iCnHAQF62br424F1oK8RwyEkyucx21kDoKaV2DdH

Fokus pada Hasil Bukan Fokus Pada Penghasilan

Fokus pada Hasil Bukan Fokus Pada Penghasilan
"Saat ini manajemen proses sudah tidak aktual lagi," kata Ignatius Jonan, saat menjadi menteri perhubungan pada satu pertemuan di Bandung tahun lalu.

Menurut Jonan, dan juga diamini banyak pakar manajemen, dan pelaku bisnis, gesitnya dunia berlari dalam balutan pertumbuhan kebutuhan yang semakin tak terbendung menggamit hidup, maka manajemen proses rasanya sudah tidak up to date lagi.

Fidelis Waruwu yang memfokuskan diri pada upaya implantasi nilai-nilai hidup (livinf values) lewat proses pembelajaran di sekolah/kampus kampus juga pernah menuliskan komentarnya di postingan saya di fesbuk ini dengan pernyataan menarik.

Menurut Fidelis, setiap jaman selalu melahirkan generasinya sendiri. Demikian juga dengan generasi yang menyebut dirinya sebagai generasi kekinian punya keunikan tersendiri.

"Mereka itu gesit, kreatif, multi-tasking, dan serentak punya tingkat kepedulian sosial yang mumpuni," komentar dosen Untar Jakarta ini saat menaggapi "kurangnya minta baca mahasiswa" di postingan saya beberapa bulan lalu. .

Tak hanya itu. Presiden Joko Widodo pun sering mengatakan, "Kita harus kerja secara efektif, cepat dan berkualitas". Pernyataan ini tentu saja bermuara dari filosofi "Kerja! Kerja! Kerja!" yang diproklamirkan beliau.

Nyatanya, tak hanya pendapat para tokoh, perusahaan sebagai korporasi juga mengamini manajemen yang pro hasil dibanding proses ini.

Perusahaan otomotif Jepang yang masih menguasai pangsa pasar otomotif menjamur di negeri ini juga punya sistem manajemen yang kurang lebih sama, bahkan lebih saklek lagi.

Sahabat Joannes Baptista Dibyo yang bekerja di PT. Sugity (salah satu anak perusahaan PT. Toyota), seminggu lalu bertutur ke saya bahwa perusahaan mereka lebih mengutamakan hasil (sasaran) daripada sekedar misil (peluru) yang digunakan.

Beberapa jam sebelum berbicara di hadapan staf dan karyawan dari 3 yang bekerja di PT. Sugity (anak perusahaan PT. Toyota) pada tanggal 10 Desember 2016 lalu di GP Mall Bekasi, saya juga menekankan manajemen hasil ini lewat motto filosofis dari Toyota, yakni "Pelanggan adalah Raja".

Tentu filosofi ini bukan hal baru lagi bagi kita. Namun, cara Toyota menguraikan filosofi ini jauh lebih menarik perhatian kita. Bunyinya kira-kira begini, "Karena Pelanggan adalah Raja, maka seluruh stakeholders perusahaan yang berada dibawah naungan Toyota mutlak memposisikan diri sebagai konsumen dalam pekerjaannya."

Hasilnya, para staf dan karyawan yang bekerja di perusahaan Toyota tak cukup hanya bekerja keras, tetapi juga ia harus mampu berpikir keras dalam mensinergikan produksi dan kebutuhan konsumen, sehingga produksi Toyota tidak tergantung pada selera pabrik.

Di titik inilah saya selalu kagum pada perusahaan-perusahaan yang selalu cerdas membaca kebutuhan pasar, baik itu perusahaan lokal maupun multinasional.

Memang sih di jaman ini sudah tak jamannya lagi perusahaan mendikte pasar lewat implantasi pengaruh yang ditebar lewat iklan, atau disebar lewat pembagian famplet di perempatan jalan raya. Sebaliknya, pendekatan bisnis terbaik saat ini adalah menjadikan customer sebagai raja.

Sebab, sebagaimana kemajuan iptek sering tak terduga, demikian juga perilaku customer saat ini pun tak mudah diprediksi. Untuk itu pendekatan manajemen yang berfokus pada hasil justru jauh lebih efektif daripada manajemen yang memusatkan diri pada proses.

Selain karena waktu yang dibutuhkan jauh lebih efektif, juga karena korporasi baru sejenis selalu bermunculan dengan ide kreatif mereka hingga menjadi kompetitor.

Maka dalam konteks ekonomi, "Pelanggan adalah Raja" yang diamini Toyota bisa saja mengandaikan bahwa, "Keberhasilan dan keberlangsungan sebuah (per)usaha(an) sangatlah tergantung pada tingkat kemampuan mereka membaca kebutuhan customer, dan bukan pada kemampuan mereka mendikte pasar seperti yang lazim terjadi pada satu hingga dua dekade sebelumnya."


Posting Komentar

Saat menuliskan komentar, tetaplah menggunakan bahasa yang baik, sopan dan sebisa mungkin sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik. Please jangan mencantumkan link / tautan ya. Terimakasih.