iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Media dan Ahokisme

Bila media sosial adalah gerbang kecurigaan, maka namanya bukan lagi media sosial, melainkan media asosial. Bila fesbuk bukan tak mampu lagi dimaksimalkan sebagai wahana "membukukan" berbagai wajah atau sebagai 'pengganti' pertemuan wajah dan wajah, maka namanya akan menjadi faceback.

Tapi kedua pemahaman di atas bisa saja terjadi bila orang tak pernah menangkap 'emosi' dibalik setiap tulisan yang diposting orang lain. Kenyataannya banyak orang langsung marah bila eksistensinya di fesbuk diganggu gugat.

Media sangat kita butuhkan, bukan saja mendekatkan yang jauh, melainkan juga menjauhkan yang dekat. Namun hal terpenting yang kita butuhkan adalah "perjumpaan". Bila di media kita bisa seakan-akan bertemu, tetapi dalam setiap pertemuan langsung kita akan mengalami perjumpaan.

Tak semua pertemuan menampilkan perjumpaan, tetapi semua perjumpaan selalu bermula dari pertemuan. Segala hal yang maya atau virtual serta merta bisa kita riilkan, tetapi segala hal yang riil untuk apa kita jadikan virtual? Bukankah hidup adalah bentangan realitas?

Sebuah group yang sejak 2 tahun terakhir aku ikuti, Dukung Ahok Gubernur DKI dan JOKOWI PRESIDEN KU adalah hamparan virtual yang seakan dihuni oleh ribuan bahkan ratus ribuan manusia, tetapi sangat sedikit perjumpaan terjadi di sana.

Secara khusus grup dumay bernama DAG pada hari ini akan digiring bersama-sama oleh semua anggotanya menjadi wahana nyata bagi banyak orang yang menggandrungi gaya kepemimpinan Ahok, bukan saja karena mereka pernah berfoto bersama Ahok atau telah mengenakan kaos bergambar Ahok, melainkan karena semangat nasionalisme ala Sukarno seakan terlahir kembali hari ini melalui Ahok.

Saya pernah berbicara dengan beberapa anak muda yang mencintai sosok pemimpin tegas dan lugas bernama Ahok, juga dengan mereka yang melihat Ahok secara obyektif dan realitstis. Keduanya sepakat mengatakan bahwa Ahok bukanlah pemimpin yang sempurna, tetapi beliau mampu memperbaiki gaya kepemimpinan yang kaku, lesu dan kuyu dengan gaya kepemimpinan yang bersemangat, tegas dan lugas, bersih serta tepat sasaran.

Maka, lewat perbincangan yang serius antara saya dan Pakde Yoyok - sesama anggota "lama" di grup Dukung Ahok Gubernur DKI (DAG-DKI) yang kini sedang digiring menjadi DAG Nusantara sepakat membiarkan DAG bertumbuh sebagai wahana bagi anak-anak muda untuk mempersiapkan diri menjadi pemimpin-pemimpin yang bersih dan transparan dalam tata kelola pemerintahannya serta peduli pada siapa pun rakyat yang dipimpinnya.

Untuk itu, dalam rapat besok dan beberapa pertemuan 3 hari mendatang, saya dan Pakde Yoyok akan memfasilitasi perwujudan DAG dari tujuan awalnya untuk mendukung Ahok secara moral pada Pilkada DKI 2012 (dan 2014) menjadi DAG yang bersedia menjadi perpanjangan Ahok untuk membantu masyarakat, entah melalui kegiatan sosial, maupun berbagai aktivitas kemanusiaan lainnya.

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.