iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Politik versus Niat Baik

Politik versus Niat Baik

Politik tak boleh berhenti pada niat baik saja. Ya, politik bahkan tak ada gunanya ketika ia hanya tinggal sebagai niat baik. Politik itu justru harus bergerak menuju cita-cita awal, tepatnya mewujudkan niat baik menjadi nyata. Niat baik tersebut, dengan demikian tak akan berhenti di lingkaran sempit, di tempat kerja atau di lingkungan sekitara kita saja.

Saya pertama kali tertarik membahas dan berdiskusi "politik" justru ketika diajak sahabat di media sosial menjadi timses di media sosial untuk Jokowi-Ahok yang kala itu ingin menjadi gubernur-wakil gubernur DKI, juga ketika Jokowi resmi jadi capres hingga menang dan Ahok segera akan resmi menjadi gubernur DKI.

Dari pengalaman ringkas itu saya saya belajar betapa politik selalu hadir dalam dua rupa: bersih atau kotor. Tak ada politisi yang abu-abu, atau yang politisi yang bersih 100% dan atau kotor 100%.

Seorang politisi pada akhirnya dikatakan unggul, ulung dan berhasil justru ketika mayoritas rakyat yang memilih maupun tidak memilihinya bersedia menemani dan mendukung perjalanan mereka, bahkan ketika elit politik di sekitarnya bermaksud memakzulkan mereka.

Itulah yang terjadi dengan Jokowi ketika dihantam kiri-kanan, muka-belakang, atas-bawah oleh Prabowo dan tim koalisinya yang memang ngebet pengen menjadikan Prabowo jadi presiden. Demi membalas dendam kesumat, mereka menggunakan suara parlemen sebagai tembok penghalang dan tabir penghambat ide-ide Jokowi untuk memajukan negara ini.

Tetapi sekali lagi, siapa sangka, inilah politik. Tiba-tiba saja rakyat nekat dan pasang badan untuk Jokowi untuk kursi presiden dan untuk Ahok untuk kursi Gubernur DKI.

Rakyat, terutama kaum muda yang masih memiliki idealisme bahkan berani mem-bully presiden, petinggi legislatif atau petinggi partai hanya karena (calon) Gubernur DKI Ahok dan Presiden RI terpilih Jokowi dihalangi oleh para politisi yang maruk kekuasaan itu?

Seperti sudah dapat kita duga, mereka yang duduk di MPR dan DPR adalah para politisi yang linglung dan bingung. Mereka yang berasalah dari komplotan para tersangka dan terdakwa di KPK itu memang sedang ketakutan akan karier politik mereka. Selain karena tidak siap menerima kekalahan pilpres juga mereka pasti ketakutan dengan "proyek bersih-bersih ala pemerintah baru" nanti!

Kelompok ini pun sangat jelas ingin memaksakan diri - dengan mengatasnamakan rakyat - untuk menghalangi niat baik Jokowi sebagai presiden yang baik atau Ahok sebagai Gubernur DKI yang mumpuni!

Inilah yang akan terjadi sepanjang dua bulan terakhir. Koalisi Prabowo memegang berebut bahkan dengan cara nyinyir dan bahkan menelan bau kotor mereka yang bau anyir demi menjegal Jokowi yang sudah resmi menjadi presiden per 20 Oktober nanti.

Hasilnya? Koalisi Prabowo pun tak lebih dari sekedar penampung sampah, sumpah dan serapah dari masyarakat yang sudah tahu track record dan sudah dengan jelas tahu niat busuk mereka untuk 5 tahun mendatang - iya kalau mereka enggak keburu dipenjarakan oleh KPK.

Seorang politisi, dengan demikian, hanya punya dua pilihan, yakni akan menjadi pemimpin yang dipercaya rakyat untuk melayani mereka atau menjadi pemimpin yang meniscayakan kepercayaan rakyat yang memilihnya dan merasa selama 5 tahun ke depan mereka akan dikenang sebagai "Pemutus Lidah Rakyat" (vs Soekarno "penyambung lidah rakyat"), Dewan Penghianat Rakyta (vs Dewan Perwakilan Rakyat), dst.

Ahok dan Jokowi akhirnya menjadi pemimpin yang bisa dikatakan sangat didukung rakyatnya justru bukan karena ketangkasan mereka berpoltik, tetapi karena niat baik yang mereka miliki "untuk membantu lebih banyak orang" bisa mereka wujudkan.

Apapun pekerjaan atau profesi Anda. Menjadi orang yang membantu banyak orang adalah pekerjaan mulia. Sukses untuk sahabat sekalian!


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.