iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Raja Tanpa Tahta

Raja Tanpa Tahta Di mana pun orang Batak, mereka selalu punya hasrat untuk berkumpul dengan sesama mereka. Untuk mewujudkan hasrat itu mereka bisanya membentuk "Sarikkat" atau jamak disebut STM (Serikat Tolong Menolong), entah berdasarkan marga yang sama, rumpun marga, hingga berdasarkan asal muasal yang sama.

Dalam tatanan bermasyarakat orang Batak, istilah "raja" ternyata tak hanya diberikan kepada pemimpin wilayah tertentu, tetapi juga kepada tokoh adat, tokoh masyarakat, orang yang memiliki kemampuan khusus, orang yang memiliki jasa besar, dll.


1. Raja dalam Keseharian

"Sude do halak batak raja. Di son raja di san raja" (Semua orang Batak itu raja. Di sini ada raja di sana juga ada raja).  Ungkapan ini begitu menegaskan betapa terminologi "raja" dalam masyarakat Batak bukanlah sebutan yang hanya disematakan kepada pemimpin negara atau wilayah tertentu.

Raja dalam Percakapan sehari-hari
Bahkan dalam keseharian terminologi "raja" sangat lazim disebut dalam percakapan sehari-hari. Misalnya saat (1) memulai pembicaraan, “Amang Rajanami!” (Bapak yang kami hormati), (2) menyela pembicaraan, "Santabi di raja nami" (maaf kepada khalayak yang hadir di sini), dan (3) memberikan kesempatan kepada seseorang untuk berbicara, "Baen hamu hatamu, raja nami" (silahkan sampaikan pendapat saudara).

Raja Huta 
Sejalan dengan pengertian di atas, sebutan Raja Huta kepada pemimpin huta (desa) atau orang yang pertamakali tinggal di desa tertentu atau si pungka huta) tak lantas berarti orang itu menjabat sebagai kepala desa atau kepala dusun. Sebutan raja yang disematkan kepadanya tanpa ritual adat itu tak lain hanyalah bentuk penghormatan warga atas jasa dan kebaikannya.


2. Sebutan Raja di Komunitas-komunitas Batak

Perkumpulan marga dan asal 
Seluruh rumpun marga mempunyai raja masing-masing, hingga berujung pada si Raja Batak yang telah melahirkan orang batak. Itulah orang Batak. Marga atau sub-marga hingga daerah asal yang sama pun selalu dijadikan media pemersatu antar mereka, terutama di tano parserakan (perantauan).

Dalam komunitas tadi diangkatlah seorang raja sebagai representasi leluhur marga mereka untuk memimpin dan menjadi pemersatu bagi marga yang mereka. Sebut saja Raja Tambun untuk kumpulan marga Tambunan sedunia, Raja Oloan untuk marga-marga keturunannya, dst.

Sebutan raja di sini tak lain adalah bentuk penghormatan kepada orang tertentu yang dituakan atau dianggap bijaksana memimpin mereka.

Raja Politis 
Selain dalam pergaulan sehari-hari, pemimpin komunitas tertentu, kata "raja" juga sering disematkan kepada orang yang memiiki kedudukan politis yang dipercayai sebagai representasi Si Raja Batak. Raja Sisingamangarja adalah contohnya yang paling nyata.

Asal tahu saja, semua laki-laki Batak adalah "anak ni raja" (pangeran, anak raja) dan semua anak perempuan adalah "boru ni raja" (putri raja, sang putri).

Status dalam adat atau tata kekerabatan
Di dalam ritual-ritual adat, terutama dalam ritual adat perkawinan, kita pasti mendengar istilah Raja ni Hula-hula (Pihak keluarga pengantin perempuan), dan seterusnya.


3. Siapa saja yang bijaksana dan Istimewa

Orang bijaksana
Lagi, sebutan raja dalam masyarakat Batak juga dialamatkan kepada orang yang memiliki sikap dan perilaku yang tercermin dari akal-budi dan pekertinya yang terpuji dan memiliki kebijaksanaan tertentu.

Orang Istimewa
Akhirnya, sebutan raja juga dialamatkan kepada siapapun dari orang Batak yang memiliki keistimewaan atau keahlian khusus, misalnya Raja Parhata (juru bicara adat).

Percaya atau tidak, disetiap perjumpaan dua atau lebih orang batak, Anda akan sering mendengarkan kata raja, "Raja nami (raja kami)", "Amang raja nami (bapak yang terhormat)", dst. Di titik inilah sebutan "raja" bagi masyarakat Batak ternyata berbeda dengan makna kata raja pada umumnya.


Lusius Sinurat

Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.