iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Relawan Emosional Itu Bisa Saja Banal

Inilah masukan untuk members Teman Ahok, Dukung Ahok Gubernur DKI (DAG-DKI), Save Ahok, dan relawan Ahok lainnya.

(1) Kita Pendukung Ahok sejak awal adalah kumpulan orang kritis yang tak hanya mendukung tanpa sebab. Kelompok terakhir ini kerap disebut pendukung emosional, yang dalam tindakannya hanya mengamini apa yang dikatakan Ahok, bahkan rela kehilangan identitas personal mereka.

(2) Alasan utama mendukung seseorang, termasuk Jokowi dan Ahok, sejak awal adalah karena mayoritas masyarakat, termasuk kita yang aktif di dumay melihat potensi keduanya belum tertandingi oleh calon lain saat itu: pilgub 2012 (Jokowi-Ahok), entah di pilpres 2014 (Jokowi-JK).

(3) Kita memang semestinya konsisten mendukung Jokowi dan Ahok; tetapi serentak konsistensi kita pun selalu terkait dengan konsistensi kedua tokoh yang kita dukung itu.

(4) Biar gimana juga sikap kritis tak selalu berarti membenci, merusak, melemahkan, apalagi menjadi alasan untuk meninggalkan orang yang kita dukung.

(a) Contoh, saat pengangkatan menteri banyak orang tak setuju dengan Jokowi saat mengangkat Puan Maharani, bahkan dengan meninggalkan Maruarar Sirait yang mati-matian mendukung Jokowi. Tapi belakangan, dengan sikap kritis seraya membaca berbagai analisa di koran, media tv, dan internet kita pun "cukup memahaminya".

(b) Contoh kedua, tentang Ahok. Hampir seluruh program Ahok kita dukung (aku selalu menuangkan dukunganku lewat tulisan di blog pribadi dan akun media sosialku). Tentu manusiawi ketika Ahok "terburu-buru" memutuskan beberapa mega proyek tanpa memikirkan akibatnya secara luas. Misalnya megaproyek Reklamasi.

Mengapa banyak orang tak mendukung reklamasi?

Pertama, sejalan dengan ensiklik "LAUDATO SI" yang kubaca, reklamasi sendiri, selain kerusakan alam, juga akan menciptakan kesenjangan sosial di mana semakin tersingkirnya para nelayan dari "habitat asali mereka". Mereka dapat rusun? Yes. Tetapi mereka tak lagi dengan mudah "berziarah" ke tempat asal mereka.

Kedua, hingga kini aku belum tau orang-orang dekat Ahok yang menjerumuskan Ahok bergaul dengan pengusaha properti nakal itu. Apalagi ketika Ahok mulai agak gelapan menjelaskan keberadaan sosok anak muda (aku lupa namanya, karena aku tak suka wajahnya yang mafia itu) .

Ketiga, kendati menurut penjelasan para ahli geologi, ekonomi, dst... bahwa satu-satunya wilayah pengembangan DKI itu hanya ada di Utara, tetapi menurutku ada pertanyaan selaras yang harus dijawab juga: "Begitu luas tanah Indonesia, bahkan byk yang belum tersentuh pembanguanan... lantas mengapa republik ini memusatkan pembangunan di DKI?"

Kira-kira itu cara kita mengkritisi. Hingga perlahan, Ahok pun tak begitu ngoyo dan ngotot lagi soal reklamasi. Apalagi DPR, Menteri Kelautan dan masyarakat pada umumnya masih meminta pertimbangan yang paling tepat untuk REKLAMASI. Bukankah sejauh ini (kendati mendasarkan keputusan pada Aturan-aturan dan UU yg telah ada) hanya kesepakatan antara pemprov DKI dan pengembang saja yang sudah terlihat oke.

(5) Kita semua berharap agar Ahok tetap sehat dan konsisten dengan style kepemimpinannya yang mengangkat harkat masyarakat kecil; tetapi serentak, kit, para pendukungnya tidak mengkultuskan Ahok hingga mata kita buta akan kesalahannya (kendati kesalahan itu tak langsung dilakukannya, melainkan bawahannya), bahkan lupa membela kebaikannya.

Mari kita mantabkan barisan, kita perkuat dukukungan kita dengan rasional, dan jangan sampai bertindak banal hanya karena kita hanyalah pendukung emosional.

Tetaplah menjaga keseimbangan. Kalau kita emosional, maka kita akan menjadi makanan empuk ILC, Ratna Sarumpaet, Fadli Zon, dst.


Silahkan ditanggapi teman-teman.

Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.