iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Repetitio Mater Scientiarum Est

Mandi itu tindakan rutin. Kita semua melakukannya. Bahkan tak jarang orang mandi secara teratur pada jam-jam yang sama, persis seperti jam makan atau jam waktu makan obat. Ibarat kita makan karena lapar, mandi juga sama, kita mandi karena kita merasa badan kita kotor.

Sadar atau tidak, sebetulnya kita selalu menghadapi persoalan yang sama, bahkan kita sudah tahu, solusi untuk menuntaskannya. Lagi, lagi ini ibarat kita akan mandi saat kita merasa badan kita kotor, dan kita tahu bawha setelah mandi juga akan kotor lagi.

Begitulah hidup: sebagian besar berziarah di atasa pengulangan (Ind. repetisi, Lat. repetitio, Eng. repetition). Ya, kita hanya mengulangi sesuatu tindakan yang pernah terjadi sebelumnya dan/atau akan terjadi lagi di waktu berikutnya.

Tak hanya aktivitas harian kita, ilmu pengetahuan pun yang kita pelajari hanya akan terpatri di otak kita bila kita lakukan secara berulang-ulang.  Demikianlah orang yang sering membaca buku-buku berkualitas akan memiliki "stok" pengetahuan yang lebih banyak daripada mereka yang hanya sekedar membaca judul tautan berita di akun sosialnya, atau pintar memainkan fitur gadgetnya.

Kata profesor Ignatius Bambang saat aku masih kuliah di Unpar Bandung , "Apa yang kita pelajari hari ini tak lebih dari sekedar catatan kaki dari filsafat Plato dan Aristoteles." Artinya, tindakan belajar (sekolah dan kuliah) itu sudah ada sejak dulu dan kita hanya mengulanginya, atau biar agak keren dikit kita mengatakannya TK, SD, SMP, SMA, D3, S1, S2, dan S3. 

Intinya, mereka yang pinter, cerdas, bijaksana, sukses, dst tak lain adalah orang-orang yang belajar dengan cara pengulangan. 

Demikianlah cara yang dilakukan para penemu dalam meneliti sesustau. Thomas Alfa Edison menemukan lampu dengan ribuan pengulangan. Isaac Newton, Albert Einsten, Stephen Hawking, dll menjadi orang populer di bidang pengetahuan justru karena ketekunan mereka mengulangi tindakan yang sama hingga menuai berhasil

Di titik inilah pengulangan selalu mengandung resiko. Selain rasa bosan dan sabar, tindakan pengulangan juga bisa berakibat fatal. Lihatlah ketekunan seorang Michael Angelo saat melukis langit-langit Kapel Sixtina di Vatikan, bahkan hingga ia buta kena cat yang ia gunakan untuk melukis.

Sebab dan akibat ini memang selalu terjadi pada pengulangan. Ya, seperti di awal telah kusinggung, kita mkana setelah lapar, kita lapar maka kita tinggal makan; atau kita akan mandi saat kita sadar bahsa badan kita bau dan kotor, tetapi serentak kita juga sudah tahu apa akibat dari malas mandi.  

Maka, lakukanlah hal-hal baik secara berulang-ulang. Ulangi, ulangi, dan ulangi lagi hingga tuntas. Bila kita tahu hal itu baik, maka segala resiko akan tampak mudah kita lalui. Namun, sebaliknya, jangan justru mengulangi hal-hal yang tidak baik, seperti mengkonsumis narkoba secara rutin, nongkrong di Lapo Tuak dan ngobrol ngalor ngidul tentang topik yang itu-itu saja, dst. 

Persoalannya cuma satu. Kita justru lebih tertarik mengulangi tindakan yang kita tahu tidak baik bagi kita dan bagi orang lain. Ini seperti kebiasaan orang yang suka menerobos lampu merah di persimpangan, mengunggah foto-foto porno di fesbuk, menulis dan mengedarkan berita sesat di akun sosial, dst. 

Lantas, mengapa kita tidak melakukan tindakan pengulangan positif, seperti membaca buku-buku berkualitas yang kita sukai, menulis hal-hal positif serta berbagai ilmu demi membangun bangsa dan negara?

Weleh... tampaknya ini terlalu ideal ya? Kalau gitu maaf deh... hahahaha


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.