iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Politik dan Ambiguitas

Politik dan Ambiguitas
Bahasa Indonesia memang unik. Satu kata bisa beragam artinya, bahkan tak jarang pengertiannya tidak sejajar satu sama lain. Kata "Mendua", misalnya bisa diartikan dengan (1) "menjadi dua kali"; (2) "berhaluan dua" atau bahkan (3) "samar-samar atau tidak jelas" atau (4) "derap larinya kuda".

Di atas semua pengertian di atas, saya lebih tertarik dengan arti yang ketiga (3), "mendua" = samar-samar atau tidak jelas. Tentu pemahaman ini erat terkait dengan "dukung-mendukung" seseorang tokoh atau calon pemimpin, Ir. Basuki Tjahaja Purnama, MM alias Ahok.

Perjalanan DAG-DKI sebagai komunitas virtual yang tergolong paling lama mendukung pak Ahok, mulai dari balon gubernur DKI 2012, cawagub 2012 bersama Jokowi, ketika dilantik menjadi gubernur (2015), dan hingga kini sedang menggalang dukungan dari masyarakat untuk pencalonan kembali Ahok menjadi DKI 1 tahun 2017 yang akan datang.

Dalam perjalanan yang cukup panjang itulah, secara perlahan dan pasti, seiring berputarnya kala, terlihat siapa sesungguhnya yang secara konsisten menjadi relawan (volunteer) atau pendukung (supporter) dan siapa yang hanya timbul-tenggelam dan hanya menghadirkan diri saat ada maunya.

Berbagai tipe pendukung juga terlihat di sini. Yang paling saklek dan mengerikan adalah mereka yang tampak baik dan manis, dalam jangka waktu tertentu menyediakan dirinya menjadi corong paling 'nyaring' menyuarakan dukungan, menyumbang secara materiil dan moril bagi teman-teman yang setia di DAG-DKI, bahkan dalam kurn waktu tertentu dia berdisposisi sebagai 'calon bintang' di komunitas virtual dan faktual di DAG-DKI.

Biasanya tipikal pendukung model ini adalah tipikal yang mendua. Sebab, dalam dua periode "disintegrasi" yang pernah terjadi di DAG-DKI dalam waktu yang cukup berdekatan, sejauh ini telah membenarkan hal itu.

Mereka yang dalam kurun waktu singkat datang dengan semangat membara, bahkan melebihi dari apa yang kita minta. Namun, di masa singkat itu biasanya hasratnya akan layu dan loyo saat keinginan yang dibawanya tak terpenuhi.

Tipikal inilah tipikal relawan yang mendua, yakni mereka yang datang secara samar-samar, bahkan dengan omongan tinggi bak pendekar dengan 11 pedang berupa pengalaman organisasi, atau dengan cara menyalahkan segala hal lama demi membenarkan apa pun yang dilakukannya.

Sikap mendua tak jarang kita lakukan, tanpa terkecuali. Di satu sisi kita mengatakan adalah para members Dukung Ahok Gubernur 100%. tetapi di sisi lain kita tak mengikuti spirit kepemimpinan Ahok. Misalnya, kita tahu Ahok tak suka penjilat, eh ada saja orang yang datang mengadu kepada pak Ahok demi mengatakan merekalah yang benar dan yang lain salah.

Dalam kerangka itulah, DAG-DKI terlihat tidak terlalu ambisius, karena memang tak menyimpan segudang ambisi politik di dalamnya. Members DAG-DKI bergerak dari bawah, meraiih dan merangkul apa yang belum dirangkul, mengumpulkan fotokopi KTP yang belum terkumpul oleh komunitas lain, yang lebih dulu eksis di mall, hotel, dan tempat apik lainnya.

Akhirnya, dalam usaha memfilter sikap mendua (ambigu) itulah grup ini lahir, tepatnya ketika 43 ribu members di grup awal tekah 'terbakar hangus' oleh para teroris bernama hacker.

Mari kita ajak mereka yang di sana, agar mereka tak mendua: ada di tempat "tawanan" tapi hatinya ada di DAG-DKI. Kita tak boleh mendua.. karena itu kita harus MENYATU dan BERSATU demi mendukung pak Ahok. ‪#‎BravoAhok‬‪#‎SalamDAGDKI‬