iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Memahami Terminologi Sang Presiden

Memahami Terminologi Sang Presiden
Tahun 2014 itu Tahun Politik. Istilah "Tahun Politik" lahir dari mulut presiden yang selalu cengeng - pilihan rakyat yang kini mungkin telah menyesal setengah mati mengapa dulu memilihnya. 

Bahkan sang jenderal berwajah lesu ini sering mengulang-ulang kalimatnya, "mari kita berpolitik (berbicara tentang politik) secara santun".


Terminologi Politik Sang Pemimpin

Kita sering tak ambil pusing dengan kata atau istilah.  Kita cuek dengan pencanangan program pemerintah  yang biasa digaungkan dengan istilah demi rakyat padahal demi dirinya sendiri!

Dulu Soeharto senang dengan istilah REPELITA (Rencana Pembangunan Lima Tahun) yang secara diksi tampak bagus, tapi prakteknya jauh dari apa yang diiklankan. Faktanya, setiap 5 tahun orba memerintah lagi, lagi dan lagi.... hingga nyaris 35 tahun.

Setiap 5 tahun pula pembangunan semakin diarahkan ke pusat, tepatnya ke pusaran kekuasaan skitar Soeharto. Anak-anak dan kroninya tiap 5 tahun punya project pengadaan dan tambahan lahan untuk dikuasai serta pasar yang bisa dimonopoli. Dan setelah 32 tahun kita baru 'ngeuh' kalau dengan istilah REPELITA ala Soeharto ini sebagai cara dia mempersiapkan dirinya sebagai raja seumur hidup!

Sekali lagi kita sering cuek dengan kata atau istilah yang digunakan para poliTIKUS berotak oseng-oseng coro  dan bernafsu liar bak macan yang intim dengan situasi yang mencekam. 


Para Presiden Kita !

Soekarno mengumandangkan terminologi Demokrasi Terpimpin agar ia bisa lebih lama memimpin. Lalu Soeharto datang dengan iklan Orde Baru yang menjual kesan bahwa di masanya Indonesia menjadi tatanan baru yang lebih baik.

Habibie yang membantu meninabobokan Soeharto dengan mimpi memiliki industri pesawat terbang dengan terminologi 'teknokrat' hingga melupakan silah ke-3 Pancasila. Di eranya Timor-timor melepaskan diri dan kini menjadi negara Timor Leste. 

Gus Dur datang dengan kejenakaan yang mengagumkan tetapi serentak juga ia terlalu memudahkan segala hal dengan istlilah "Gitu aja kok repot!" tentu ini hanya cara Gus Dur menghibur diri dan rakyatnya yang emang sedang stress dengan kondisi mereka, tetapi caranya itu juga yang membuat ia dimakzulkan oleh Amien Rais dan gengnya.

Megawati lain lagi. Mega tak punya banyak istilah, karena ia mengalami kesulitan secara verbal. Mega malah disatroni istilah "diam itu emas" oleh lawan-lawan politiknya. Benar saja Mega pun secara diam-diam menjual aset-aset strategis ke negara lain dan tanpa diketahui publik saat itu. Kendati belakangan Mega menjelaskan kalau tindakan itu ia pilih demi meyelamatkan negara yang sedang krisis; juga demi pengadaan peralatan perang militer yang sedang was-was dengan 'penjajahan' dari negara adidaya.


SBY dan Era Kegamangan 

Susilo Bambang Yudhoyono atau akrab dipanggil SBY selalu mengulang "Mari berpolitik secara santun". SBY memang melakukan apa yang dikatakannya. Ia berorasi, berdiskusi, berdiplomasi, menyindir, mengkritik lawan bicaranya dengan menggunakan kata-kata politis yang santun.

Benar saja. SBY itu santun. Tapi, ya kata-katanya saja. Kalau Anda masih ingat, terutama yang dulu memilih SBY  sebagai presiden tahun 2004 dan 2009 yang lalu, kesantunan SBY inilah yang melahirkan terminologi baru di dunia politik kita,  yakni PENCITRAAN!

Kata-kata SBY bahwa "Tahun 2014 adalah tahun politik"  dan "berpolitiklah secara santun" sungguh menjadi nyata  di penghujung kekuasaannya. SBY sangat santun saat dikritik oleh rakyatnya. 
Ia bahkan tak jarang memelas minta dikasihani  kalau lagi di-bully di media sosial atas kesalahannya sendiri.

SBY begitu santun saat menyuruh anak buahnya bernama Gamawan Fauzi untuk menghdiri sidang Paripurna DPRmengatakan bahwa Partai Demokrat yang dipimpinnya netral dan tidak berpihak ke dua kubu capres kala pilpres juli lalu. 

Dengan santun pula SBY menyatakan sikap politiknya unhtuk mendukung pilkada langsung dan saat keputusan itu diambil dia melakukan kunjungan yang ia rencanakan ke LN sembari menyatakan sedih atas dipilihnya opsi Pilkada lewat DPRD. Masih banyak lagi contoh kesantunan presiden bertubuh tegap dan selalu tampil dengan rambut klimis dan kantong mata bak orang barun menangis.

Tahun 2014 adalah Tahun Politik adalah benar bagi SBY. Ia dengan santun berbicara tentang demokrasi di depan khalayak ramai, tetapi serentak dia juga mulai membangun monarkinya sendiri dengan memilih besan jadi capres nya Prabowo dan selalu sependapat dengan koalisi Prabowo di DPR/MPR. SBY sangat santun dengan bawahannya. 

