tak pernah Ompung lupakan. Sapaan Ompung itu selalu hangat, "Bah, nandigan ho ro, John? Hipas-hipas do kabarmu, Jonn?, begitu Ompung selalu menyapaku. Tentu selalu dengan mengingat nama kecilku, Johnsaviour yang biasa dieja Jonsefer oleh orang di kampung kami... hehehe. 

Memang tak lama aku tinggal di Bahtonang, desa tercinta di mana Ompung tinggal, dan tempat di mana masa kecilku berlangsung indah. Tahun 1993 aku sekolah di Seminari yang hanya boleh pulang di liburan akhir semester. Selepas SMA, tahun 1997 aku sudah melanjutkan studi di Bandung. 

Tak heran, selama beberapa tahun terakhir aku mulai samar-sama tahu kesehatan Ompung. Syukur kepada Tuhan karena bapa-ibu selalu mengabariku tentang beritu terbaru mengenal Ompung. Kenyataannya aku hanya kenal secara dekat dengan Ompung sendiri. 

Ompung Doli, ayah dari ayahku sendiri memang samar-samar aku ingat. Tetapi, tepat di malam tahun baru 1984 beliau pergi untuk selamanya, di saat aku masih kelas 2 SD. Sementara dua Ompung lain, yakni Ompung Boru /ibu dari ayah dan Ompung Doli (ayah dari ibu) atau suami Ompung sendiri sama sekali tidak sempat kukenal. Jadilah aku hanya punya satu Ompung yang sangat kukenal... ya, Ompung sendiri hehehe.


*****

Sungguh, aku sangat bangga punya Ompung sepertimu. Ompung itu punya daya juang yang luarbiasa. Aku tahu bahwa Ompung butahuruf, tetapi tak lantas membuat Ompung menyerah. Minimal Ompung berhasil menyekolahkan 3 Tulangku, 1 tante dan ibuku sendiri. Memang engkau tak sanggup menyekolahkan mereka hingga perguruan tinggi, karena dalam perjalanan Ompung sudha menjanda dan harus berjuang sendiri demi putra-putrimu. 

Wangsit untuk mengubah hidup lewat pendidikan itulah yang juga dijalankan oleh ayah dan ibuku, yang tak lain adalah putri sulungmu sendiri. Ayah dan ibu pun melakukan hal yang sama. Mereka tak kenal lelah menghidupi kami dan menyekolahkan kami hingga lulus SMA/SMAK dan kuliah di Perguruan Tinggi.

Tak heran bila aku selalu bangga punya Ompung yang peduli dengan masa depan generasi Ompung selanjutnya. Dan bagiku, itu jauh lebih cerdas dari profesor yang bahkan tak terlalu punya waktu mendidik anaknya sendiri. 


*****

Selamat jalan, Ompung. Aku sedih tak bisa pulang melihat wajahmu terakhir kali. Namun kesedihan itu sedikit terobati karena kita masih sempat bertemu dan bercengkerama sejenak. 

Selamat Jalan Ompungku ! Surga akan terbuka untukmu, sebab Ompung itu pahlawan kami, putera-puterimu, cucu-cucumu dan cicit-cicitmu. Ompung adalah pejuang bagi keberlangsungan hidup kami semuanya hingga saat ini dan kelak, segala hal yang baik yang pernah Ompung lakukan akan selalu kami teladani.

Doa kami untukmu, Ompung. Secara khusus, terimakasih dari ketulusan hati karena Ompung sudah menyiratkan kepergian Ompung untuk selama-lamanya lewat perjumpaan singkat tanggal 7 Mei 2014 lalu, saat aku berpamitan pulang ke Semarang. Sangat jelas dalam ingatanku peristiwa saat itu. Ompung memelukku dan melihatku dengan mata berkaca, menampilan binaran kebahagiaan di mata karena masih diberi Tuhan kesempatan bertemu terakhir kali bertemu salah satu cucumuyang paling jarang pulang ini. 

Berat rasanya berpamitan dalam rangkaian waktu singkat... hanya punya waktu 5 menit bertemu. Tetapi serentak saat itu sepanjang perjalanan pulang aku mengenangnya sebagai pertemuan indah dan aku pun mendoakan kesehatan Ompung. 

Selamat Jalan Ompungku! Surga selalu terbuka untukmu, karena engkau adalah pejuang bagi keberlangsungan hidup para putra-putrimu, cucu-cucumu, dan cicit-cicitmu yang hingga saat ini masih berjuang dalam hidup kami. Hidupmu lengkap sudah, Ompungku ! Engkau telah berhasil memenangkan pertandingan hidupmu. Tuhan bahkan telah memberimu waktu yang panjang untuk menjalani dan menikmati hidupmu. 

Batas usiamu melebihi hitungan rata-rata penulis Kitab Mazmur. Usiamu hingga kemarin siang menghembuskan nafas terakhirmu, melejit hingga melampaui 80 tahun 'jatah hidup manusia' versi pemazmur.Tuhan memberimu anugerah melimpah, memiliki putra-putrimu yang sangat mencintaimu, termasuk ibuku, putri sulung yang telah melahirkanku. 

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.