iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Proses Revolusi adalah Proses Pendidikan

Proses Revolusi adalah Proses Pendidikan
"Suatu TINDAKAN BEBAS hanya dapat terlaksana di mana seseorang mengubah dunianya dan dirinya...Suatu kondisi positif dari KEBEBASAN adalah pengetahuan mengenai batas-batas kewajiban [dan] kesadaran mengenai kemampuan-kemampuan kreatif manusia...Perjuangan mencapai MASYARAKAT BEBAS bukanlah perjuangan mencapai masyarakat bebas, kecuali seiring dengan itu diciptakan suatu peningkatan kadar kebebasan pribadi."

( Ercih Fromm (ed), Socialist Humanism. New York: 1965:274-276 )


Dalam bahasa sederhana, untaian kalimat panjang di atas dapat diurai sistematis dengan kalimat ini: "PROSES REVOLUSI ADALAH PROSES PENDIDIKAN" yang berlangsung lewat: keterbukaan pemimpin terhadap rakyat, bukan ketidakpedulian terhadap mereka. persekutuan dengan rakyat, bukan kecurigaan atas mereka. Semakin suatu revolusi membutuhkan teori, semakin para pemimpinnya harus bersama rakyat agar dapat berhadapan melawan kekuasaan penindas.

Dalam Konteks Indonesia, situasinya justru terbalik. Para pemimpin seakan-akan secara otomatis menjadi penguasa atau mereka yang menguasai rakyatnya, termasuk menghambat laju kecerdasan anak-anak bangsanya sendiri. Salah satu indikatornya adalah penerapan sistem kurikulum yang tidak berbasis pada kebebasan manusia Indonesia untuk mendapat pendidikan yang layak sebagaimana dicatut dalam UUD 1945.

Memangnya buat apa penguasa melakukan pengebirian kecerdasan di atas? Jawabannya sangat sederhana: agar mereka tak punya pesaing, atau penyeimbang yang mengusik kenyamanan mereka di kursi-kursi empuk, entah di Senayan, di istana Merdeka, di kantor-kantor kementerian, dst.

Kita 'sepertinya' beruntung akan memiliki presiden-wapres Jokowi Jusuf Kalla yang (minimal selama kampanye bertekad mengubah wajah Indonesia) akian memimpin Indonesia dengan tidak berkehendak menguasai Indonesia, melainkan akan memimpin Indonesia dengan melayani rakyat.

Lantas, apakah Indonesia akan lebih baik di tangan mereka? Saya, Anda, kita tidak tahu. Sebagai rakyat Indonesia kita hanya bisa berdoa dan berharap agar negara ini punya pemimpin-pelayan dan bukan pemimpin-penguasa.

Seperti kata Ahok (Basuki Tjahaja Purnama), "Anak buah akan mengikuti atasannya"... dan kalau atasan/pemimpin tertinggi sudah melayani, apakah ada ruang bagi bawahan untuk menguasai rakyat yang dipimpinnya?


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.