SBY pun memilih anaknya sebagai sekjen pratainya, dan untuk melawan kehendak rakyatnya ia hanya mengirimkan Pesan Singakat ke mak lampir (meminjam istilah Ruhut Sitompul untuk Noerhayati, ketua Fraksi PD) untuk menyuruh Walk Out dari ruang sidang demi Pilkada Tidak Langsung.

Ya, SBY sangat sopan. Ia selalu berpolitik dengan santun. Ia dengan santun menyuruh Ibas dan ketua PD bahwa Partai Demokrat merasa cocok dengan koalisi Prabowo agar apa yang telah dikatakannya tentang netralitas PD di pilpres tidak sampai dibalikin oleh rakyat yang mendengarnya.

SBY dengan santun mendelegasikan tahtanya kepada Jokowi yang dimulai dengan pertemuan di Bali beberapa bulan lalu. Tetapi ketika tim taransisi keluar masuk istana untuk belajar dengan melihat langsung kerja presiden dan bawahannya SBY pun dengan muka pilu di depan kabinetnya bahwa "hingga saat ini saya masih presiden!'

Lagi, kita terlalu cuek dengan istilah / kata-kata / ungkapan dari pemimpin,  terutama Presiden yang sedang memerintah.  Entah karena kita terlena dan termakan oleh ucapan mereka, entah karena kita lebih suka istilah asing daripada bahasa Indonesia yang notabene adalah bahasa persatuan kita.

Penguasa selalu mengatakan apa yang ada di pikrian dan hatinya, dan sebagai poliTIKUS mereka sudah terlatih memilih semboyan yang tepat untuk tujuannya

Buktinya, dalam banyak hal kita bisa amati apakah yang dikatakan oleh para presiden kita itu selalu selaras dengan apa yang mereka lakukan. Itu karena urusan kata dan tindakan presiden bukan lah urusan rakyat. Itu urusannya atau urusan kerabat dan kroni-kroninya..... sebab hanya mereka yang tahu apa yang sunggu mereka inginkan.

Di titik ini, ungkapan satir "sejarah selalu berpihak pada penguasa" sudah semestinya diganti dengan "para penguasa harus belajar dari sejarah yang tidak dibuatnya"


Semoga Jokowi Berbeda

Kita hanya bisa berharap agar Jokowi tidak membuat terminologi yang akhirnya menyembunyikan sesuatu yang hanya diketahuinya. Ya, saya yakin kalau Jokowi sudah belajar dari sejarah yang telah dicatat oleh pendahulunya. 

Jokowi bahkan pasti sudah banyak belajar dari SBY yang selama 10 tahun lebih memilih blusukan di fesbuk dan twitter, mengeluh di ruang sidang kabinetnya, atau mengadakan rapat penting di rumahnya di Cikeas, atau ibu negara yang lebih suka fotografi dan bermain Instagram daripada memajukan perempuan.
Jokowi pasti beda. Karen ia tidak menggulingkan presiden sebelumnya dengan cara revolutif seperti Soeharto menggulingkan Soekarno. Jokowi juga tidak menjadi presiden hanya karena negara sedang genting seperti Habibie menggantikan Soeharto. Jokowi menjadi presiden justru karena ia harus menyelamatkan negara ini dari pengulangan sejarah masa lalu. 
Jokowi dipilih rakyat justru karena rakyat tak mau lagi dibius dengan ungkapan manis seperti "saya berjuang demi rakyat", "saya mohon, mari berpolitik secara santun" atau "kemenangan rakyat dirampas oleh kecurangan pemilu KPU!" dst.

Jokowi menjadi presiden justru karena rakyat tak ingin kuman penyakit OrBa disubrkan kembali, juga karena rakyat tak tak ingin lagi ada dosa pimpinan partai orba, Golkar di Sidoarjo harus ditanggung oleh negara; dan akhirnya, karena rakyat tak mau lagi berpihak kepada partai yang mem-backing ormas brutal dan banal bernama FPI.

Jokowi menjadi presiden supaya Ahok menjadi gubernur. Dan seperti kata Ahok, "cara terbaik untuk membantu banyak orang adalah dengan menjadi pejabat: kita bisa mendistribusikan uang negara untuk kesejahteraan rakyat!"
Kendari ini Tahun (ber)Politik (dengan santun), saya lebih suka gaya Jokowi yang turun langsung ke lapangan untuk mempercepat laju program kemajuan yang telah dirancangnya, juga dengan cara Ahok yang tanpa tedeng aling bernai berkurban hingga mati demi rakyatnya.

Penutup

Seperti postingan meme di kronologi saya ini minggu lalu, saya lebih suka definisi kata SANTUN dari AHOK daripada kata-kata SANTUN dari SBY. Saya kutip lagi omongan Ahok: "BAGI SAYA DEFINISI SANTUN ADALAH BERJUANG UNTUK MEWUJUDKAN KEADILAN SOSIAL BUAT RAKYAT. TIDAK MENCURI UANG RAKYAT ITU NAMANYA SANTUN. KALAU CUMAN NGOMONGNYA DOANG YANG SANTUN TAPI MENCURI  ITU NAMANYA BAJINGAN, BANGSAT!"

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.