iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Tak Berbeda dari Balita

Gubraakk! Kepala bocah cilik itu membentur tembok. Dia hanya bisa menangis menahan rasa sakit.

Bocah itu terjatuh dari kursi yang berusaha dipanjatnya, tapi sayang, sebelum pantatnya menempel di atas kursi plastik yang biasa dipakakai saat pesta itu, ia terpeleset, hingga keningnya membentur tembok yang memang berdekatan dengan posisinya.

Begitulah anak-anak, terutama balita yang kuceritakan di atas. Tentu saja seorang balita belum bisa memahami, apalagi membedakan mana bencana dan mana lelucon.

Rasa senang dan rasa sedih pun masih bercampuraduk di pikiran seorang balita. Itu karena balita belum belajar tentang resiko, analisa, apalagi hipotesa.

Di dalam diri seorang bayi tak ada selain kepolosannya. Lain hal bagi orang dewasa, yang semestinya tahu mana jalan menuju bahagia dan mana jalan menuju celaka atau bencana. Pendeknya seorang dewasa sudah semestinya tahu mana yang baik dan mana yang buruk.

Tapi sayangnya orang dewasa sering tampil bak balita, yang hanya bisa menangis saat kalah dalam persaingan hidup, memilih bunuh diri saat tak kuasa menghadapi tantangan berat kehidupan, atau mengkambing-hitamkan orang lain saat ia tak kuasa memikul tanggung jawab.

Lihatlah para anggota Dewan Perwakilan Rakyat atau anggota legislatif yang tak mampu menjaga diri sebagai representasi rakyat yang memilihnya. Perhatikan pula para anggota eksekutif yang lebih memilih mengabdi pada uang yang mereka bisa peroleh dari hasil menjual kekuasaan.

Begitu pula dengan anggota lembaga Yudikatif yang lebih memilih berasyik masyuk dengan rumusan hukum daripada mengandalkan suara hatinya. Tapi aneh. Ketiga lembaga itu kerap berseteru seperti bayi yang rebutan mainan; tetapi di waktu yang lain mereka justru bergandengan tangan saat mereka memainkan permainan yang sama.

Seperti bayi, para koruptor yang ditangkap KPK pun hanya bisa menangis, walaupun itu hanya tangisan buaya. Ketika mereka dihukum, mereka akan segera naik banding dan berusaha membeli keadilan dengan uang hasil korupsi mereka.


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.